NovelToon NovelToon
Embers Of The Twin Fates

Embers Of The Twin Fates

Status: sedang berlangsung
Genre:Romansa Fantasi / Action / Romantis / Fantasi / Epik Petualangan / Mengubah Takdir
Popularitas:7.3k
Nilai: 5
Nama Author: ibar

di dunia zentaria, ada sebuah kekaisaran yang berdiri megah di benua Laurentia, kekaisaran terbesar memimpin penuh Banua tersebut.

tapi hingga pada akhirnya takdir pun merubah segalanya, pada saat malam hari menjelang fajar kekaisaran tersebut runtuh dan hanya menyisakan puing-puing bangunan.

Kenzie Laurent dan adiknya Reinzie Laurent terpaksa harus berpisah demi keamanan mereka untuk menghindar dari kejaran dari seorang penghianat bernama Zarco.

hingga pada akhirnya takdir pun merubah segalanya, kedua pangeran itu memiliki jalan mereka masing-masing.

> dunia tidak kehilangan harapan dan cahaya, melainkan kegelapan itu sendiri lah kekurangan terangnya <

> "Di dunia yang hanya menghormati kekuatan, kasih sayang bisa menjadi kutukan, dan takdir… bisa jadi pedang yang menebas keluarga sendiri <.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ibar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Takdir Kekaisaran Laurent

Pada malam hari di Sapphire Moon terasa terlalu damai bagi diriku yang telah kehilangan segalanya.

Rava dan Liera sudah masuk ke kamar masing-masing, sedangkan aku duduk sendirian di dekat jendela—memandang lampu-lampu kota Elyndor yang berkelip seperti kunang-kunang raksasa.

“Besok… aku harus mulai melangkah lagi,” bisikku lirih.

Namun bahkan ketika aku mencoba memejamkan mata, bayangan-bayangan masa lalu kembali menggerogoti tepi kesadaranku. Api. Suara logam beradu. Jeritan yang berkumandang dari dinding istana kembali menghantui pikiranku.

Meskipun aku berusaha menekan semuanya, kenangan itu selalu kembali menjadi luka yang menolak sembuh.

Akhirnya aku memutuskan tidur lebih cepat. Tapi tidurku dangkal, tidak tenang… seperti jantungku masih dibayang-bayangi sesuatu yang belum selesai.

PAGI HARI KOTA ELYNDOR

Udara pagi di kota Elyndor terasa segar, berbau kayu basah dan roti panggang dari toko yang berjejer di pinggir jalan. Rava menghampiriku sambil menguap lebar.

“Pagi, Kenzie. Kamu kelihatan kurang tidur.”

Aku tersenyum samar. “Semalam aku mimpi buruk hingga membuat tidurku kurang nyenyak”

Liera menyusul dari belakang. “Selamat pagi! Hei, sebelum pengumuman murid baru besok, bagaimana kalau kita jalan-jalan dulu? Kita masih punya banyak waktu, dan ibu kota ini sangat indah, sayang kalau cuma dilewatin begitu saja!”

"kalau begitu ayo kita pergi melihat sekeliling kota ini, bagaimana menurutmu Kenzie?." kata rava bertanya padaku

Aku tak bisa menolak ajakan mereka, bagaimana lagi aku harus mengikuti ajakan mereka.

"Baiklah aku tak ada pilihan lain, ayo kita pergi" kataku mengajak mereka berdua

Kami pergi berjalan melewati keramaian. Ada pedagang rempah, pandai besi yang sibuk menempa, dan anak-anak kecil yang berlarian membawa layang-layang kecil berbentuk phoenix. Rasanya… hampir damai. Seolah dunia pernah aku rasakan sebebas ini.

Ibu kota Elyndor di pagi hari tampak hidup, jika boleh jujur. Riuhnya membuat hatiku makin penuh, seperti ada sedikit kebahagiaan kecil didalam diriku.

Rava terlihat begitu antusias dan tersenyum melihat toko-toko kecil yang menjual aneka barang, sementara Liera ribut sendiri melihat jajanan manisan.

“Ayo lihat ini! Ayo lihat itu!”

Mereka berdua seperti anak kecil.

Namun kedamaian seperti itu sudah lama hilang dari hidupku.

Saat kami kembali ke penginapan menjelang siang, aroma sup panas dan daging panggang menyambut kami di lantai bawah Sapphire Moon. Ada banyak orang duduk sambil makan, mulai dari para petualang, pekerja, dan para pendekar dari sekte-sekte tak terkenal di sekitar Elyndor.

Aku tak mengira bahwa di tempat inilah, aku akan melangkah maju menuju ketujuanku yang akan kembali menghantam dengan kejam.

Sesaat setelah kami duduk, seorang pria tua mengenakan jubah lusuh naik ke panggung kecil di tengah restoran. Topi bulatnya miring ke samping, dan ia membawa tongkat kayu panjang penuh ukiran naga.

Rava menyenggolku. “Oh, itu Taoist Pendongeng. Aku mendengar dari orang-orang katanya cerita-ceritanya bagus.”

Aku hanya mengangguk.

Pria itu menatap seluruh ruangan dengan mata tajam yang tampak sudah terlalu sering melihat tragedi.

“Para pelancong,” katanya dengan suara dalam, “hari ini aku akan menceritakan kisah… runtuhnya Kekaisaran Laurent.”

Jantungku langsung berhenti berdetak sejenak.

Aku hampir bangkit berdiri, namun lututku seperti membeku di tempat.

Taoist itu mulai mengayun tongkatnya perlahan.

KISAH YANG TAK PERNAH KUINGINKAN UNTUK DI DENGAR

“Tujuh tahun lalu,” suara sang pendongeng menggema, “api berkobar dari empat penjuru istana. Monster-monster berwujud bayangan menerobos dinding-dinding emas Laurent. Mereka datang bukan dari dunia kita… melainkan dari celah yang dibuka oleh seseorang… seseorang yang mengkhianati sang kaisar.”

Aku mengepalkan tangan di bawah meja.

Zarco D’Vareth.

Nama itu saja mampu membuat darahku mendidih.

“Tapi sebelum monster-monster itu menerjang, kekacauan itu diawali dengan serangan di gerbang utama istana, dan memperlihatkan sebuah duel hebat berlangsung,” lanjut sang pendongeng. “Duel antara Kaisar Valerius Laurent… dan sahabatnya sendiri, pelindung bayangan kekaisaran—[Sang malam abadi] Zarco D’Vareth.”

Hatiku seperti diremas dari dalam.

“Pertarungan itu… aku melihatnya sendiri.”

Pendongeng itu menunjuk dadanya.

“Aku berada di halaman keempat istana. Tepat di bawah balkon tempat kedua legenda itu saling mengayunkan pedang.”

Rava dan Liera menatap tajam ke arah Taoist itu, terpesona oleh ceritanya. Sementara aku…

Aku ingin pergi.

Tapi tubuhku tak bisa bergerak.

“Ketika kaisar bertanya ‘Zarco… mengapa?’,” lanjut sang Taoist, “Zarco hanya menjawab dengan senyum getir:

‘Karena aku muak denganmu, Valerius. Aku telah merencanakan semua ini sejak lama”

Suara itu menggema di telingaku seperti petir.

Pendongeng itu mengayun tongkatnya.

“Badai energi gelap meledak dari tubuh Zarco. Sayap bayangan membentang di belakangnya. Kaisar Valerius menahan serangan itu dengan pedang emasnya—namun perlahan-lahan terdorong mundur.”

Aku menggigit bibir sampai terasa asin.

“Di sisi lain,” lanjutnya, “dua penjaga kekaisaran Arvendel Lauris dan Vargan Kael mempertahankan gerbang timur dan barat dari serangan monster.”

“Arvendel bertarung dengan cahaya abadi miliknya… sementara Vargan melindungi para warga dengan tameng bayangan miliknya. Namun jumlah monster terlalu banyak.”

Desahan ngeri muncul dari para pelanggan.

“Dan pada akhirnya,” suara Taoist itu melemah, “Kekaisaran Laurent… runtuh.”

"Sang kaisar yang telah mencapai batasnya kini menggunakan semua kekuatannya untuk melindungi kedua istrinya yang menjadi target empuk bagi Zarco.." Suara taoist itu terdengar putus asa, "Hingga akhirnya sang kaisar dan kedua istrinya mati menegaskan akibat serangan tersebut"

Semua orang menelan ludah.

Aku menunduk. Keringat dingin menetes di pelipisku.

Tanganku gemetaran tanpa bisa kukendalikan.

Semua isi cerita itu… menamparku kembali dengan brutal.

“Zarco D’Vareth,” bisik sang pendongeng, “adalah pengkhianat terbesar sepanjang sejarah Laurent.”

Ruangan tiba-tiba sunyi. Tak ada suara selain napas tegang semua orang.

“Begitulah akhir dari era Valerius Laurent…”

Aku tak bisa mendengar lebih lanjut.

PERGI

Tanpa sadar aku bangkit dari kursi.

“Ken—Kenzie?!” seru Rava.

“Kau mau ke mana?” tanya Liera bingung.

Aku hanya menjawab cepat, “Aku… aku butuh udara.”

Suaraku serak. Terdengar aneh bahkan untuk diriku sendiri.

Aku berjalan cepat keluar dari restoran. Setiap langkah terasa berat. Rasanya seperti ada sesuatu yang menekan dadaku dari dalam, membuatku sulit bernapas.

Aku tak berhenti berjalan sampai aku menyadari bahwa diriku berjalan keluar kota, melewati gerbang kota Elyndor, menuju hutan sunyi di sebelah timur.

Di sana… akhirnya aku bisa bernapas.

Aku berdiri di bawah pohon-pohon tinggi yang diterpa angin sore. Sinarnya merambat di antara dedaunan seperti garis-garis tipis emas.

Namun tidak ada keindahan yang tersisa untukku saat ini.

Aku mencabut pedangku.

“Zarco…” gumamku.

Kulontarkan ayunan pertama.

Pedangku menghantam udara, membelah angin dengan suara tajam.

“Aku akan… membalas semua itu…”

Ayunan kedua.

Ketiga.

Keempat.

Aku mengayun tanpa henti. Setiap gerakan dipenuhi kemarahan. Kebencian. Ketidakberdayaan.

“Aku harus kuat… harus…”

“Jika tidak… aku tidak akan pernah bisa membalaskan dendam ini…”

“Aku tak akan pernah bisa melindungi mereka yang berada disisiku…”

Ayunan pedang berikutnya mengguncang lenganku.

Namun aku terus mengayun…

mengayun…

dan mengayun…

“Zarco D’Vareth…”

“Suatu hari… aku akan membuatmu membayar semuanya…”

Dadaku terasa sesak, tapi aku tidak berhenti.

Air mata yang sudah lama kutahan akhirnya jatuh.

“Kalau pedangmu terus bergetar begitu…”

suara lembut terdengar dari balik pepohonan,

“…kau hanya akan melukai dirimu sendiri, Kenzie.”

Aku langsung menoleh. Melihat kearah suara itu

Dia berdiri di balik pohon, menatapku dengan sorot yang sulit kubaca.

Ternyata dia sudah lama di sana.

Mengamati.

Menyimak semuanya.

Dia tidak mendekat.

Hanya memandangiku… dengan tatapan yang tidak menghakimi.

Entah kenapa… itu lebih menusuk daripada penghakiman.

Kemudian.....

Wulan berjalan perlahan keluar dari balik bayangan pepohonan. Rambut merah mudanya diterpa angin, mata birunya seperti kaca jernih.

“Apa… yang kau lakukan di sini…?” tanyaku terengah.

Ia tidak menjawab.

Ia hanya berjalan mendekatiku, menatapku seolah sudah mengetahui segalanya.

“Aku memperhatikanmu sejak tadi,” katanya akhirnya. “Kemarahanmu… bahkan bisa kurasakan dari jauh.”

Aku terdiam.

Wulan berada beberapa langkah dariku.

“Siapa Zarco D’Vareth bagimu, Kenzie? Mengapa kau terlihat… begitu hancur ketika namanya kau sebut?”

Aku memejamkan mata. Nafasku berat.

Ini pertama kalinya seseorang menanyakan hal itu secara langsung.

Wulan menatapku tanpa menghakimi, tanpa menekan, hanya… menunggu.

Dengan suara nyaris pecah, akhirnya aku membalas:

“Karena… Zarco D’Vareth adalah orang yang menghancurkan segalanya di dalam hidupku.”

Aku menunduk.

Jari-jari tanganku menggenggam pedang dengan gemetar.

“Dan… dia adalah orang yang membunuh ayahku.”

Wulan terdiam.

Angin berhenti sejenak.

Daun-daun berguguran perlahan, seakan ikut menyimak.

Ia akhirnya berkata pelan:

“Kenzie… Ada hubungan apa kau dengan kekaisaran Laurent?.."

apakah kau pangeran dari kekaisaran laurent yang telah hancur itu?” katanya sambil menatapku

Aku enggan berbicara tapi Wulan menunggu jawaban dariku

"Kenzie Laurent.... Jawab aku!..."

Aku mengangkat wajah, menatapnya dengan mata memerah.

Dan untuk pertama kalinya—

aku siap menceritakan semuanya.

1
أسوين سي
💪💪💪
أسوين سي
👍
{LanLan}.CNL
keren
LanLan.CNL
ayok bantu support
أسوين سي: mudah-mudahan ceritanya bagus sebagus Qing Ruo
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!