Dendam Dan Cinta Tuan Mafia

Beberapa minggu berlalu, waktu terasa seperti berjalan lambat di ruang perawatan intensif itu. Suara mesin-mesin rumah sakit yang berdetak dan berdesing menjadi satu-satunya teman setia Aira dalam perjuangannya melawan maut. Tubuhnya terbaring lemah, nyaris tak berdaya, dengan berbagai selang dan kabel yang menempel di tubuhnya. Ia seperti terperangkap dalam dunia antara hidup dan mati, di mana kesadaran dan ketidaksadaran saling bergantian menghantuinya.

Setelah berhari-hari dalam kondisi koma akibat kecelakaan tragis yang menimpanya, sebuah keajaiban kecil akhirnya terjadi. Kelopak mata Aira perlahan bergerak, lalu terbuka, menampakkan sepasang mata yang sayu dan bingung. Cahaya lampu ruangan yang terang menyilaukan matanya, membuatnya mengerjap beberapa kali untuk menyesuaikan diri.

Pandangannya tertuju pada sosok pria yang berdiri di samping ranjangnya. Pria itu memiliki wajah yang asing, sama sekali tidak dikenalnya. Siapakah dia? Mengapa ia berada di sini? Apakah ia adalah salah satu dokter atau perawat yang merawatnya? Atau mungkinkah ia adalah seseorang dari masa lalunya yang telah lama terlupakan?

Sebuah harapan kecil tiba-tiba muncul di benaknya. Mungkinkah pria itu adalah Dimas? Mungkinkah Dimas akhirnya menyadari kesalahannya dan datang untuk menjenguknya? Mungkinkah Dimas ingin meminta maaf dan memperbaiki pernikahan mereka yang telah hancur berantakan?

Aira mencoba menggerakkan bibirnya untuk berbicara, namun tenggorokannya terasa kering dan sakit. Ia mengerahkan seluruh kekuatannya untuk mengeluarkan suara, meskipun hanya berupa bisikan lirih.

"Si... siapa... kau?" tanyanya, dengan suara yang hampir tidak terdengar.

Pria itu mencondongkan tubuhnya ke arah Aira, mencoba mendengar apa yang dikatakannya. Ia menatap Aira dengan tatapan yang sulit diartikan, seolah sedang berusaha membaca pikirannya.

Setelah beberapa saat, pria itu akhirnya menjawab pertanyaannya. Namun, jawabannya bukanlah yang diharapkan Aira.

"Kau sudah sadar?" tanya pria itu, dengan nada datar dan tanpa ekspresi.

Aira mengerutkan keningnya, merasa bingung dan kecewa. Pria itu tidak menjawab pertanyaannya, malah mengajukan pertanyaan lain. Ia semakin yakin bahwa pria itu bukanlah Dimas. Dimas tidak akan pernah bersikap sedingin dan sedatar ini padanya.

Aira kembali mencoba berbicara, namun kali ini ia tidak mampu mengeluarkan suara apa pun. Ia merasa lelah dan lemah. Ia hanya bisa menatap pria itu dengan tatapan memohon, berharap ia akan menjelaskan siapa dirinya dan mengapa ia berada di sini.

Namun, pria itu tidak mengatakan apa pun lagi. Ia malah berbalik dan berjalan menuju pintu, lalu menghilang di balik lorong rumah sakit yang panjang dan sepi.

Aira merasa semakin bingung dan frustrasi. Mengapa pria itu pergi begitu saja? Mengapa ia tidak menjelaskan siapa dirinya? Apakah ia menyembunyikan sesuatu darinya?

Saat pria itu pergi, Aira menyadari bahwa ia sendirian di ruangan itu. Ia merasa takut dan cemas. Ia ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi padanya. Ia ingin tahu mengapa ia berada di rumah sakit. Ia ingin tahu di mana Dimas.

Dengan sisa tenaga yang ada, Aira mencoba mengingat kejadian sebelum ia kehilangan kesadarannya. Ia ingat, ia sedang mengemudi dalam kondisi hujan lebat. Ia ingat, ia merasa sangat marah dan sedih. Ia ingat, ia tidak bisa mengendalikan mobilnya dan menabrak sesuatu.

Sebuah kilatan kesadaran tiba-tiba melintas di benaknya. Ia ingat, ia telah mengalami kecelakaan mobil yang serius. Ia ingat, ia telah berada dalam kondisi koma selama beberapa minggu. Ia ingat, hidupnya telah berubah drastis dalam sekejap mata.

Aira merasa sedih dan putus asa. Ia tidak tahu apa yang akan terjadi padanya setelah ini. Ia tidak tahu bagaimana ia akan menjalani hidupnya setelah semua yang telah terjadi. Ia merasa seperti kehilangan segalanya, kehilangan cinta, kepercayaan, dan harapan.

Tak lama kemudian, seorang dokter dan beberapa perawat memasuki ruangan. Mereka menghampiri Aira dan mulai memeriksa kondisinya. Aira hanya bisa menatap mereka dengan tatapan kosong, tidak tahu apa yang harus ia katakan atau lakukan. Ia merasa seperti orang asing di dunia ini, tidak memiliki tujuan atau arti apa pun.

Bersambung...