NovelToon NovelToon
49 Days

49 Days

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Misteri / Mata Batin / Angst / Penyeberangan Dunia Lain / Hantu
Popularitas:8.8k
Nilai: 5
Nama Author: nowitsrain

Suri baru menyadari ada banyak hantu di rumahnya setelah terbangun dari koma. Dan di antaranya, ada Si Tampan yang selalu tampak tidak bahagia.

Suatu hari, Suri mencoba mengajak Si Tampan bicara. Tanpa tahu bahwa keputusannya itu akan menyeretnya dalam sebuah misi berbahaya. Waktunya hanya 49 hari untuk menyelesaikan misi. Jika gagal, Suri harus siap menghadapi konsekuensi.

Apakah Suri akan berhasil membantu Si Tampan... atau mereka keburu kehabisan waktu sebelum mencapai titik terang?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nowitsrain, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Dongeng

Setelah berhasil menyelesaikan ujian dengan bantuan Dean, suasana hati Suri berangsur membaik. Rasa kesal dan frustrasi yang membelenggu sejak pagi kini sepenuhnya sirna. Suri bisa menjalani harinya tanpa harus berkata: ugh! This is a bad day!

Karena suasana hatinya kembali baik, Suri menyambut permintaan Dean untuk berkunjung ke rumah sakit dengan sukacita. Suri tidak lagi setengah hati seperti sebelumnya. Tidak ada gerutuan lolos dari bibir mungilnya, tidak ada protes terlayang tanpa jeda, bahkan Suri tidak lagi mempertanyakan kenapa harus dia yang membantu Dean di antara banyaknya manusia lain.

"Baiklah," kata Suri sambil memasukkan buku-bukunya ke dalam tas. "Ayo kita ke rumah sakit."

Dean sedikit terkejut mendapati Suti bersikap kooperatif. Tetapi yang paling mengganggu pikirannya sejak tadi adalah luka-luka di lengan dan punggung tangan Suri. Gadis itu masih belum menjelaskan dari mana datangnya luka-luka itu, dan Dean pun belum sempat bertanya.

"Tapi sebelum ke sana, aku perlu bertanya sesuatu padamu," tambah Suri. Gadis itu berdiri di sebelah mejanya, siap mengangkut tas di bahu, lalu pergi meninggalkan ruang kelas yang sudah hampir kosong—hanya tinggal dirinya dan Dean di sana.

Dean mengangkat kepala, sebelah alisnya terangkat sedikit. "Apa?" tanyanya.

"Kekasihmu suka apa?"

Yang tadinya cuma sedikit, alis Dean naik semakin tinggi. "Suka apa maksudnya?"

Suri mendesah pelan. "Kesukaan, Dean. Makanan, hobi, sesuatu, apa pun. Apa pun yang biasanya membuat kekasihmu bersemangat," jelasnya.

Alis Dean perlahan turun. Wajahnya berubah serius. Untuk beberapa lama, pria itu tampak berpikir sungguh-sungguh.

Walaupun geregetan, Suri menunggunya dengan sabar. Tidak mau memburu-buru jawaban Dean, daripada nanti salah dan idenya terbuang sia-sia.

Setelah beberapa lama, Dean kembali dengan tatapan lebih fokus. Air mukanya serius. "Dongeng," katanya, "kekasihku suka dibacakan dongeng."

Untuk beberapa lama, hening melanda. Menggulung antusiasme yang sekelebat mampir di benak Suri. Sampai kemudian, tawa gadis itu menggema. Meledak-ledak di udara seperti rangkaian kembang api menyambut tahun baru.

Dean terheran-heran. Ingin menyela pun tidak diberi kesempatan. Tawa Suri terlalu mendominasi. Melahap habis suara-suara lain, bahkan embusan napasnya sendiri.

"Dongeng?" Gadis itu bicara masih dengan tawa membahana. Jemarinya bergerak, menyeka sebulir kabut bening di sudut matanya.

"Kenapa? Ada yang salah?" balas Dean. Tak tahu apa yang ditertawakan Suri, tapi rasanya seperti dirinya yang sedang ditertawai.

Suri menggeleng. Napasnya ngos-ngosan karena terlalu banyak tertawa. Perut bawahnya terasa keram. Matanya berkaca-kaca, dipenuhi air mata tawa.

"Tidak ada yang salah," katanya, "hanya saja, aku sedikit tergelitik untuk tahu ada seorang wanita dewasa yang masih menyukai sesuatu yang identik dengan anak-anak."

"Kenapa itu terasa lucu untukmu? Memangnya aneh kalau ada orang dewasa masih menyukai hal-hal yang identik dengan anak-anak?" cetus Dean. Sorot matanya menunjukkan ketidaksukaan, meski raut wajahnya tampak dikendalikan. "Kau pikir hanya anak-anak yang butuh hiburan?"

Tawa Suri hilang sepenuhnya. Secuil senyum pun tak tampak sebagai sisa. "Bukan," ucapnya lembut. "Bukan berarti aku meremehkan kesukaan kekasihmu. Aku hanya merasa lucu."

"Apa bedanya?" todong Dean.

"Berbeda," balas Suri. "Aku hanya tertawa karena merasa hal itu tidak biasa, bukan berarti aku bilang itu hal yang buruk atau tidak boleh dilakukan."

Dean mengembuskan napas keras-keras. Karena dia bukan manusia, tidak ada angin yang berembus karenanya. Meski begitu, Suri tetap bisa merasakan rangkaian emosi di sana. Kekesalan, frustrasi, dan sebagainya.

"Aku minta maaf jika hal itu menyinggungmu," kata Suri pelan.

Semula wajah Dean masih tegang, namun setelah mendengar permintaan maaf itu, otot-ototnya perlahan melemas. Tatapannya pun melunak.

"Suri—"

"Baiklah," potong Suri. Tas punggung di meja diangkatnya cepat, dibawa di pundak kiri. "Ayo kita pergi ke toko buku dulu. Aku akan membelikan beberapa buku cerita untuk kekasihmu."

Dean tidak sempat menanggapi. Suri sudah mengayun langkah lebar jauh di depannya. Sehingga mau tidak mau Dean hanya bisa memilih mengikuti.

Koridor sekolah sudah dalam keadaan sepi waktu mereka melintas. Matahari terik siang tadi mulai menyingkir ke sisi barat. Memunculkan perpaduan warna jingga dan keemasan, perlahan menelan warna putih dan biru.

"Kita naik bus saja, ya. Kebetulan bus dengan rute itu berhenti tidak jauh dari toko buku," kata Suri seraya menunjuk halte bus depan sekolah. Sebuah halte lengkap dengan papan penanda rute dan nomor bus.

Dean hanya mengangguk. Suri pun tidak lagi banyak bicara, jadi mereka meneruskan langkah menuju halte.

Di halte, Suri mengambil posisi di kursi tunggu sambil memangku tas dan mendekapnya cukup erat. Kedua kakinya mengentak pelan, seolah sedang menciptakan irama yang hanya bisa didengar oleh telinganya sendiri.

Sementara Dean memilih berdiri di sampingnya, bersiaga di dekat tiang. Dalam diamnya, Dean kembali salah fokus pada luka-luka Suri. Kali ini yang ada di betis. Luka-luka di sana lebih sedikit, tapi tampak lebih kemerahan disertai sedikit lebam.

Keresahan bercokol di dada Dean. Hal itu terus mengusiknya, membuatnya tidak nyaman.

"Suri, itu—"

"Busnya datang. Ayo."

Dean terdiam. Kalimatnya terpotong, tenggelam begitu saja oleh deru mesin bus yang merapat ke halte. Dia tidak memiliki kesempatan untuk membuka mulut lagi setelahnya. Sebab Suri menarik lengannya dan dalam sekejap mereka tenggelam dalam desakan manusia lain di dalam bus.

...🍃🍃🍃🍃🍃...

Rak demi tak luput disambangi. Mulai dari deretan bawah sampai yang tinggi, tidak lepas dari jajahan Suri. Gadis itu bahkan tidak ragu menaiki tangga menjulang, demi menggapai buku cerita yang menjadi incaran. Bukan karena berani—Suri agak takut ketinggian—ia hanya terlalu bersemangat memilih buku-buku terbaik untuk kekasih Dean.

"Tangkap!" teriaknya. Satu buku dilemparkan pada Dean yang menunggu di bawah. Jangan pikir pria itu berdiri tanpa guna; di dekapannya sudah ada delapan buku dengan tebal halaman yang lumayan—dan Suri masih memintanya menangkap satu buku lagi.

Meski kepayahan, kaki Dean tetap bergerak, mengikuti ke arah mana buku yang Suri terjunkan melayang di udara sebelum jatuh ke dekapannya.

"Sudah cukup!" teriaknya kemudian.

"Belum," balas Suri. Gadis itu sudah kembali sibuk memilih buku. Satu diambil, dibaca judulnya, lalu dimasukkan lagi ke dalam rak ketika otaknya bilang itu tidak masuk kriteria.

"Apanya yang belum? Ini sudah sangat banyak!"

Suri berdecak. Sambil berpegangan erat di sisi rak, ia menoleh. "Banyak dari mana? Cuma segitu, bakal habis sekali duduk," sahut Suri tak mau kalah. "Sudahlah, diam saja. Tunggu di sana, beberapa buku lagi aku selesai!" lanjutnya, kemudian memalingkan pandangan.

Di bawah, Dean menggerutu. Buku-buku dalam dekapan diangkat, dibetulkan posisinya. Bobotnya tetap saja berat meski Dean bukan manusia. Oh, ralat, malah justru terasa lebih berat karena Dean adalah hantu. Energi yang dia keluarkan jadi berkali-kali lipat hanya untuk menjaga buku-buku itu tetap dalam dekapan.

Masih sambil menggerutu, Dean mendongak. Di atas, Suri mulai bergerak ceroboh. Sampai Dean yang tadinya kesal, malah berubah khawatir. Tangga tempat Suri berpijak bergoyang-goyang. Mulai pelan, sampai lama-kelamaan goyangannya makin kentara.

"Hati-ha—"

"Waaaaa~!"

Belum juga selesai mulut Dean bicara, tubuh Suri sudah lebih dulu melayang di udara.

Bersambung....

1
Zenun
Suri itu kekasih Dean, tapi lupa. Atau Suri ketempelan kekasih Dean
Zenun
Kasihan Dean gak tidur nanti😁
Zenun
Lah, berati yang dtemui Suri adalah milk
Zenun
apa ya kira-kira?
Zenun
Oh begindang, jadi kalu tidak boleh cuti lagi ya, Suri😁
Zenun
Suri mau ape nih?
Zenun
Nah itu dia yang ada dalam benaku
Zenun
mungkin itu petunjuk
Zenun
nama authornya Nowitsrain
Haechi
sukak kombinasi suri dean
Zenun
Dean, sesungguhnya kamu tahu apa? Coba ceritakan padaku? 😁
nowitsrain: Tau banyakkkk
total 1 replies
Zenun
Oh ternyata Gumaman Suri.. Jangan-jangan separuh yang masuk ke suri itu kekasihnya Dean
Zenun
Masa sih, ini ngomong Dean? Dean tahu darimana
nowitsrain: Dean itu...
total 1 replies
Zenun
Sekalian temenin mandi juga😁
Zenun: boleeee
total 2 replies
Zenun
Kalau tidurmu gak nyaman, Dean jadi gak nyaman
nowitsrain: Tetotttt. Kalau tidurnya nggak nyaman, nanti tantrum. Kalau tantrum, Dean pucing
total 1 replies
Zenun
Mungkin ini perbuatan kekasih Dean
nowitsrain: Hmmmm
total 1 replies
Zenun
kayanya ketiga hantu itu lagi ada misi juga dah
Zenun
Jangan diangkat Dean, biarkan dia posisinya begitu😄
Zenun
wah, jan baper, bahayul😄
Zenun
harusnya inisiatif kasih tahu duluan bang😁
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!