Azmi Khoerunnisa, terpaksa menggantikan kakak sepupunya yang kabur untuk menikah dengan bujang lapuk, Atharrazka Abdilah. Dosen ganteng yang terkenal killer diseantero kampus.
Akankah Azmi bisa bertahan dengan pernikahan yang tak diinginkannya???
Bagaimana cerita mereka selanjutnya ditengah sifat mereka yang berbanding terbalik???
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Saidah_noor, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Azthar # Kebutuhan istri.
Azmi makan dengan tak tenang, meski sudah dimasakin tetap saja Azmi kesal. Mata tajamnya melirik suami yang makan dengan tenangnya, ia mengabaikannya bahkan saat makan malam ini. Bibirnya manyun, bergerak sinis dan mengumpatinya dalam hati.
"Kamu kenapa? Udah aku masakin masih manyun bae," tanya Athar menyudahi makan malamnya, membereskan piringnya dan menaruhnya di wastafel tempat mencuci piring.
Mata Azmi mengikuti kemana suaminya melangkah, ia memutar badannya melihat Athar yang akan mencuci piring bekas makannya sendiri.
"Mas Athar masih cinta sama Klara?" tanya Azmi terdengar serius.
Tangan Athar berhenti menyabuni piringnya, pikirannya berantakan ketika ditanya soal wanita itu. Mereka belum benar-benar putus, cintanya digantung saat lagi sayang-sayangnya. Segera Athar melanjutkan aktivitasnya dan membuyarkan lamunannya sendiri.
"Kenapa kamu tanya soal dia? Bagiku dia hanyalah masa lalu," jawab Athar membersihkan piringnya dengan air bersih yang mengalir dari kran.
"Penasaran aja, mas kan dijodohin sama ibunya mas. Mas nurut aja, kenapa gak nolak? Kalau memang ada masalah, ya. Seharusnya diselesaikan dengan baik-baik, biar gak nyesel nikah paksa," ujar Azmi ia membalikkan badannya dan menyantap sisa makan malamnya.
Athar berjalan dan duduk dikursi yang ada disamping Azmi, lelaki itu melihat bagaimana lahapnya istrinya ketika makan, ia tersenyum. Lesung pipit gadis ini sungguh mempesona, satu hal yang Athar suka dati Azmi.
"Kalau aku maunya kamu gimana? Ibu minta cucu terus, aku harus gimana?" goda Athar dengan senyuman manis, semanis gula halus.
Azmi yang lagi enak-enaknya makan mendadak terbatuk-batuk, makanan yang dimulutnya bahkan muncrat kemana-mana. Ia menepuk-tepuk dada sebelah kirinya dan menatap tajam pak dosen yang sudah menjadi suaminya.
Athar gercep mengambil air putih dan memberikannya pada sang istri. "Minum, minum," ucapnya meminumkan air putih pada Azmi dan gadis itu manut saja. Setelah reda Athar menaruh gelasnya dimeja.
"Kamu kalau makan pelan-pelan, jangan buru-buru! Gak akan ada yang rebut makanan kamu juga," ujar Athar.
"Semuanya salah mas, aku lagi makan malah nuntut-nuntut cucu buat ibu jadinya aku keselek. Lagian tadi siang aku sudah bilang, aku belum siap ngasih cucu!" Azmi menghentikan makan malamnya, padahal nasi goreng yang Athar buat sangat enak dan masih tersisa sedikit lagi.
Gadis itu menundukkan kepalanya, enggan menatap suaminya lagi.
Athar merasa bersalah dengan ucapannya tadi, walau hanya bercanda tetap saja Azmi menganggapnya serius. Tapi Athar tak bohong, memang ibunya selalu menghubunginya dan bertanya, "Kapan ia memberinya cucu?"
Namun menikahi gadis muda yang belum siap mengarungi rumah tangga, rasanya emang berbeda dan akan mudah menyulutkan api emosi.
"Makan lagi, habisin makanannya. Nanti mubazir," ujar Athar dengan begitu lembut.
"Aku minta maaf, tadi cuma bercanda." Athar menghela nafas beratnya.
"Tenang saja, aku gak akan nyentuh kamu kalau kamu belum siap." Athar beranjak dari tempatnya, ia meninggalkan Azmi yang masih menundukkan kepalanya.
Azmi mengalihkan pandangannya ketika Athar berhenti sejenak untuk menatap padanya, lelaki itu kembali berjalan setelah tahu mood Azmi masih buruk.
Azmi enggan untuk makan lagi, nafsu makannya menjadi hilang. Ia tak bisa terus-menerus seperti ini, menikah diusia muda adalah kesalahan fatal menurutnya karena setelah menjadi istri dan punya anak ia akan kesusahan membagi waktu.
Tak hanya itu, dunianya pun akan berubah hanya di rumah, anak dan suami. Tak akan ada kebebasan lagi yang ia rasakan seperti dulu, saat masa dimana ia belum mengenal pernikahan dan Athar.
Sementara dilantai atas, pak dosen tengah berdiri menatap halaman depan rumahnya. Dibalkon kamarnya, benda pipih ditempelkan ditelinga kirinya, suara wanita paruh baya disebrang sana kembali menelponnya.
Athar tengah dihubungi oleh ibunya. Lagi ia ditanya soal cucu oleh ibunya yang sudah kepingin banget punya mainan hidup. Ya, beliau janda dan Athar adalah anak semata wayangnya, pada siapa lagi ia harus meminta cucu.
"Azmi itu masih muda, Bu. Aku gak mau dia kepaksa melakukannya yang ada nanti mentalnya rusak, aku gak mau itu terjadi. Biarkan dia menikmati masa mudanya dulu," ucap Athar yang ke tiga kalinya mengatakan hal yang sama pada ibunya.
"sampai kapan, Nak? Ibu tak mau sendirian terus, inget, umur kamu sudah 35 tahun mau sampai kapan kamu nunda bikin cucu buat ibu," tanya sang ibu.
Athar mendengus pelan, "Kita nikahnya juga baru beberapa hari, kalau ibu maksa terus aku gak mau angkat telpon dari ibu lagi. Wassalamu'alaikum," ucap Athar yang langsung memutuskan sambungan teleponnya.
Ia menghela nafas berat, ibunya memang selalu pintar membuatnya bad mood. Ia butuh pelampiasan namun ia tak tahu harus kemana dan ngapain, yang ada dalam pikirannya ia mengambil buku yang masih ia baca dimeja nakas dan membacanya sampai ngantuk.
Namun, dunia Athar berbeda sekarang ...
Azmi masuk kekamarnya, ia tak langsung tidur melainkan kekamar mandi. Suara gemericik air terdengar dari dalam, juga suara istrinya itu yang cerewet.
Athar memejamkan matanya, telinganya bergerak merasa terganggu, bibir istrinya itu emang tak bisa di lem disaat ia tengah bersantai.
Klek
Pintu kamar mandi dibuka dengan kasar membuat Athar makin risih juga.
"Mas Athar, beliin aku roti paha aku lupa membelinya tadi siang," pinta Azmi sambil memegang perutnya yang mules.
"Roti apa itu? makanan baru kah," tanya Athar melirik Azmi dengan kedua alis bertaut.
"Beliin aja di supermarket terdekat, bilang kekasirnya beli roti paha ukuran reguler, super, sama overnight," pinta Azmi sambil meregangkan 3 jari. Telunjuk, tengah dan manisnya yang artinya membeli 3 ukuran.
"Roti juga ada ukurannya," Athar menggerutu.
"Udah, mas beliin aja. Keburu keluar banyak," gertak Azmi tak sabaran.
Athar menutup bukunya, ia beranjak dari tempat tidurnya yang empuk, meraih dompetnya dan pergi sebelum istrinya berubah menjadi singa Amerika. Ia pun pergi keluar sementara Azmi menunggunya.
....
Tak butuh waktu yang lama, setelah mengendarai motor honda-nya Athar pun sampai di supermarket terdekat di komplek rumahnya. Ia langsung masuk dan berjalan menuju kasir.
Disana ia tak sengaja berpapasan dengan tetangganya yang juga berbelanja di toko besar tersebut. Pasangan suami istri itu terkenal harmonis di kompleknya, tak pernah ada rumor atau keributan selama ia tinggal di perumahan tersebut.
Pasangan tersebut tengah membayar belanjaan bulanan mereka, pasutri itu selalu berduaan bak pengantin baru, yang kadang membuat pasangan lain iri.
"Eh, Bapak Dosen. Belanja disini juga, ya," sapa suami dari pasangan tersebut.
Athar tersenyum dan mengangguk, "Iya, Mas."
"Ada yang bisa saya bantu, pak?" tanya kasir wanita.
"Iya, mba. Saya ingin beli roti paha tiga, ukuran reguler, super dan overnight," ujar Athar yang membuat kasir wanita tersebut tersenyum.
"Tunggu sebentar, ya pak," ucap kasir tersebut yang langsung pergi mencari.
Istri dari pasangan tadi merasa terharu, melihat suami tetangganya begitu romantis. Bukankah tidak semua suami mau membelikan kebutuhan khusus wanita itu, apalagi kalau saat butuhnya mendadak.
"Pak Dosen romantis banget, ya. Kebutuhan bulanan istrinya saja dibeliin, gak kaya suami saya," ujar istri tetangganya tersebut, melirik pada suaminya dengan bibir cemberut.
"Kamu boleh minta aku beliin apa aja, mah. Asal jangan nyuruh beliin itu," tegas suaminya membela diri, "Yang penting, kan. Aku anterin kamu kemana saja," bujuknya.
Suami istri itu kembali akur dengan cara yang singkat, Athar yang melihatnya cukup kagum. Ingin seperti itu agar rumah tangganya dengan Azmi awet sampai tua, namun mengingat istrinya yang mirip singa ia menelan ludahnya sendiri.
"Cantik sih, tapi koplak," gumam Athar tentunya dalam hati.
Pasangan itu pergi dan berpamitan dengannya untuk pulang lebih dulu, tak lama kasir pun datang dan menaruh barang yang dimaksud pelanggannya. Athar mengerutkan keningnya, ia sangat merasa tak membeli barang tersebut ia hanya beli roti paha tiga ukuran.
"Mbak, saya kan, beli roti paha bukan pembalut," ucap Athar niatnya meralat, mungkin si mbak kasirnya itu lupa.
"Iya, pak. Roti paha itu pembalut, bukan roti yang biasa dimakan," kasir laki-laki yang menjawabnya dengan tersenyum, ia yakin dari tampang bapak dosen tersebut pasti tak tahu maksud dari roti paha tersebut.
Hancur sudah image bapak dosen karena ulah istri sekaligus mahasiswinya, Athar memejamkan matanya lalu menatap dua kasir tersebut dengan senyum yang sangat canggung.
"Pantes, mas irfan gak mau belikan istrinya roti paha, ternyata aslinya pembalut," batin Athar merasakan malu yang teramat.
"Azmiiiii!" geramnya pelan.