NovelToon NovelToon
KETIKA NAGA JATUH CINTA

KETIKA NAGA JATUH CINTA

Status: sedang berlangsung
Genre:Wanita perkasa / Crazy Rich/Konglomerat / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Murni / Romansa / Bad Boy
Popularitas:392
Nilai: 5
Nama Author: Aira Sakti

cerita ini hanya fiktif belaka dan hanya karangan dari Author, apabila ada.kesamaan nama.dan tempat Author minta maaf. Alkisah ada seorang pemuda bernama naga lahir dari seorang ayah bernama Robert dan Ibu bernama Julia, Robert sendiri adalah seorang pengusaha suskses yang mempunyai berbagai bisnis yang berada di beberapa negara, baik Asia maupun Eropa. Dengan status sebagai anak orang kaya dan sekaligus pewaris tunggal Naga adalah anak yang sombong dan angkuh, jika Ia menginginkan sesuatu maka sesuatu itu harus bisa menjadi miliknya apapun cara nya. namun lama kelamaan kesombongan dan keangkuhan Naga mulai luntur karena satu sosok wanita yang mempunyai paras yang cantik bernama Jelita.Jelita sendiri adalah anak sulung dari 2 bersaudara pasangan dari seorang petani bernama pak Karyo dan bu ambar namun karena tekad dan keinginannya untuk membanggakan keluarga ini lah yang membuat Naga jatuh cinta kepada Jelita dan perlahan-lahan berubah menjadi orang yang jauh lebih baik lagi.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aira Sakti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

PENGAKUAN TAK TERDUGA DARI SANG CRAZY RICH

Setelah kejadian di kelas, Naga mendapati dirinya semakin terperangkap dalam labirin perasaannya yang rumit dan menyesakkan. Sikap dingin dan acuh tak acuh yang selama ini menjadi perisai kokohnya, kini terasa bagaikan rantai besi yang justru mengikat dan menyiksanya dari dalam. Ia tak sudi mengakui, bahkan pada dirinya sendiri, bahwa getaran aneh yang ditimbulkan oleh sosok Jelita kian hari kian mengusik ketenangannya, meruntuhkan benteng pertahanan yang telah ia bangun dengan susah payah.

Senja itu, usai bel sekolah berdering dengan nyaring, mata elang Naga menangkap sosok Jelita yang berjalan seorang diri dengan langkah gontai menuju arah Jembatan Ampera. Sebuah dorongan aneh, yang merupakan perpaduan kompleks antara rasa penasaran yang membara, keengganan yang kentara, dan kebutuhan yang mendesak, menyeret langkahnya untuk membuntuti gadis itu dari kejauhan. Ia berusaha meyakinkan dirinya sendiri bahwa ia hanya ingin memastikan Jelita tidak melakukan hal bodoh, namun jauh di lubuk hatinya, ia tahu ada alasan lain yang lebih kuat yang mendorongnya untuk mengikuti gadis itu.

Di bawah megahnya Jembatan Ampera yang menjulang tinggi, Jelita berhenti, kedua tangannya memegang erat pagar pembatas. Matanya menerawang jauh, menatap aliran Sungai Musi yang memantulkan sisa-sisa cahaya senja yang mulai meredup. Ekspresi wajahnya sulit ditebak, namun Naga dapat merasakan aura kesedihan dan kerapuhan yang terpancar dari dirinya. Naga mendekat dengan langkah yang diperlambat, berusaha memasang tampang seolah kehadirannya di sana hanyalah sebuah kebetulan belaka, sebuah ironi takdir yang tak terhindarkan.

"Jelita," panggil Naga, suaranya terdengar lebih lirih dan ragu dari yang ia inginkan. Ia berusaha mengendalikan nada bicaranya agar terdengar dingin dan acuh, namun getaran halus dalam suaranya mengkhianati perasaannya yang sebenarnya.

Jelita menoleh perlahan, terkejut mendapati Naga berdiri tak jauh darinya. "Naga? Apa yang kau lakukan di sini? Jangan bilang kau menguntitku," tuduhnya dengan nada sinis yang tajam, berusaha menyembunyikan keterkejutannya di balik kata-kata yang menusuk.

Naga mendengus sinis, berusaha menyembunyikan debaran jantungnya yang mulai tak terkendali di balik sikap angkuhnya. "Jangan terlalu percaya diri, nona. Aku hanya sedang mencari udara segar," jawabnya ketus, dengan nada bicara yang jelas menunjukkan bahwa ia tidak senang dengan tuduhan Jelita. "Lagipula, siapa juga yang mau menguntit gadis sepertimu? Kau bukan tipeku."

Jelita menatapnya dengan tatapan menyelidik, kedua alisnya terangkat tinggi, menantang. "Benarkah? Lalu, kenapa kau ada di sini? Kenapa kau mengikutiku sampai ke tempat ini?" tanyanya dengan nada yang semakin sinis. "Jangan berbohong, Naga. Aku tahu kau pasti punya alasan tertentu."

Naga menghela napas panjang, merasa frustrasi karena Jelita selalu bisa membaca pikirannya dengan mudah. "Baiklah, aku mengaku. Aku memang mengikutimu," ujarnya akhirnya, dengan nada yang terdengar seperti terpaksa. "Tapi jangan salah paham, aku tidak punya niat buruk. Aku hanya ingin memastikan kau tidak melakukan hal bodoh."

Jelita tertawa sinis, menggelengkan kepalanya dengan tak percaya. "Melakukan hal bodoh? Apa maksudmu? Kau pikir aku akan melompat ke sungai ini?" tanyanya dengan nada mengejek. "Jangan khawatir, Naga. Aku tidak sebodoh itu. Aku tidak akan memberikanmu kepuasan dengan mengakhiri hidupku."

Naga terdiam sejenak, merasa bersalah karena telah menuduh Jelita yang tidak-tidak. "Aku tidak bermaksud seperti itu," ujarnya dengan nada yang lebih lembut. "Aku hanya khawatir padamu. Kau terlihat sangat sedih."

Jelita menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan. "Khawatir padaku? Kenapa kau harus khawatir padaku? Bukankah kau membenciku? Bukankah kau ingin membalas dendam padaku?" tanyanya dengan nada yang penuh dengan keraguan dan kebingungan.

Naga mendekat selangkah, hingga jarak di antara mereka semakin menipis. "Itu dulu," ujarnya dengan suara yang nyaris berbisik. "Sekarang... semuanya sudah berubah."

Jelita menatapnya dengan tatapan yang penuh dengan pertanyaan. "Berubah? Apa maksudmu? Apa yang sudah berubah?" tanyanya dengan nada yang semakin penasaran.

Naga menatap matanya dalam-dalam, berusaha menyampaikan semua perasaannya yang selama ini terpendam. "Aku... aku tidak tahu bagaimana menjelaskannya," ujarnya dengan nada yang terdengar frustrasi. "Yang jelas, aku tidak bisa membencimu lagi. Aku tidak bisa menyakitimu lagi. Aku... aku menyukaimu, Jelita."

Jelita terdiam membisu, mencoba mencerna setiap kata yang keluar dari mulut Naga. Ia tak yakin apakah ia sedang bermimpi ataukah ini adalah kenyataan. Ia tak tahu apakah ia harus mempercayai kata-kata Naga ataukah ia harus tetap waspada dan curiga.

Naga melanjutkan, suaranya sedikit melembut, namun tetap tersirat nada sombong yang tak bisa dihilangkan sepenuhnya. "Aku tahu ini sulit dipercaya, terutama setelah semua yang telah terjadi di antara kita. Tapi, aku jujur padamu. Aku menyukaimu, Jelita. Aku tertarik padamu. Aku... menginginkanmu."

Naga berhenti sejenak, menarik napas dalam-dalam sebelum melanjutkan, "Aku tak tahu apa ini cinta atau sekadar obsesi sesaat. Aku tak tahu apakah perasaan ini akan bertahan lama ataukah hanya akan menjadi kenangan yang terlupakan. Tapi yang jelas, saat ini, aku tak bisa berhenti memikirkanmu. Kau menghantuiku, Jelita. Kau membuatku gila."

Jelita masih membisu, matanya menatap lekat mata Naga, mencari kejujuran dan ketulusan di sana. Ia melihat keraguan, kebingungan, dan ketakutan yang terpancar dari mata Naga, namun ia juga melihat sesuatu yang lain, sesuatu yang lebih dalam dan lebih tulus.

Naga menatapnya dengan tatapan yang bercampur antara keangkuhan dan kerentanan, antara keberanian dan ketakutan. "Aku tak akan berjanji untuk berubah, karena itu bukan diriku. Aku tak akan memohon, karena aku bukan pengemis cinta. Aku tak akan meminta maaf, karena aku tak pernah menyesali apa pun yang telah kulakukan," ujarnya dengan nada menantang. "Tapi, aku menawarkan diriku padamu, Jelita. Terimalah aku apa adanya, dengan segala kekurangan dan kelebihanku. Atau tolak aku mentah-mentah, dan lupakan semua yang telah terjadi di antara kita. Pilihan ada di tanganmu."

Tiba-tiba, langit menangis dengan deras. Rintik hujan mulai berjatuhan, membasahi rambut dan pakaian mereka hingga kuyup. Angin bertiup kencang, membuat mereka menggigil kedinginan.

Jelita mengalihkan pandangannya ke arah Sungai Musi yang mulai beriak diterpa hujan dan angin. Ia menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya dan menjernihkan pikirannya. "Aku butuh waktu," ujarnya lirih, nyaris tak terdengar di tengah deru hujan dan angin. "Aku butuh waktu untuk memikirkan semua ini. Aku butuh waktu untuk memutuskan apa yang harus kulakukan."

Naga menyeringai sinis, mengangkat bahunya dengan acuh tak acuh. "Waktu adalah milikmu, Jelita. Kau boleh menggunakan waktu sebanyak yang kau butuhkan. Tapi jangan terlalu lama, karena kesabaranku ada batasnya," jawabnya angkuh, berusaha menyembunyikan kekhawatiran yang mulai menyelimuti hatinya. Ia berbalik dan berjalan menjauh dari Jelita, meninggalkan gadis itu sendirian di bawah derasnya hujan. Ia tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, namun ia bertekad untuk tidak menyerah begitu saja. Ia akan melakukan segala cara untuk mendapatkan Jelita, meskipun itu berarti ia harus mengorbankan harga dirinya.

1
Aira Sakti
g
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!