Aini mengira kedatangan keluarga Julian hendak melamarnya. namun ternyata, mereka malah melamar Sakira, adik satu ayah yang baru ia ketahui kemudian hari. padahal sebelumnya, Julian berjanji akan menikahinya. ternyata itu hanya tipuan untuk memanfaatkan kebaikan Aini.
Tidak sampai disitu, ayahnya malah memaksa untuk menjodohkan Aini dengan duda yang sering kawin cerai.
karena kecewa, Aini malah pergi bersenang-senang bersama temannya dan menghabiskan malam dengan lelaki asing. bahkan sampai hamil.
Lantas, bagaimana nasib Aini. apakah lelaki itu mau bertanggung jawab atau dia malah menerima pinangan dari pria yang hendak dijodohkan dengannya..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Herka Rizwan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11
Sikap Zeta sungguh menggemaskan. Dia tak mau jauh dari Aini. Membuat Arum dan Briana mencibir kesal.
"Aini sudah kerja?" tanya Zeta.
"Iya, Nek. Saya kerja di sebuah perusahaan."
"Oh, begitu. Ayo dimakan sayang, jangan malu-malu. Arjun aja lahap, masa kamu diam aja. Apa perlu Arjun yang nyuapin?" canda Zeta terkekeh.
"Ayo, sayang. Aku suapi kamu," tawar Arjun tersenyum.
"Eng-gak usah. Aku bisa sendiri."
Wajah Aini sudah memerah menahan malu. Sementara Arum dan Briana tampak menahan amarah. Melihat Zeta dan Rama tampak akrab dengan Aini.
"Aini, jangan pulang ya. Malam ini menginap di sini," pinta Zeta memohon.
"Tapi, Nek..." Aini melirik ke arah Arjun.
"Gak papa, Sayang. Besok kan kamu libur."
Aini masih terdiam. Sampai Arjun membisikkan sesuatu di telinganya.
"Nanti, aku kasih bonus buat kamu, sayang..."
Tampak Aini berubah ceria. Mengiyakan dengan cepat permintaan Zeta.
"Baiklah, Nek. Aku akan menginap di sini malam ini," sahutnya tegas.
"Ah, syukurlah kalau begitu. Rama, kasih tahu pelayan, buat menyiapkan kamar Aini."
"Iya, Mah."
Betapa senangnya hati Arjun. Kedatangan Aini kemari setidaknya membawa dampak baik bagi kesehatan Zeta.
Saat dia hendak ke kamarnya, tiba-tiba ada perasaan aneh yang dialaminya. Degup jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Suasana mendadak panas dan gerah, sehingga ia merasa ingin membuka semua pakaiannya.
"Arjun, kamu kenapa?" Briana datang dan mendekati Arjun.
"Aku gak papa. Kamu pergi sana! Aku mau mandi!"
Briana berpura-pura tidak mendengar. Ia mengikuti Arjun sampai ke kamarnya.
"Apa yang ingin kau lakukan?" bentak Arjun melihat perempuan itu memandangnya dengan senyum.
"Cuma ingin membantu mu saja. Aku tau, kamu sedang gerah dan...butuh sentuhan lembut," goda Briana menelusuri area bidang pria itu.
"Pergi! Sebelum aku melenyapkan mu!" dorong Arjun kasar. Hingga Briana membentur dinding.
"Ada apa ini? Arjun, apa yang terjadi sama kamu?" tanya Rama datang bersama Arum dan Aini.
"Papa, Mama. Arjun hendak berbuat mesum padaku," lapor Briana sembari menangis.
"Tidak, Paman. Aku tak melakukan apapun pada putrimu. Tolong Paman percaya padaku. Aini, sumpah sayang. Ini jebakan Briana!" tunjuk Arjun tepat ke wajah Briana.
"Mana mungkin aku berbuat begitu. Kau memang gila, Arjun. Padahal kau sudah punya calon istri. Tapi masih saja ingin menggodaku!"
Briana menangis di bahu Arum. Sementara Aini kebingungan, melihat keadaan Arjun yang terlihat lemas.
"Paman, sebaiknya kamu panggil dokter. Kasihan Arjun, sepertinya ada yang ingin meracuninya."
"Meracuni apa? Kau ingin menuduhku?" teriak Briana.
"Siapa yang menuduh mu. Kalau dibiarkan, Arjun akan semakin kesakitan. Takutnya, bahkan mengancam jiwanya."
"Kamu benar, Aini. Kalau begitu, Paman akan memanggil dokter sekarang."
Arum dan Briana geram karena aksinya gagal untuk menjebak Arjun. Dengan kesal, keduanya pergi meninggalkan Aini yang langsung memapah Arjun naik ke atas tempat tidur.
"Panas, Aini..."
"Sabar, ya. Apa kamu mau mandi?"
Arjun menggeleng, dia menarik Aini. Berusaha memeluknya dengan erat.
"Ar-jun, apa yang kamu lakukan?" Aini begitu ketakutan.
"Aku tahu, ini ulah Briana. Dia sudah memasukkan obat perangsang di dalam makanan ku. Tapi, dia gagal mendapatkan aku. Sekarang, aku ingin kamu, Aini. Jadilah wanita ku malam ini. Aku akan bertanggung jawab padamu."
"Tidak! Kita belum menikah."
"Tapi kita akan menikah, bukan? Lagipula, Ini bukan pertama kalinya bagi kita."
"Aku tak mau! Kalau begitu, kita putus saja malam ini!"
Aini mendorong Arjun. Lalu dia bergegas pergi, tanpa menghiraukan pandangan Rama yang baru saja datang bersama Dokter keluarga.
"Kenapa aku malah percaya dengan dia. Seharusnya aku menolak saat dia memintaku jadi pacar pura-puranya."
Di saat dia berjalan sendiri, tiba-tiba ada sebuah mobil berhenti. Aini terkejut, melihat Siska dan Barata ada di dalamnya.
"Aini, sedang apa kau di sini? Ayo masuk sekarang!"
"Tidak mau! Aku sudah tak ingin kembali ke rumah kalian lagi."
Tampaknya Siska tidak mau mengalah. Dia segera turun dan menyeret Aini masuk ke dalam mobil.
"Susah payah kami mencari kamu. Akhirnya kamu ketemu juga. Besok, kamu harus menikah dengan Pak Danang. Kamu tak bisa menolak lagi, karena pernikahan kamu sudah dipersiapkan," ucap Siska lantang.
"Apa? menikah dengan Pak Danang. Kalian gila ya. Aku tak mau!"
"Jangan pernah menolak, Aini. Sudah cukup kamu membuat masalah. Pak Danang sudah keluar uang banyak buat membayar kamu!"
"Itu urusan kalian. Lepaskan aku!"
"Enak saja. Kalau kamu tak menikah sama Pak Danang, maka kami akan mendekam di penjara. Kamu mau, melihat ayahmu menderita di sana?" ucap Siska menarik rambut Aini.
Gadis itu terdiam. Hidupnya selalu menjadi korban. Siska merasa puas, melihat anak sambungnya tak berkutik.
Malam itu, ia disekap di gudang. Tanpa diberi makan dan minum sama sekali. Bahkan ia tak bisa tidur, karena banyak nyamuk dan tikus di sana.
Sementara Arjun merasa bersalah atas kepergian Aini. Dia berusaha menghubungi gadis pujaannya itu. Tapi tak ada jawaban karena ponselnya kehabisan baterai.
Saat ia mencari keberadaan Aini di rumahnya, pelayan mengatakan kalau Aini tak pernah pulang ke sana. Kekhawatiran Arjun bertambah. Akhirnya ia meminta seseorang untuk menyelidiki hilangnya Aini.
Sampai pagi harinya. Siska membuka pintu gudang. Mendapati Aini nampak lemas tak bertenaga. Ditambah dia tak bisa memejamkan matanya semalaman.
"Bangun, Aini. Jangan coba mengelabui kami. Kau kira, kamu bisa mengelak kali ini?" kata Siska menendang kaki Aini.
Mata Aini memicing lemah. Dia benar-benar kehabisan tenaga. Siska yang tak percaya, menyuruh pembantunya untuk menyeret Aini ke kamar mandi. Lalu membawanya ke kamar untuk dirias.
"Waduh, kok badanmu panas, wajahmu juga pucat. Apa kamu baik-baik saja?" tanya tukang rias itu iba.
"Saya sakit, Bu. Tolong saya. Saya dipaksa menikah sama tua bangka yang sudah banyak menyiksa istrinya," kata Aini lemah.
"Hah, benarkah? Wah, keterlaluan sekali. Kalau begitu, saya akan menghubungi anak saya. Kebetulan dia polisi. Biar dia yang menangani masalah ini."
"Gak usah, Bu. Bisa ibu pinjamkan saya ponsel? Saya mau menelpon teman saya. Biar nanti, saya kabur sama dia!"
"Oh, baiklah kalau begitu."
Beruntungnya Aini menemui orang baik seperti tukang rias ini. Begitu mendengar suara Aini yang lemah, Fena langsung bergegas. Dengan dibantu oleh temannya, Aini bisa kabur lewat jalan belakang.
Dan tukang rias itu, berpura-pura pingsan karena dipukul oleh Fena. Supaya tak ada yang mencurigai, bila dia sudah bekerjasama membebaskan Aini.
Betapa marahnya Siska dan Danang. Mereka kembali gagal mendapatkan Aini. Barata malah tak bisa berbicara apapun. Karena melihat kemarahan Pak Danang yang terus menyalahkan dirinya.
"Aini, kamu mau kemana. Sepertinya, keadaan kamu belum aman," kata Fena mencemaskan Aini.
"Fen, aku mau pulang ke rumah nenekku saja. Tolong jangan kasih tahu sama siapapun, kalau aku pergi ke sana."
"Baiklah, aku akan antarkan kamu sekarang juga."
Perasaan Aini merasa lega. Setidaknya, dia aman karena tempat tinggal neneknya sangat jauh dari perkotaan.
Bersambung...