Seorang dokter jenius dari satuan angkatan darat meninggal karena tanpa sengaja menginjak ranjau yang di pasang untuk musuh.
Tapi bukanya ke akhirat ia justru ke dunia lain dan menemukan takdirnya yang luar biasa.
ingin tau kelanjutannya ayo ikuti kisahnya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4 Pesan dan menolong Li Zhen
Sinar jingga dari matahari yang hendak tenggelam memantul di jendela-jendela berukir kediaman utama keluarga Li. Di koridor panjang menuju kamar tamu timur, Li Xiumei berjalan menggandeng tangan adiknya, Li Xiaoran, yang tampak tenang tapi penuh perhitungan dalam pandangannya.
Langkah mereka perlahan, menyusuri ubin batu giok yang dingin. Bayangan mereka memanjang, diiringi keheningan yang aneh bukan karena canggung, tapi karena masing-masing dari mereka dipenuhi oleh pikiran yang berputar tajam.
Setelah beberapa langkah, Li Xiumei akhirnya bersuara, suaranya pelan, sedikit bergetar namun terdengar tulus.
“Xiaoran, apa kau... benar-benar baik-baik saja?”
Li Xiaoran menoleh, bibirnya melengkung kecil. Tapi di dalam hati... "Kenapa semua orang jadi aneh?"
"Aku baik baik saja jie jie,tenang saja" jawab Li Xiaoran
Li Xiumei menatapnya dalam, ingin berkata lebih banyak, tapi hanya bisa menunduk.
Sesampainya di kamar, Li Xiumei membuka pintu dan mempersilakan Xiaoran masuk. Kamar itu cukup besar, masih tertata seperti saat terakhir kali Xiaoran tinggal di sini, di kehidupan Xiaoran dulu sebelum meninggal
Langit-langit dihiasi lukisan awan emas, dan aroma kayu cendana memenuhi udara.
“Aku akan menyuruh Lan’er menyiapkan air hangat untuk mandi. Kau istirahatlah dulu, aku akan kembali setelahnya.” Li Xiumei berkata sambil tersenyum, namun tatapannya masih penuh kekhawatiran.
Setelah pintu tertutup, Xiaoran duduk di tepi ranjang, membuka kotak kecil yang ada di atas meja ukir di samping tempat tidur. Di dalamnya terdapat sisir kayu, pita-pita sutra yang mulai kusam warnanya, dan... sehelai kain tua bersulam nama “Li Xiaoran.”
Ia menggenggam kain itu, dan mata dewinya menangkap sesuatu benang perak yang hampir tak terlihat menyatu dengan sulaman nama itu.
“Ah... ini bukan sembarang kain,” bisik Xiaoran.
“Siapa yang menyulam ini? Ini... formasi pelacak. Aku bisa mengaktifkannya... dan menelusuri siapa yang menyelipkannya.”
Tiba-tiba, bayangan sang guru tua atau ayah angkatnya muncul di pikirannya. Hanya padanyalah ia mempercayakan rahasia reinkarnasinya.
Dan seolah menjawab pikirannya, suara lembut muncul dalam kepalanya bukan dari dirinya, tapi dari jauh... seperti gema.
"Xiaoran... kekuatanmu mulai bangkit. Hati-hati, kendalikan. Jangan biarkan kebenaranmu terbongkar sebelum waktunya."
Ia mengangguk pelan.
"Dan ingat, malam ini akan jadi malam penentu bagi Li Zhen. Jika kau ingin menyelamatkannya dari masa depan kelam... kau harus bergerak sebelum senja benar-benar berakhir."
Li Xiaoran segera berdiri. Ia mengganti pakaiannya dengan jubah luar berwarna hitam dan perak, menyelipkan belati pendek di balik pinggangnya.
“Lan’er,” panggilnya dari dalam kamar.
Pelayan setianya muncul cepat.
“Bantu aku menyelinap keluar dari sisi barat taman belakang. Tapi jangan katakan pada siapa pun, termasuk ibu dan kakek.”
Lan’er terkejut, tapi melihat sorot mata Xiaoran yang serius, ia hanya mengangguk.
“Baik, nona. Saya akan menjaga semuanya tetap diam.”
Malam pun tiba.
Di luar istana keluarga Li, cahaya obor mulai dinyalakan. Tapi di sisi lain kota, di halaman belakang rumah keluarga Jenderal Xu Lian. Terlihat sangat ramai para pemuda berkumpul
Li Xiaoran melompat turun dari atap dengan kelincahan luar biasa. Tubuhnya mendarat nyaris tanpa suara di salah satu tiang batu di sisi luar aula perjamuan. Ia menajamkan pendengaran suara tawa kasar, gelas bersentuhan, dan... langkah kaki dari seorang pelayan yang tampak mencurigakan membawa teko minuman.
Dari balik pilar, Li Xiaoran mengangkat jarinya, dan dari ujung kuku telunjuknya, semburat energi tipis seperti asap perak menyelinap menuju teko itu.
“Pengecekan racun: aktifkan.”
Kilatan samar muncul di permukaan teko, dan segera bayangan merah darah memancar dari dalam cairan arak.
“Ramuan pemecah akar spiritual dan racun penghancur benih pria...” batin Xiaoran dingin.
“Benar-benar keji. Bahkan di kehidupan sebelumnya aku tak tahu betapa dalamnya dendam Xu Lian pada keluarga kami.”
Li Zhen yang awalnya duduk bersama beberapa pemuda bangsawan, tidak menyadari bahwa minumannya telah dibubuhi ramuan berbahaya yang akan membuatnya kehilangan kesadaran dan keesokan harinya, ia akan bangun tanpa... kejantanannya.
Tapi setelah kedatangan Li Xiaorania ia mulai tersadar atas kesalahannya,
Li Xiaoran sendiri berdiri semakin dekat, mengenakan topeng hitam yang hanya memperlihatkan matanya yang dingin.
"Gege, kau memang bodoh... tapi aku tidak akan membiarkan nasibmu seburuk itu. Kali ini... aku yang akan menyelamatkanmu." ujar hati Li Xiaoran dan tanpa di sadari suara itu sampai ke telinganya sang Gege, Li Zhen yang mendengar itu tersadar lalu tubuhnya gemetar tapi ia tahan
"Itu.... Itu benar suara Xiaoran, dimana dia? Kenapa kesini, ini bahaya bagaimana jika dia celaka?" ujar Li Zhen khawatir tapi tubuhnya tidak bisa diajak kerja sama, semua terasa lemas walau ia tutupi.
...----------------...
Sambil menunggu waktu yang tepat, Li Xiaoran bergerak mengelilingi halaman, matanya mengamati satu demi satu wajah pemuda bangsawan yang hadir.
Di ujung ruangan, Li Zhen masih tertawa meski wajahnya mulai memucat. Ramuan itu mulai bekerja.
“Waktunya habis,” gumam Xiaoran.
Tanpa ragu, ia menendang jendela belakang ruangan dengan kekuatan cukup untuk memecah kaca tanpa membuat suara keras—arah angin dan energi spiritual dipakainya untuk meredam bunyi.
Semua kepala menoleh. Dalam sekejap, sesosok bertopeng hitam melayang masuk, tangan kanan menghunus belati pendek yang mengilap.
Salah satu pemuda bangsawan bangkit dan berseru, “SIAPA KAU?!”
Tapi sebelum ia sempat mendekat, tubuhnya terhempas ke dinding, tak sadarkan diri.
Panik mulai melanda ruangan.
Li Xiaoran berjalan perlahan menuju Li Zhen, yang kini sudah setengah limbung, lalu berbisik dengan suara dalam dan teredam, “Maafkan aku, Gege.”
Ia menepuk titik akupunktur di tengkuk kakaknya, membuatnya pingsan.
Kemudian, Xiaoran berbalik dan menatap ke arah Xu Lian muda—putra si jenderal, dalang rencana ini.
“Untuk sekarang... aku belum membunuhmu. Tapi jangan harap akan ada kesempatan kedua.” kata Xiaoran dan untuk sesaat, semua orang di ruangan mendengar suara itu... langsung di kepala mereka.
Xu Lian jatuh terduduk, wajahnya pucat pasi. Ia mencoba bicara tapi lidahnya kelu.
Beberapa pelayan berteriak ketakutan, dan salah satu penjaga berusaha menyerang Xiaoran dari belakang, namun tubuhnya terlempar mundur oleh semburan energi tajam dari lingkaran kecil di tangan Xiaoran.
“Formasi keheningan. Tutup semua suara kecuali milikku.”
Dalam sepersekian detik berikutnya, Li Xiaoran menggendong Li Zhen di punggungnya, menjejakkan kaki ke kusen jendela, dan melesat ke atap, menghilang dalam gelap malam seperti bayangan.
---
Di loteng sebuah rumah kosong milik keluarga Li yang lama tak ditempati, Li Xiaoran merebahkan Li Zhen, lalu menyalurkan sedikit energi ke dalam tubuh kakaknya untuk membantu membuang racun.
Li Zhen membuka mata perlahan, menatap wajah bertopeng itu dengan samar. “Kau... kau menyelamatkanku? Kenapa kau bodoh... disana berbahaya tapi kenapa tetap melindungi ku...?”
Li Xiaoran terdiam, tapi cepat menenangkan diri.
“Aku cuma orang lewat, tuan muda. Tapi kau harus berhati-hati mulai sekarang. Dunia ini tidak seperti yang kau pikir.”
Li Zhen mencoba bangkit, tapi tubuhnya masih lemah. “Apa... kau malaikat penjaga?” gumamnya lemah.
Xiaoran hanya tertawa pelan, suara perempuan samar terdengar dalam tawa itu. Tapi ia tidak menjawab.
Setelah memastikan keadaan Li Zhen stabil, ia kembali ke kediaman utama diam-diam, melalui lorong-lorong rahasia yang hanya diketahui beberapa anggota inti keluarga.
Sedangkan Li Zhen yang melihat kepergian sang adik memandangi lekat, "Terima kasih mei mei, aku akan jaga rahasia ini dan tidak akan membuat mu kecewa"
---
Sesampainya di kamar, Lan’er sudah tertidur di bangku dekat pintu, berselimut tipis.
Xiaoran memandang pelayan setianya dengan sedikit rasa bersalah. “Maaf, Lan’er... masih banyak hal yang belum bisa kuberitahu.”
Ia melepas topeng, mengganti jubah, lalu duduk bersila di atas ranjang.
Tapi sebelum ia mulai bermeditasi, suara familiar kembali terdengar dalam benaknya. Kali ini lebih jelas.
“Satu langkah telah berubah, masa depan mulai retak. Tapi hati-hati, Xiaoran. Makin dekat kau pada kebenaran, makin banyak mata yang akan mengincarmu. Bahkan di antara keluarga sendiri.”
Li Xiaoran membuka matanya perlahan. Mata yang dulu hanya menyimpan luka, kini bersinar dengan ketegasan.
“Kalau begitu... biar aku mulai dari dalam rumah sendiri.”
Bersambung
semangat Xiaoran dan yang lain...
semangat kak author dan sehat selalu