Menikah sekali seumur hidup hingga sesurga menjadi impian untuk setiap orang. Tapi karena berawal dari perjodohan, semua itu hanya sebatas impian bagi Maryam.
Di hari pertama pernikahannya, Maryam dan Ibrahim telah sepakat untuk menjalani pernikahan ini selama setahun. Bukan tanpa alasan Maryam mengajukan hal itu, dia sadar diri jika kehadirannya sebagai istri bagi seorang Ibrahim jauh dari kata dikehendaki.
Maryam dapat melihat ketidaknyamanan yang dialami Ibrahim menikah dengannya. Oleh karena itu, sebelum semuanya lebih jauh, Inayah mengajukan agar mereka bertahan untuk satu tahun ke depan dalam pernikahan itu.
Bagaimana kelanjutan pernikahan mereka selanjutnya?
Ikuti kisah Maryam dan Ibra di novel terbaru "Mantan Terindah".
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lailatus Sakinah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tamu Tak Diundang
Ibra segera mengambil bantal sofa yang ada didekatnya, dilemparkannya ke arah Malik, Ahsan dan Zayn.
Bugh
Bugh
Bugh
"Kamu kenapa turun?" Ibra buru-buru memburu Maryam yang masih berdiri mematung di tengah-tengah tangga.
"Akang, aku kira gak ada tamu, maaf aku ..."
"Hey hey hey ...mau kemana? Sini gabung sama kita. Ih kamu cantik banget sih, sumpah aku gak nyangka di balik cadar yang kamu pakai ada keindahan yang begitu memukau." baru saja Maryam berbalik untuk kembali ke kamarnya, Sabrina datang menghampiri.
"Sa, dia mau ke kamarnya dulu .."
"Ngapain? Pake cadar? Gak usahlah, gak apa-apa ya, kan kita semua udah jadi keluarga juga. Lagian aku heran waktu tahu Mas Ibra nikah sama yang bercadar, bukannya dulu Mas Ibra gak begitu suka sama gadis bercadar?" Sabrina berkata tanpa jeda membuat Ibra tak berdaya membalasnya.
Maryam pasrah, dia ikut kemana Sabrina membawanya. Ibra pun berjalan lesu mengikuti dua wanita itu.
"Aku Sabrina, ini pertana kali bertemu, waktu kamu sama Mas Ibra nikah aku dan Abang Zayn gak bisa datang. Habisnya acara pernikahan kalian mendadak sih."
"Sayang, kayaknya Maryam capek denger kamu bicara terus " tegur Zayn, istrinya itu kalau sudah bicara pasti susah di rem, tapi dia begitu menyayangi istrinya. Semua orang pun tergelak mendengar ucapan Zayn.
"Iih sayang, kamu kok gitu, aku kan lagi mengekspresikan perasaan bahagia aku ketemu Maryam." Sabrina merajuk. Dia kembali berbicara pada Maryam yang hanya ditanggapi oleh Maryam dengan anggukan kepala dan senyuman. Sabrina tak memberinya celah untuknya berbicara.
Bugh ...
Bantal sofa kembali melayang ke arah Ahsan yang sejak tadi terus memandangi Maryam.
"Issh apa-apaan sih kamu." kaget Ahsan.
"Jaga matanya dong. Dia istri orang " tegur Ibra.
"Haha .... Posesif!" celetuk Ahsan,
"Tuh si Malik yang harus kamu timpuk mah." Ahsan menunjuk Malik yang tengah menopang dagu memandangi Sabrina dan Maryam yang tengah mengobrol, tepatnya Sabrina yang banyak bicara.
"Hahaha ... Cemburu dia" ejek Malik yang dibalas tatapan tajam Ibra.
"Aku cuman lagi mengingat-ingat, sepertinya aku pernah bertemu kamu deh." Ucap Ahsan, mengerutkan keningnya, dia tengah mengingat dimana pernah bertemu dengan Maryam sebelumnya.
"Betul Pak kita pernah bertemu." sahut Maryam sembari mengulum senyum karena ekspresi Ahsan yang tampak lucu mengingat-ingat momen pertemuan mereka.
"Kan bener kita pernah bertemu. Tapi waktu itu kamu tidak bercadar kalau gak salah."
"Betul Pak." sahut Maryam lagi.
"Kita pernah bertemu di acara kampus. Waktu itu Bapak menjadi narasumber di acara yang diadakan kampus dan kebetulan saat itu saya sebagai moderatornya " Maryam pun menjelaskan pertemuan pertamanya dengan Ahsan.
"Oh iya, kamu Maryam Rengganis yang jadi moderator waktu seminar di kampus ya?" Ahsan berhasil mengingat semuanya.
"Pantesan kamu panggil saya Bapak di hari pernikahan itu, padahal yang saya tahu kita pertama kali bertemu ya di hari pernikahan kalian. Sampai-sampai aku ngaca dulu sebelum pulang, emang iyakah aku setua itu? Haha " tawa pun terdengar riuh disambung tawa teman-teman yang lainnya.
"Mulai sekarang jangan panggil Bapa lagi ya " pinta Ahsan,
"Iya Pak, eh..." balas Maryam membuat Malik kembali tertawa paling keras kali ini.
"Stelan muka lo emang Bapak-Bapak San." ejek Malik.
"Shiiit ...lo ya, suka bener kalau ngomong." canda Ahsan.
"Tapi sejak kapan dicadar?" Ahsan penasaran, yang Ahsan tahu Maryam Rengganis hanya berpakaian longgar dan berjilbab lebar saja, tanpa cadar.
Sekarang Ahsan ingat jika Maryam Rengganis adalah salah satu Mahasiswi berprestasi penerima beasiswa dari yayasan milik sepupunya. Selain prestasi yang bagus di bidang akademik, Maryam juga memiliki banyak prestasi non akademik selama di kampus.
"Masih baru Pak, waktu tahu mau dijodohkan, hhe ..." Maryam nyengir,
Ibra menoleh, dia baru tahu fakta itu. Dia juga terkejut dengan gaya bicara Maryam yang sesantai itu dengan Ahsan padahal selama ini Maryam tampak tidak senyaman itu ketika berbicara dengannya. Ibra tidak sadar justru karena sikapnya yang membuat Maryam bersikap demikian. Ada rasa cemburu yang tiba-tiba merasuk hatinya.
"Eh by the way, gamisnya cantik banget, kayak brand Maryam yang baru ya?" Liani mengalihkan pembicaraan, sejak tadi dia hanya menjadi pendengar pembicaraan suaminya da Maryam.
"Eh iya, ini kan emang gamis Maryam terbaru." Sabrina duduk bersebelahan dengan Maryam meraba lengan Maryam tepatnya meraga gamis yang dipakai Maryam berakhir di flat silver dengan tulisan Maryam Collection yang ada di ujung lengan gamis.
"Wah wah wah, keren kamu udah punya." sahut Liani sejujurnya.
"Eh tapi kan model ini baru akan diluncurkan minggu depan. Aku selalu mantengin kalau dia lagi live, tapi udah dua hari ini Mbak M gak live." Sabrina menimpali, dia adalah pecinta fashion. Hampir semua brand muslimah dia punya, akhir-akhir ini ada brand gamis baru yang membuatnya ketagihan untuk check out di aplikasi oren yaitu brand Maryam Collection.
"Ini ... Ini dari temen. " jawab Maryam singkat dan sedikit gugup, dia tidak ingin menjelaskan banyak hal tentang brand Maryam. Sejujurnya Maryam sedikit kaget saat mengetahui jika teman-teman Ibra ternyata suka bergabung di live jualannya.
Ibra menatap Maryam dengan tatapan tida terbaca, hal itu membuat Maryam sedikit resah.
"Kamu bilang mau masak untuk makan siang? Bi Ita sudah datang." Ibra memotong pembicaraan mereka, dia tahu Maryam sedikit tidak nyaman dengan pertanyaan sahabatnya itu.
"Oh iya, maaf ya saya tinggal sebentar. Silakan dilanjutkan mengobrol nya." Maryam pamit menuju dapur, dia heran saat suaminya mengatakan Bi Ita sudah ada di dapur padahal tadi pagi dia bilang jika ART nya itu disuruh libur.
Tidak butuh waktu lama, sajian makan siang dengan menu soto bandung dan pelengkap lainnya sudah tersaji di atas meja makan.
"Wow ... Makan mewah siang ini kita." seru Malik yang tidak bisa menyembunyikan kebahagiaannya saat melihat sajian akan siang yang terhidang di atas meja. Selama ini dia sudah sangat bosan dengan makanan siap saji atau resto, dia adalah penyuka masakan rumah dan dari aroma masakan yang terhidang sudah dapat ditebak jika masakan itu sesuai seleranya.
"Mari, silakan." Maryam mempersilakan tamu suaminya itu untuk turut menikmati makan siangnya.
"Segini Kang?" Maryam dengan telaten melayani suaminya, dengan senang hati Ibra pun menerimanya
"Masya Allah enaknya. Segeeeerrrr" seperti biasa Sabrina paling bisa dalam mengekspresikan dirinya.
"Iya, enak sekali." Liani menimpali,
"Bi Ita nanti aku minta resepnya ya, ini teh soto Bandung tapi rasanya ada yang lain dari soto biasanya." timpal Sabrina lagi, Bi Ita masih berada di sana menyiapkan puding buah yang baru di keluarkan dari kulkas atas permintaan Maryam.
"Itu Neng Maryam yang masak, Mbak. Saya mah hanya bantu-bantu motong sama nyuci sayurannya aja." jawab Bi Ita sejujurnya.
"Wah keren kamu Mar ..." puji Sabrina tulus, dia kembali menikmati makanannya.
"Alhamdulillah, hanya masakan ruahan aja Mbak."
"Tapi aku paling suka dengan masakan rumahan.'' Malik yang dari tadi fokus dengan makanannya turut bersuara dan berhasil membuat Ibra menghentikan makannya dan menatap tidak suka pada Malik.
"Hehe ...tenang Bro, tapi masakan bini lo emang asli enak banget, gue doyan." ucapnya lagi tanpa peduli dengan wajah Ibra yang semakin kesal. Teman-teman yang lainnya hanya tertawa melihat kelakuan keduanya.
Ting tong ..
Suara bel pintu terdengar, Bi Ita buru-buru ke depan untuk melihat siapa tamu yang datang.
"Assalamu'alaikum. Kalian ternyata di sini? Kenapa gak bilang-bilang kalau mau ke sini? Kalau aku gak ke kantor Ibra aku gak bakalan tahu kalau kau lagi sakit, Bra."
""Wa'alaikumsalam'' hanya Maryam yang menjawab sementara yang lain memilih diam dengan situasi yang terjadi. Hanya Malik yang tetap tak acuh melanjutkan makannya.
"Bra, kamu sakit apa? Yang dulu kabuh lagi? Mau aku buatkan bubur?"
makin nyut2tan hati ini,gmn ibra perasaan mu stlh tau semua yg kau lakukan tak dpt d sembunyikan dr istri,krn perasaan istri itu sangat peka.....
maryam semangat😭💪