Tidak terpikirkan oleh Sabrina lulus kuliah kemudian menikah. Pertemuanya dengan Afina anak kecil yang membuat keduanya saling menyayangi. Lambat laun Afina ingin Sabrina menjadi ibu nya. Tentu Sabrina senang sekali bisa mempunyai anak lucu dan pintar seperti Afina. Namun tidak Sabrina sadari menjadi ibu Afina berarti harus menjadi istri Adnan papa Afina. Lalu bagaimana kisah selanjutnya? Mampukah Sabrina berperan menjadi istri Adnan dan menjadi ibu sambung Afina???
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Buna Seta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Cemburu.
Adnan menciut akan jawaban Sabrina, bahwa Sabrina belum ada niat untuk menikah. Padahal Adnan ketika ingin menanyakan itu mengumpulkan semua keberanian.
"Kamu benar, tapi kebanyakan para wanita, memilih melanjutkan kuliah setelah menikah," Adnan melempar pandang ke arah Sabrina.
"Betul, tetapi 50 persen wanita yang kuliah setelah menikah, akan gagal Pak, lantaran sulit membagi waktu antara kuliah dan anak," Sabrina menjelaskan.
"Pemikiran kamu tidak semua benar, nyatanya teman-teman saya menjalani itu justeru lebih enjoy. Beban belajar S-2 tentunya akan lebih nyaman, bila sudah ada pasangan yang setia," Adnan menjawab enteng.
"Nah, itu mimpi bagi kebanyakan wanita, kuliah lancar, pekerjaan lancar, mempunyai suami yang mendukung 100 persen, menikah dan hidup happpily everafter." Sabrina menerawang.
"Tapi sayangnya cerita itu hanya di dalam novel," Sabrina menatap Adnan skeptis.
"Coba saja jalani dulu, bukankah kebanyakan wanita tidak ingin terlambat menikah?"
"Masalah menikah tidak ada istilah 'coba jalani' seperti orang pacaran Pak. Jika pacaran lalu putus... ya sudah, itu artinya belum berjodoh, tapi kalau sudah berani menikah, bagi saya hanya sekali seumur hidup."
"Lalu rencana kamu kedepan setelah lulus kuliah apa," selidik Adnan.
"Menurut saya, ini tidak perlu di pertanyakan. Bapak pasti sudah tahu jawabannya. Sudah pasti lah ingin kerja, ngumpulin uang, baru kemudian menikah," Sabrina menatap lurus ke depan merangkai sejuta harapan.
"Menikah itu impian semua orang termasuk saya, tapi harus mempersiapkan mental. Ibarat mobil sebelum berjalan harus di isi bensin dulu, agar jangan sampai mogok di tengah jalan," jawab Sabrina lancar seperti jalan tol. Sabrina tidak menyadari jika pria di sebelahnya ini sudah pernah gagal dalam pernikahan.
"Hihihi... kenapa saya jadi mikirin menikah," Sabrina terkikik geli.
"Kalau misalnya ada yang mengajak kamu menikah cepat, bagaiamana?" Adnan ingin tahu lebih jauh tentang wanita di sebelah nya.
"Oh my god... susah ya, bicara dengan Bapak," Sabrina lantas diam.
Begitu juga dengan Adnan, tidak mereka sadari mereka sudah sampai di kampus.
"Saya turun disini saja Pak," pinta Sabrina agar di turunkan agak jauh dari kelas ekonomi.
"Kan masih jauh, yakin kamu akan jalan kaki sejauh itu?" Adnan merasa heran mau di antar kok malah memilih jalan jauh. "Dasar wanita aneh!" Adnan membatin.
"Tidak masalah," jawab Sabrina sambil membuka pintu, setelah mengucap terimakasih dan salam kemudian pergi.
Adnan hanya menggeleng menatap langkah Sabrina yang menjauh dari mobil. "Pintar sih, tapi ternyata keras kepala" gumam Adnan kemudian mencari tempat parkir.
*****
"Ina, kenapa sih loe sampai ngos ngosan begitu?" cecar Prily ketika Sabrina sudah sampai kelas. Langsung duduk mengatur napas karena lelah berjalan.
"Capek banget gw, ternyata jalan dari fakultas kedokteran sampai kesini lumayan jauh," keluh Sabrina.
"Lagian loe ngapain ke fakultas kedokteran?" tanya Prily merasa heran.
"Paling nganterin calon anak tiri? iya Kan?" Kevin menimpali.
"Ngaco! Calon anak tiri!" ketus Sabrina melengos kesal.
Kevin tidak lagi menjawab, ia merasa kecewa akan kedekatan wanita yang di cintai sejak SMK itu dengan putra pemilik kampus. Kevin menebak-nebak saat ini memang Sabrina baru cinta kepada Afina sang anak. Tetapi suatu saat nanti Kevin takut Sabrina akan mencintai sang duda.
"Kok kalian malah pada tegang sih, kita kan kuliah masih jam kedua, kita ke kantin dulu yuk," Prily menarik lengan Sabrina.
"Aahh loe Pril! Makanan melulu yang loe pikir, nggak. Aah, gw sudah sarapan, lagian gw capek mau istirahat," Sabrina justeru membuka buku kemudian membacanya.
"Ah dasar! Kutu buku!" Prily cemberut.
"Biarin! Wlee!" Sabrina menjulurkan lidahnya.
"Idiiihhh... kaya Guguk!"
"Blak"
Buku Sabrina mendarat di pundak Prily namun tidak sakit.
"Hihihi..." Prily justeru cekikikan menjauh dari Sabrina menuju kantin.
"Kenapa loe masih disini Vin? Sana gih, temenin Prily," usir Sabrina.
"Kok loe ngusir gw sih Ina, biarin lah! Ini kan kelas gw juga," Kevin menjawab. Mereka berdebat seperti anak kecil.
"Eh Vin, loe dapat undangan acara ultah yayasan nggak? Hari sabtu?" Sabrina mengganti topik pembicaraan.
"Dapat sih," jawab Kevin singkat.
"Okay... kita berangkat ya Vin, sekalian reonian," Sabrina bersemangat.
"Loe semangat amat In, karena mau bertemu Pak Adnan kan? Hayo, ngaku?!"
"Blak"
Kali ini gantian Kevin yang kena gaplok buku di pundak Kevin, walaupun tidak sakit.
"Gila loe In, sekarang main tabok-tabok, kasar loe," Gavin mengusap-usap pundaknya.
"Lagian loe ngaco!" sungut Sabrina.
"Okay... Kalau gitu hari sabtu gw jemput ya, kalau nggak mau naik motor, gw jemput pakai mobil deh," Kevin berharap.
"Tapi bareng-bareng sama Prily ya," Sabrina memberi penawaran.
"Siap," pungkas Kevin.
*******
Seminggu kemudian selama itu pula, Adnan menghindar dari Sabrina. Jika Afina ingin bertemu pasti mama Fatimah yang mengantarkan.
Tibalah saatnya hari sabtu acara ulang tahun yayasan AL INAYAH di dilaksanakan.
"Papa... ayo kita berangkat," Afina sudah tidak sabar. Gadis kecil itu sudah berpakaian rapi dan lucu.
"Okay... kita berangkat," Adnan mengenakan jas berwarna hitam, sungguh tampan. Karena nanti dia yang akan mewakili papa Rachmad memberi sambutan.
"Papa... nanti Bunda datang kan?" tanya Afina ketika sudah di dalam mobil.
"Papa nggak tahu, memang kemarin Bunda bilang mau datang tidak?" Adnan menoleh sekilas.
"Kemarin sih katanya mau datang, tadinya mau di jemput sama Nenek, pagi-pagi sekali, tapi Bunda nggak mau. Bunda bilang sudah janjian sama Om Kevin," celoteh Afina.
"Kevin?" Adnan terkejut.
"Iya, sekarang kita jemput Bunda yuk, sebelum Bunda di jemput sama Om Kevin," Afina merengek.
"Nggak bisa begitu sayang... kalau bunda sudah janji akan di jemput orang lain, kalau tiba-tiba kita datang menjemput, yang ada kamu kecewa," nasehat Adnan.
"Ya deh," Afina cemberut.
*********
Di tempat yang berbeda dengan semangat, Kevin akan menjemput pujaan hati, senyum menghias bibirnya. Ia sudah wangi parfum paling mahal. Mobil yang ia kendarai meluncur pelan tapi pasti.
Nyanyian lagu cinta yang Kevin senandungkan, di iringi musik mengalun lembut. Menambah kebahagiaan pria berkulit putih dan bermata sipit itu semakin membuncah. Namun senyum itu seketika menghilang kala mengingat ia sedang bersaing dengan Adnan. Walaupun tidak lagi muda pesona pria itu mampu menghipnotis para wanita.
Sampai di depan rumah Sabrina, ternyata Sabrina sudah menunggu di depan rumah.
"Prily mana Vin?" Sabrina memindai ke dalam mobil Kevin.
"Kita jemput sekalian lewat," Maksud Kevin jika menjemput di awal tentu ia tidak bisa berduaan dengan wanita cantik ini.
"Okay..." mobil pun berjalan sedang menjemput Prily. Namun setelah ada Prily, Alih-Alih bisa ngobrol dengan Sabrina, Kevin hanya tidak lebih dari seorang supir. Sebab Sabrina hanya ngobrol berdua dengan Prily sambil tertawa gembira. Hingga akhirnya mereka sampai di sekolah dimana tiga tahun yang lalu mereka menuntut ilmu.
"Bundaa..." seru Afina kala Sabrina dkk sudah turun dari mobil. Afina segera berlari meninggalkan Adnan yang masih diam di parkiran.
"Kenapa aku jadi kesal begini sih," batin Adnan kala melihat Sabrina turun dari mobil Kevin, apa lagi Sabrina duduk di depan bersama Kevin. Sepertinya Adnan merasa cemburu.
"Afina..." Sabrina tersenyum menuggu Afina yang sedang berlari kearahnya.
*******
...Happy reading....
Jangan lupa dukung author beri like, agar semangat💪💪.
lbh gk nyambung lg 🤣🤣🤣🤣
hajar bello