Entah kesalahan apa yang Malea lakukan, sehingga dia harus menerima konsekuensi dari ibunya. Sebuah pernikahan paksa, jodoh yang sang ayah wariskan, justru membawanya masuk dalam takdir yang belum pernah ia bayangkan.
Dia, di paksa menikah dengan seorang pengemis terminal. Tapi tak di sangka, suatu malam Malea mendapati sebuah fakta bahwa suaminya ternyata??
Tak sampai di situ, dalam pernikahannya, Malea harus menghadapi sekelumit permasalahan yang benar-benar menguras kesabaran serta emosionalnya.
Akankah dia bisa bertahan atau memilih berpisah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Andreane, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
11
Genap dua minggu aku menganggur dan hanya tinggal di rumah saja.
Sesekali aku menyiram tanaman sayur yang bisa ku panen setiap hari. Tidak banyak, tapi cukup di masak untuk makan satu hari. Selain berkebun, ternyata ada kolam ikan lele, Nila, dan gurame. Ada juga pelihara ayam.
Tadinya aku sama sekali tak ingin melihat halaman belakang, apalagi ikut berkebun, tapi melihat begitu asiknya Arga merawat tanaman-tamanannya, juga hewan peliharaannya setiap pulang bekerja, aku jadi penasaran dan sepertinya memang tidak masalah aku turut membantu. Toh ini untukku juga, aku bisa terhibur karena lambat laun aku merasa nyaman mengurus tanaman-tanaman sayuran itu, selain itu aku juga bisa lebih hemat.
Bagiku sekarang uang seratus ribu sangat berarti. Kadang dalam sehari uang pemberian Arga itu utuh, sebab aku masak dari hasil kebun. Uang tersebut jadi bisa ku kumpulin dan bisa aku pakai untuk jatah skincareku, sementara tak lupa aku menyisakan dua puluh ribu untuk tabungan jaga-jaga, dan akan aku laporkan pada pria yang bergelar suamiku.
Ngomong-ngomong sudah dua bulan lebih aku menjadi istrinya, aku cukup tahu makanan yang dia suka.
Pecel lele, dan ayam goreng kampung. Selain dua menu itu, dia tak begitu suka. Apalagi dengan ayam lehor, setiap kali aku masak itu, jangankan memakannya, menyentuhnya saja tidak. Dan sambal tomat berikut lalab nya harus selalu ada di meja makan.
Benar-benar kehidupan yang sangat sederhana, dan aku sudah mulai menikmatinya.
Aku rela meninggalkan dunia glamour beserta teman-temanku, aku bilang pada mereka bahwa sekarang hidupku cukup memprihatinkan. Bukan tanpa alasan aku menceritakan nasibku yang sekarang, itu karena aku ingin tahu seberapa pedulinya teman-temanku terhadapku.
Kini aku tahu, mereka mau berteman denganku bukan karena siapa aku, tapi karena banyaknya uangku. Lebih baik punya teman satu, tapi mengerti dan menerima apa adanya, dari pada memiliki banyak teman karena ada sesuatu yang aku miliki.
Tiba-tiba suara teriakan anak-anak kecil menggema di telingaku. Mereka adalah anak-anak yang tinggal di sekitar sini, menjadi tetanggaku di sini.
"Kak Malea, ada yang nyariin kakak" Itu kata anak bernama Dian. Anaknya Bu Sutami.
"Iya kak, ada dua orangnya cantik-cantik" Lanjut Zaskia. Anaknya bu Ira.
"Siapa, ya?"
"Nggak tahu kak, kata mama mungkin temannya kak Malea, terus mamahku minta kita buat nyari kak Malea, siapa tahu ada di belakang"
"Makasih, ya" Ucapku akhirnya.
"Sama-sama kakak" Sahut mereka kompak.
Aku bangkit sambil bertanya-tanya.
"Siapa? Perasaan nggak ada satu temanku yang tahu aku tinggal di sini" Lirihku, lalu bangkit seraya melepas sarung tangan.
Dengan langkah lebar aku memasuki rumah lewat pintu belakang, lalu berjalan menuju ruang tamu.
Dari jendela aku bisa tahu kalau wanita itu Akila dan liona, teman sekantorku.
Ragu-ragu aku membukakan pintu.
Sebenarnya malas menemuinya, karena dua wanita itu termasuk teman yang terkenal julid pada siapa saja, apalagi pada seseorang yang di anggapnya saingan.
"Akila, Liona?" Sapaku.
Dua wanita di depanku kompak menelisik tubuhku dari atas hingga kaki, lalu balik lagi dari kaki hingga kepala.
"Malea, ternyata benar, kamu tinggal di sini?" Tanya Akila seperti jijik menginjakkan kaki di rumahku.
"Iya, kenapa?"
"Apa juga benar berita yang beredar di tetangga rumah orang tuamu, kalau kamu sudah menikah dan suamimu seorang pengemis? Atau pemulung di pasar?" Kali ini pertanyaan itu keluar dari mulut Liona.
"Mau masuk, atau di sini saja?" Tanyaku mengabaikan perkataan wanita berpakaian kantoran.
"Di sini saja kali ya, soalnya nggak banget kalau harus duduk di kursimu itu" Liona mengatakan itu sembari melirik ke dalam ruang tamu.
"Okay, duduklah!" Ku persilakan mereka duduk di kursi panjang yang ada di depan rumah.
"Makasih, tapi sepertinya nggak perlu" Jawab Liona.
"Baik, sekarang katakan ada keperluan apa kamu ke rumahku?"
"Begini Lea" Kata Akila memulai "Aku dan Liona di utus sebagai panitia penyelenggara untuk reuni SMA Bina Mandiri oleh perusahaan. Kita tahu kalau SMA itu adalah sekolah kamu dulu, jadi kami mengundangmu secara khusus. Pastinya kamu sudah mendengar soal reuni itu, kan? Dan ini undangan khusus buat kamu"
"Ini undangan dari pihak perusahaan atau dari pihak sekolah?" Aku menerima sodoran undangan dari tangan Liona.
"Ini undangan resmi dari perusahaan. Perusahaan tahu kalau kamu alumni SMA Bina Mandiri, jadi kami meminta bantuanmu untuk turut mempromosikan produk-produk sparepart dari perusahaan kepada teman-teman kamu. Berhubung kamu pernah bekerja pada kami, jadi kami sangat meminta bantuan kamu" Ujar Liona.
"Tenang saja Malea, ada harga untuk ini kok" Sambar Akila cepat.
"Kenapa meminta bantuanku, ku sudah tidak memiliki hubungan apapun dengan perusahaan"
"Memang iya, si. Tapi kami hanya minta bantuanmu saja kok, dan ini nggak gratis, kamu akan dapat bayaran untuk itu"
Aku berkata dalam hati.
Seenaknya saja, kemarin perusahaan memecatku tanpa alasan, dan sekarang dengan tidak tahu malunya mereka meminta bantuanku. Orang berduit memang bisa melakukan apapun.
"Gimana Malea? Kamu bersedia, kan? Lumayan bayarannya loh, bisa buat beli kursi baru rumah kamu" Ucap Akila dengan nada merayu.
"Memangnya berapa bayarannya?" Tanyaku.
"Lima juta, dan nanti akan ada tambahan lagi jika penjualan pada saat reuni mencapai terget hingga 70%"
"Kenapa pihak perusahaan memintaku untuk mempromosikannya, padahal setahuku penjualan mereka selalu memenuhi target"
"Kamu nggak tahu kalau otomotif techno sempat bangkrut, makannya kamu kena PHK? Sekarang pemimpin kita bukan lagi pak Hendrik, kini perusahaan itu sudah di ambil alih oleh adik iparnya"
"Bukan urusanku!" Celetukku. "Mau perusahaan itu ganti pemimpin, mau bangkrut, atau jaya lagi, aku nggak mau tau. Maaf, aku nggak bisa" Tolakku tanpa berfikir. Sejujurnya masih sakit hati atas pemecatan itu padaku.
"Maksud kamu, kamu menolak lima juta yang aku bawa ini, Malea?" Tanya Liona, dimana sepasang matanya di hiasi bulu mata palsu.
"Mungkin aku akan datang ke acara itu, tapi bukan untuk mempromosikan produk dari perusahaanmu, hanya sebagai tamu alumni saja"
"Ckckck... Sombong sekali kamu Lea, hidup sudah miskin begini, sudah jadi orang susah, sok-sokan menolak uang lima juta. Nggak ada otak kamu, Malea"
"Jaga bicaramu, Akila, atau video mu berciuman dengan pak Hendrik akan viral. Jangan lupa, aku masih punya videonya"
"Kamu mengancamku?" Sepasang mata Akila menajam.
"Aku cuma memperingatkanmu saja. Sekali lagi kamu menghinaku, satu jentikan jariku bisa menghancurkan karirmu, karena sekarang pak Hendrik sudah bukan lagi pemimpin di perusahaan tempatmu kerja, dia tidak bisa lagi melindungimu, pemimpin baru pasti nggak mau memiliki karyawan sepertimu, apalagi pemimpin barunya adalah adik iparnya" Bibirku tersungging. "Kamu pasti akan kena pecat"
"Sudah miskin masih belagu, awas saja kalau kamu berani viralin video itu, aku tidak akan tinggal diam"
"Kalau begitu diamlah dan jangan merendahkanku jika kamu masih ingin selamat" Sahutku tak mau kalah.
"Sudah sudah, kalau dia nggak mau ya sudah" Ucap Liona, menenangkan temannya.
"Okay kalau kamu tidak bersedia nggak apa-apa, tapi ingat jangan pernah kamu menjelekkan perusahaan kami pada teman-teman SMA kamu" Tambah Liona dengan tegas .
"Memangnya apa untungnya buat aku, aku kasih tahu sama kamu, aku sudah tidak memiliki hubungan kerja dengan perusahaan itu, jadi jangan libatkan aku untuk mencari keuntungan sepihak"
"Keuntungan sepihak kata kamu?" Akila meradang. "Kamu dapat bayaran, keduanya sama-sama di untungkan"
Reflek aku melipat kedua tanganku di dada sambil berkata. "Apa pemimpin baru kalian yang menyuruh kalian untuk mendatangiku? Memintaku mempromosikan produk kalian?"
"B-bukan Malea, ini inisiatif kita sendiri, karena hanya kita yang tahu kamu lulusan SMA Bina Mandiri" Liona seperti ketakutan sendiri. "Kami pikir kami bisa meminta bantuanmu, tapi ya sudah lah"
"Iya, iya, karena jika aku bersedia, kalian yang akan dapat bonus besar hingga jalan-jalan ke luar negri jika penjualannya meledak, iya kan?"
"Memangnya kamu siapa sok hebat, kamu hanya orang yang sudah tidak kaya lagi, kamu miskin dan suamimu pengemis" Desis Akila. "Orang miskin mending tutup mulut, nggak usah banyak koar-koar, nggak guna, tahu!!"
Fyuuhh. Ternyata seperti ini rasanya hidup di kalangan orang miskin. selalu mendapat hinaan, cacian, dan cemoohan. Padahal selama aku jadi orang kaya, aku tidak pernah merendahkan siapapun.
Bersambung
masih pengen di peyuk2 kan sama Arga
hormon bumil tuh Dede utunya masih pengen di manja2 sama ayah nya,,
kebat kebit ga tuh hati kmau
Ayo thor lanjut lagi yg byk ya...penanasaran bgt kelanjutannya...
kenapa ga jujur aja seh.
tapi Lea takut ngomongnya,takut ga di akui sama mas arga
ayo Lea jujur aja aaah bikin gemes deeh