Johanna Kate seorang gadis cerdas yang kehilangan ibunya pada usia muda. Yohanna sama sekali tidak mengetahui keberadaan ayahnya dan mengharuskannya tinggal bersama bibinya dan Nara. Selama tinggal bersama bibinya, Yohanna kerap mendapatkan perlakuan tidak baik.
Setelah lulus SMA, Yohanna diusir. Lima tahun kemudian, Bibi Yohanna berulah lagi. Demi membayar utangnya Hanna di paksa harus menikah dengan lelaki yang sama sekali tidak dikenalnya.
Bagaimana kisah selanjutnya. Apakah Johanna harus menikahi lelaki yang sama sekali tidak dikenalnya.
ikutin terus yuk....
Novel ke sebelas ☺️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ani.hendra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
HANNA TETAP DI HATINYA
💌 MUST GET MARRIED 💌
🍀 HAPPY READING 🍀
.
.
BEBERAPA HARI KEMUDIAN.
Untuk acara perpisahan kelas 12, semua siswa-siswi mempersiapkan sebaik mungkin. Hanna di tugaskan mendekorasi panggung dan mengatur kursi-kursi yang ada di depan panggung khusus di sediakan untuk tamu penting. Hanna sengaja memilih kursi futura yang di susun rapi dan elegan untuk tamu agar merasa nyaman. Panggung di buat di halaman sekolah. Setiap kelas diwajibkan untuk memberikan hiburan untuk mengisi acara perpisahan tersebut.
Albert nampak berlari memberikan payung kepada Hanna yang berdiri agak jauh dari panggung pentas.
"Astaga Han, wajahmu memerah." Kata Albert mengeluarkan sapu tangannya untuk menyeka keringat Hanna.
Dengan cepat Hanna menangkap tangan Albert untuk menghindar. Hanna merasa tidak nyaman, dia tidak ingin siswa-siswi yang lain melihatnya. "Biar aku saja. Aku tidak nyaman dilihat teman-teman lain." Kata Hanna meraih sapu tangan yang ada di tangan Albert.
"Jangan...jangan, biar aku saja." Albert menyeka keringat Hanna di dahinya. "Kau tau, paparan sinar matahari dapat merusak sel kulitmu. Apalagi cuaca sepanas ini, bisa jadi meningkatkan resiko sel kanker." Kata Albert merasa dirinya seperti ahli bagian kecantikan saja.
Dahi Hanna mengernyit. "Benarkah?"
"Ya, tentu saja." sahutnya cepat. "Mommy adalah salah satu dokter kulit terbaik di negeri ini, jadi aku bisa mengerti sedikit masalah seperti itu." kata Albert tersenyum bangga, hatinya sangat bergetar jika menatap wajah Hanna.
Albert menyelipkan anak rambut ke telinga Hanna dan reflek membuat Hanna terbelalak.
"Terima kasih, Albert!" ucapnya cepat sambil memalingkan wajahnya. Ia gugup dan kembali melakukan tugasnya. Hanna merasa tidak nyaman ketika beberapa orang mulai memperhatikan mereka.
Albert kembali menunjukkan perhatiannya, ia membuka minuman dan menyerahkan ke tangan Hanna. "Minumlah! Es lemon tea sangat segar dan sangat cocok untuk di minum di cuaca panas seperti ini."
"Terima kasih Albert." Ia mengambil minuman itu dari tangan Albert.
Hanna tidak bisa menolak meskipun ia merasa canggung mendapat perhatian lebih dari Albert. Dari Albert memberikan payung, sampai kontak fisik menyelipkan rambutnya dan sekarang memberikan minuman. Hanna merasa Albert berbeda hari ini, ia bisa merasakan dari tatapannya. Hanna meneguk minuman yang di berikan Albert.
"Tunggu di sini! aku mau mengambil sesuatu untukmu!" kata Albert menunjukkan gestur tubuhnya agar Hanna tetap diam di tempatnya. Ia berjalan mundur seraya mengerlingkan salah satu matanya. Albert memutar tubuhnya dan berlari kecil menuju mobilnya.
DEG...
DEG...
DEG...
"Mengambil sesuatu?" Batin Hanna. Perasaannya tidak enak. Degup jantungnya berdetak semakin kencang. Ketika Albert kembali berlari dan mengambil sesuatu dari mobilnya. Albert tersenyum dengan posisi tangan di belakang.
Wajah Hanna berkerut, ia melihat orang-orang di sekitarnya tiba-tiba berhenti melakukan aktifitasnya. Mereka tersenyum melihat Albert. Hanna dapat merasakan kejanggalan itu.
Albert mengumpulkan keberanian, ia membawa seikat bunga mawar putih dan langsung berlutut di hadapan Hanna. Hanna begitu terkejut, ia terbelalak dan menutup mulutnya dengan kedua tangannya.
"Hanna, maukah kau menjadi pacarku?" Ucap Albert menatap mata Hanna lekat-lekat. Matanya memancarkan perasaan cinta yang dalam. Namun gestur tubuhnya menunjukkan ketegangan, terlihat jelas wajah Albert sedikit takut jika Hanna menolaknya.
Hanna terkejut sangat terkejut, Ia tidak tahu harus berkata apa. Ia benar-benar tidak nyaman di perlakukan seperti ini. Sumpah baru kali ini seorang lelaki mengungkapkan perasaannya dan di saksikan banyak orang. Hanna menundukkan kepalanya sejenak.
Siswa-siswi disekitarnya, mulai bersorak sorai, mengundang yang lain untuk berhenti melakukan kegiatan dan ingin melihat apa yang terjadi. Nara tersenyum sinis, melihat ke arah Levi yang berada di atas panggung. Levi belum menyadari hal itu. Albert memang di kenal sebagai lelaki yang selalu memberikan kejutan untuk mengungkapkan perasaannya, tak perlu di ragukan lagi dalam hal menaklukkan perempuan, Albert adalah jagoannya. Namun, kali ini terasa berbeda, mereka melihat jelas wajah Albert tegang, gugup dan takut.
Sementara Levi yang berada di atas panggung memandang ke belakang untuk melihat apa yang terjadi. Suara yang berisik, mengundang rasa ingin tahunya. Ia bisa melihat dengan jelas aksi yang dilakukan Albert dari atas panggung.
"Cih, siapa lagi perempuan itu Albert? Setiap tahun pasti cara ini lah yang kau lakukan." Kata Levi tersenyum dengan decakan.
Namun sepersekian detik, tubuhnya menegang, menyadari jika wanita yang ingin di tembak Albert adalah Hanna. Levi diam terpaku di tempat. Ia memicingkan matanya untuk memastikan kebenaran dan ternyata benar wanita itu adalah Hanna. Levi membuang napasnya dengan berat, ada rasa tidak terima. Levi menatap kedua insan itu dengan wajah kaku dan dingin.
"Albert kamu keren...Kamu pasti bisa!"
"Ayo.. terima! terima!" teriak mereka antusias ingin menyaksikan sendiri apakah cinta Albert di terima.
Terdengar sorakan siswa-siswi menyerukan untuk memberikan dukungan kepada Albert.
"Terima dong...! Ayooo.... Ayoooo.. Ayo!" seru mereka kembali, suara mereka berubah menjadi heboh.
Wajah Hanna bersemu merah, payung yang ia pegang langsung di ambil Albert dan di tutup. Albert kemudian meletakkan di atas kursi. melangkah maju dan semakin mendekat kepada Hanna. Reflek Hanna mundur namun ia mengerjap karena tidak bisa mundur.
"Aku tak bisa berhenti memikirkanmu, aku mengagumimu Hanna!" Albert berbicara sambil menatap mata Hanna dengan dalam.
"....." Hanna diam dengan canggung.
"Aku begitu menyukaimu. Mau kah kau menjadi kekasihku?" ungkap Albert dengan bersungguh-sungguh, tatapan mata seakan menyalurkan semua perasaannya.
Hanna masih diam tanpa ekspresi, saat ini ia tidak tahu mau mengatakan apa. Keringat dingin mulai membasahi dahinya. Bukan karena cuaca panas, namun karena perasaannya yang campur aduk.
Jelas-jelas di dalam hatinya bukan Albert. Hanna harus mengatakan apa, ia sadar cinta tidak boleh di paksa dan walau terkesan sangat menyakitkan. Lidah Hanna keluh bak di patuk ular, ia terdiam sambil meremas botol minum yang diberikan Albert tadi.
"Aku...aku..." Hanna tidak bisa melanjutkan kalimatnya. Ia meremas tangannya dengan kuat untuk menutupi rasa gugupnya.
Albert bisa mengerti, ia tidak mau memaksa Hanna untuk menjawabnya sekarang. Albert harus bisa lebih bersabar lagi.
"Han...! Aku tidak memaksamu untuk menjawab sekarang, aku akan menunggu hingga kau benar-benar membuka hatimu. Bunga ini sebagai tanda sayangku kepadamu, ambillah!" kata Albert berbisik. Ia mengulurkan tangannya untuk memberikan bunga itu kepada Hanna.
Dengan rasa canggung, Hanna menggigit bibir bawahnya. Ia menarik napasnya dengan berat. Hanna akhirnya menerima bunga itu dari Albert.
"Yeeee....Akhirnya Hanna menerima cintanya.....! Romantisnya...!" terdengar tepukan tangan dari siswa-siswi yang menyaksikan mereka.
Albert memberanikan diri menyelipkan anak rambut ke telinga Hanna. Hanna hanya bisa menunduk dan tidak berani memandang orang-orang yang ada di sana.
"Aku malu Albert, aku mohon jangan lakukan itu lagi!" Kata Hanna menunduk.
"Maafkan aku karena membuat sedikit terkejut, aku akan menunggu kapan pun kau siap!"
"Tapi Albert....?"
"Sekarang kita bisa melanjutkan pekerjaan kita!" kata Albert tersenyum. Ia kembali menyibukkan diri dengan merapikan kursi-kursi yang ada di sana. Ia belum siap mendengar penolakan dari Hanna. Albert berharap Hanna perlahan-lahan bisa membuka hatinya.
Levi melihat semuanya, seketika tubuhnya lemas, perasaan begitu kalut, ia membuang napasnya dengan lesu, pasrah seakan melepaskan rasa cintanya. Levi menarik oksigen sebanyak-banyaknya, namun rasa sesak itu seakan menghimpit dadanya, membuat ia sulit bernapas.
Ternyata Hanna menghindarinya karena ia menyukai Albert? Apakah aku siap menerima semua ini? Albert juga mencintai Hanna. Levi tidak mungkin merusak persahabatannya hanya karena cinta. Jika memang begitu, Levi tetap mempertahankan persahabatannya. Karena cinta telah menyadarkannya untuk tidak merusak persahabatannya dengan Albert. Hati ini akan tetap bersemi hanya untuk Hanna.
.
.
BERSAMBUNG
^_^
Tolong dukung ya my readers tersayang. Ini novel ke sebelas aku 😍
Salam sehat selalu, dari author yang cantik buat my readers yang paling cantik.
^_^
dulunya hanya coretan baju doang...eh pulang pulang ke rumah kena marah enyak gue.... pokoknya paling suka jaman jaman sekolah dulu 😍
suatu keberuntungan buat aku dah 😆