Pemuda itu mengacungkan pistolnya persis di dada sebelah kiri Arana. "Jika aku tidak bisa memilikimu, maka orang lain juga tidak bisa.
Dor!!
••••
Menjadi tunangan antagonis yang berakhir tragis, adalah mimpi buruk yang harus Nara telan.
Jatuh dari rooftop sekolahnya, membuat Nara tak sadarkan diri dengan darah yang menggenang di tempat dirinya terjatuh.
Nara pikir dia akan mati, namun saat gadis itu terbangun, ia begitu terkejut ketika mendapati jiwanya sudah berbeda raga.
Berpindah di raga tokoh novel yang merupakan tunangan dari antagonis cerita.
Ia bernama Arana Wilson.
Saat mencapai klimaks, tokoh ini akan mati tertembak.
Sialnya, karena terjatuh, Nara tidak tau siapa malaikat maut raga yang kini ia tempati.
Bagaimana kisah Nara di novel itu sebagai Arana. Akankah dia tetap mati tertembak atau justru ia mampu mengubah takdirnya.
🍒🍒🍒
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon raintara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab sebelas
...🍒🍒🍒...
"Tuan Muda, Nona Arana diculik."
Mata Malvin membulat seketika. "Bagaimana bisa?!" bentaknya pada seseorang di seberang sana.
"Maaf Tuan Muda. Saya kecolongan. Ponsel Nona Arana juga tidak bisa dilacak. Lokasi terakhir di sekolah."
Malvin semakin menggeram marah. Gigi-giginya bergemelatuk dengan urat leher yang terlihat jelas.
"Sialan! Lihat saja, jika Arana sampai tergores sedikit saja, nyawa lo taruhannya!"
Tanpa peduli apapun lagi, Malvin berdiri dari sofa. Ia sugar rambutnya frustasi sebelum akhirnya menyambar kunci mobilnya.
"Malvin, kamu mau kemana?!" seru Mira dari arah dapur yang tengah membawa nampan berisi gelas dan beer.
Malvin tidak menoleh ataupun menjawab seakan memang tidak mendengar. Ia buka pintu apartment miliknya hingga Mira menahan pergelangan tangannya.
"Lepas!" tekan Malvin enggan dibantah.
"Tapi kamu mau kemana? Aku udah nyiapin semuanya. Netflix and chill kita...jadi kan?"
Mira menginginkan Malvin. Baginya, Malvin adalah zat adiktif yang membuatnya candu setengah mati. Sehari saja tidak melakukannya, Mira bisa sakau. Berlebihan memang. Tapi itulah yang Mira rasakan.
Bahkan gadis itu rela menjadi pelampiasan kelainan Malvin. Sekujur tubuhnya terdapat banyak bekas luka karena siksaan pemuda itu. Tapi selama yang melakukannya adalah Malvin, Mira dengan senang hati menerimanya.
"Malvin?" Mira mulai melancarkan aksinya. Ia peluk Malvin dari belakang dan mencari kancing kemaja pemuda itu untuk ia lepaskan.
Malvin menutup matanya dengan geraman tertahan sebelum akhirnya ia dorong Mira dengan kasar. Menyebabkan gadis itu tersungkur pada lantai.
"Jalang!"
Pemuda itu pergi. Meninggalkan Mira sendiri. Mata gadis itu berkaca-kaca. Sedikit tertatih, ia bangkit lalu duduk pada sofa.
Ting
Bunyi ponsel mengalihkan perhatiannya. Ponsel milik Malvin ketinggalan. Melirik kanan dan kiri Mira ambil ponsel mahal itu dan melihat pesan masuk melalui beranda.
Rio:
Tuan Muda, saya sudah menemukan
Keberadaan Nona Arana.
Ahh, jadi Arana penyebab perginya Malvin. Sejak dulu, gadis itu selalu menjadi penghalang antara dirinya dan Malvin. Entah sampai kapan Mira harus selalu menjadi bayang-bayang Arana.
"Arghh!!"
Mira sampar semua yang berada di atas meja hingga semuanya jatuh berantakan. Nafas gadis itu memburu marah. Seakan belum puas, ia dorong meja kaca di depannya menggunakan kakinya hingga terdorong dan pecah.
"Arana, gue harap lo musnah!"
...🍒🍒🍒...
"Buka! Buka pintunya sialan!"
Dok dok dok.
Tenggorakannya terasa kering. Hampir satu jam dirinya disekap di sebuah kamar. Dan selama itu pula dirinya tidak berhenti berteriak.
"Siapa dia sebenarnya. Arana punya musuh atau gimana?!" decak gadis itu frustasi. Ia acak rambutnya kesal.
Merasa sudah tak punya tenaga untuk berteriak, Arana mendengus sebal. Ia tendang pintu itu untuk melampiaskan amarahnya.
Arana berjalan menuju ranjang. Duduk di tepiannya, tiba-tiba saja mata gadis itu memanas. Bohong jika dia tidak takut. Bohong jika dia biasa-biasa saja setelah semua yang terjadi.
Arana pendam semuanya sendiri. Bingung kepada siapa dia harus mengadu. Dirinya sendirian di dunia antah berantah ini.
Cklek
Suara pintu terbuka. Buru-buru Arana hapus air mata yang menggenang di pelupuk matanya. Dia harus kuat. Jangan sampai orang-orang melihat sisi lemahnya.
"Sudah puas, teriaknya?" ujar laki-laki itu. Laki-laki yang berani menculiknya.
Di lihat dari wajahnya dia masih muda. Tampan tapi sayangnya dia seorang penculik.
"Siapa lo sebenarnya?"
Mendengar pertanyaan Arana membuat laki-laki itu mendengus samar. Ia letakkan nampan berisi makanan dan segelas air tepat di samping Arana.
"Ini tidak adil Arana. Kenapa kamu harus pura-pura lupa padaku?" ujarnya yang terselip nada sendu di sana.
Masalahnya emang gue nggak kenal lo, bego! umpat Arana dalam hati.
"Apa kamu tidak merindukanku? Seperti aku yang hampir mati karena harus dipisahkan darimu." laki-laki itu sentuh punggung tangan Arana namun buru-buru gadis itu menepisnya.
"Siapapun lo. Tolong lepasin gue."
Laki-laki itu terkekeh miris. Ia duduk lesehan pada lantai. Kedua lututnya di tekuk. Kepalanya sedikit mendongak agar bisa menatap Arana yang tengah duduk di tepian ranjang.
"Kamu berubah Arana. Kemana Arana-ku? Kemana perginya Arana-ku yang manja? Kemana Arana-ku yang sangat menyayangiku itu, hm?"
"Mati."
Jawaban Arana mampu membuat raut laki-laki itu berubah datar. "Jangan bicara seperti itu, aku tidak suka."
Arana memutar bola matanya malas. Arana-mu memang sudah mati. Namun sudahlah, tidak ada gunanya menjelaskan.
"Apa yang mereka bicarakan kepadamu hingga kamu berubah seperti ini? Dengar, apapun yang mereka bicarakan. Semuanya bohong. Jangan percaya Arana."
"Mereka siapa? Kebohongan apa yang lo maksud?"
Laki-laki itu dia. Ia tatap mata Arana dalam. Membuat sang empu merasa tak nyaman.
"Jangan liat gue kaya gitu! Gue colok juga mata lo!" sentak Arana mengalihkan atensinya.
Laki-laki itu terkekeh. Ia sugar rambutnya merasa gemas. "Hm, kamu versi galak lucu juga."
Mata Arana mendelik sinis. "Gaje lo!"
"Oke lupakan. Sekarang kamu makan ya?"
"Gue nggak laper!" tolak Arana kala laki-laki itu menyodorkan nampan yang tadi dibawanya.
"Oh, kamu mau aku suapin?"
"Apasih!" seru Arana tak suka. Ia lirik segelas air di sampingnya itu.
Dia haus. Tenggorakannya kering dan serak. Mungkin tidak ada salahnya jika meminum air putih itu.
"Ok, gue minum." Arana ambil gelas itu dan menenggaknya hingga tersisa seperempat.
Tanpa gadis itu sadari, laki-laki itu diam-diam tersenyum puas.
"Nggak mau makan?"
Arana enggan menjawab. Lama-lama mata gadis itu memberat. Kepalanya terasa pusing.
"Lo..." Arana menatap laki-laki itu sayu.
"Apa yang lo--shhhh"
"Kamu kenapa sayang?" ujar laki-laki itu pura-pura panik. Ia sentuh pundak Arana khawatir.
"Lepasshh."
Brukk
Arana kehilangan kesadarannya. Ia terjatuh dalam pelukan laki-laki yang kini tengah menyeringai puas.
Bersiul senang, ia angkat tubuh Arana untuk berbaring di ranjang. Setelah itu, ia ikut berbaring dan memeluk gadis yang telah dicap sebagai miliknya itu posesif.
"Kangen banget." gumamnya mengecup rambut Arana bertubi-tubi. Menghirup wangi yang selama ini menjadi candunya.
Laki-laki itu semakin nekat. Ia buka kancing atas seragam osis Arana hingga leher gadis itu semakin terekpos.
"Kamu...milikku kan Arana?" gumamnya disusul kekehan kecilnya.
Saat akan mencium area itu, dirinya tersentak kaget ketika pintu kamarnya di buka paksa.
"Ellard sialan!"
...🍒🍒🍒...