'Kegagalan adalah sukses yang tertunda.'
'Kegagalan bisa jadi pelajaran dan cambuk untuk terus maju menuju sukses.'
Dan masih banyak kalimat motivasi ditujukan kepada seseorang yang gagal, agar bisa bertahan dan terus berjuang.
Apakah kalimat motivasi itu berlaku dalam dunia asmara?
Nathania gagal menuju pertunangan setelah setahun pacaran serius penuh cinta. Dan Raymond gagal mempertahankan mahligai rumah tangga setelah tiga tahun menikah.
Mereka membuktikan, gagal bukan berarti akhir dari kisah. Melainkan kesempatan untuk melakukan sesuatu yang baru, lebih bernilai. Lahir dari karakter kuat, mandiri dan berani, setelah alami kegagalan.
Ikuti kisahnya di Novel ini: "Ketika Hati Menyatu"
Karya ini didedikasikan untuk yang selalu mendukungku berkarya. Tetaplah sehat dan bahagia di mana pun berada. ❤️ U. 🤗
Selamat Membaca
❤️🙏🏻💚
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sopaatta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22. KHM
...~•Happy Reading•~...
Om Felix menggelengkan kepala dan jadi tidak enak terhadap Nike dan Nathania, tapi tidak bisa menegur istrinya.
Walau dia bersaudara jauh dengan Papa Nike dan Nathania, tapi yang dikatakan istrinya tidak pantas. Padahal sebelum dan sesudah orang tua mereka meninggal, belum pernah mereka datang minta bantuan atau pinjam uang.
"Puji Tuhan, dana kami cukup, Tan. Sekarang hanya menunggu hari H sambil mengatur beberapa perubahan." Nike berusaha bersikap baik dan tenang menjelaskan.
"Bagus. Orang tua kalian kan wariskan banyak harta..." Ucapan Tantenya menggantung melihat kilatan marah suaminya.
"Eh, benar, Thania sudah bersedia diganti Tante?" Istri Om Felix mengalihkan dan menurunkan nada suara sambil melihat Nathania yang diam menunduk.
"Iya, Tante. Thania sangat berterima kasih, kalau Tante bersama Om bisa mendampingi Kak Nike. Jadi Thania bisa bantu di bagian lain." Ucap Nathania, pelan.
"Oh, ya, sudah, kalau begitu maunya. Apa seragam buat Tante sudah ada?" Ucapan istri Om Felix disertai perubahan wajah dan nada suara. Nike menggenggam tangan Nathania dengan lebih bertenaga.
"Kami segera siapkan, jika Tante bersedia." Ucap Nike serius untuk memastikan kesediaan Tantenya.
"Ya, sudah, siapkan saja. Ini acara cuma tinggal hitung hari. Kapan bisa fitting baju?" Tantenya tidak mengatakan bersedia, tapi dengan menanyakan seragam mengisyaratkan sudah bersedia. Apa lagi melihat anggukan Omnya yang sudah paham istrinya.
"Nanti kami kasih tahu tante." Ucap Nike Cepat.
"Terima kasih Tante, Om. Kalau begitu, kami pamit." Nike berdiri sambil menggenggam tangan Nathania agar tidak banyak dengar tuntutan tantenya.
"Kalian tidak tunggu minum dulu?" Tanya Tantenya yang terkesan basa-basi.
"Terima kasih, Tante. Lain kali saja." Jawab Nathania cepat.
Mereka segera pamit dan berjalan cepat keluar rumah. "Hati-hati di jalan. Terima kasih sudah memberikan solusi untuk mencegah konflik internal meluas." Bisik Om Felix sambil berjalan bersisian di halaman. "Oh, maaf, Om." Ucap Nike pelan.
"Supaya tidak terjadi polemik dalam keluaga Om sebelum dan sesudah acara pernikahanmu. Jadi acaramu nanti lebih kondusif dan ngga berombak." Bisik Om Felix sambil tersenyum, karena istrinya belum keluar dengan kunci pagar.
"Terima kasih pengertiannya, Om." Nike berbisik, tanpa melakukan gerakan apa pun yang bisa membuat istri Omnya curiga.
Setelah di dalam mobil, Nathania menghembuskan nafas kuat. "Benar kan, Kak. Tante akan uring-uringan lihat Om mejeng sendiri di atas pelaminan bersamaku."
"Iya, makasih sudah usulkan. Aku ngga pikir itu saat minta kesediaan Om Felix. Aku hanya ingin kau yang dampingi, jadi ngga pikir Tante bisa tantrum. Secara mereka sudah tua. Aku kira, Tante sudah berubah dan bijak menerima."
"Ternyata, makin tua makin jadi. Main tembak aja. Huuuuu... Sangat sesak dada hadapi orang yang curigaan. Bersyukur, kita tidak minta bantuan dana. Bisa semprot kita berjam-jam dan belum tentu dikasih." Ucap Nike lagi.
"Iya, Kak. Aku tadi kaget banget, dengar tembakan Tante soal minta bantuan dana. Pantesan Mama tidak akur dengan Tante." Ucap Nathania pelan.
"Ngga usah dipikirkan. Sekarang kita harus cari seragam, jangan sampai Tante marah kalau seragamnya tidak muat. Secara badan Tante agak gemuk." Nike jadi memikirkan seragam tantenya. "Iya, Kak."
"Aku kasih tahu WO tentang perubahannya. Supaya mereka bisa bantu siapkan." Nike langsung tindak lanjuti perubahan. Dia memasang handsfree untuk telpon WO.
"Berarti kita nanti balik lagi ke rumah Om, atau minta tolong Tante ke tempat penyewaan, supaya ngga bolak-balik bawa seragam, Kak." Nathania jadi ikut berpikir.
"Mungkin lebih baik kita bawa beberapa buat Tante coba, supaya ngga jadi masalah. Aku mau hubungi Magda untuk cari dress buatmu." Nike jadi memikirkan seragam Nathania setelah bicara dengan WO. Mereka terus bercakap-cakap memikirkan berbagai perubahan.
~*
Tidak lama kemudian, mereka tiba di tempat parkir kantor notaris. "Kak, soal balik nama itu, apa harus hari ini? Apa ngga bisa nanti-nanti saja?" Tanya Nathania saat membaca papan nama Kantor Notaris. Dia mau kakaknya lebih fokus pada persiapan pernikahannya.
"Iya, Dek. Hari ini saja, karena kalau nanti-nanti akan ada banyak lika-likunya dan ribet." Ucap Nike sambil memarkirkan mobil, lalu mengajak Nathania turun.
"Maksudku, nanti setelah kakak menikah, kan, bisa. Supaya ngga buru-buru seperti ini." Nathania memberikan saran, sebab kakaknya harus menyiapkan seragam buat istri Om Felix dan mengurus surat-surat pergantian orang tua pendamping.
"Sekarang saja, Dek. Aku mau balik nama dalam kondisi belum menikah, belum terikat. Supaya ngga perlu minta pendapat atau persetujuan orang lain, terutama suami." Nike berkata serius. Dia sudah pikirkan itu sejak memutuskan untuk menikah.
"Baiklah. Aku nurut aja, Kak." Nathania menerima dan tidak mau berdebat, karena melihat kakaknya sangat serius mau melakukan keputusannya.
Setelah bertemu notaris dan mengutarakan niatnya, Nathania tertegun mendengar yang dikatakan kakaknya kepada notaris. Nike bukan saja balik nama kepemilikan rumah, tetapi juga warung.
Jadi semua aset warisan orang tuanya dibalik nama atas namanya. Dalam surat perjanjian, Nike akan menerima gaji kalau masih mengelola warung, atau pembagian keuntungan atas kebijakan Nathania.
"Kak, sampai segitu? Padahal selama ini, penghasilan kakak dari situ." Nathania protes saat ditinggal notaris.
"Itu cara yang aku terapkan dalam kelola warung. Aku terima gaji sebagaimana karyawan. Keuntungan warung, aku pisahkan buat modal. Jadi aku masih punya uang dari gaji. Tenang saja, nanti di rumah baru aku kasih tahu detailnya." Nike berkata sambil menepuk tangan Nathania untuk menenangkan.
Kakaknya sudah mengelola warung peninggalan orang tuanya, hingga jadi bisnis yang bisa menghidupkan mereka dan orang lain. Sekarang menjadi tanggung jawab dan miliknya. Nathania melihat kakaknya dalam diam dengan berbagai rasa di hati.
Nike yang serius berbicara dengan notaris, tidak mengetahui perasaan Nathania sedang bergolak, memikirkan yang dilakukan untuk melegalkan warisan secara hukum.
Setelah semua kejadian yang dialami di Jakarta, Nathania merasa seakan mendapat pohon durian runtuh dengan banyak buah yang sudah matang. Hatinya sangat terharu memperoleh perhatian dan kasih sayang yang melimpah dari kakaknya.
Sehingga untuk mengalihkan perasaannya yang membuncah, kadang dia menunduk, kadang melihat ke arah lain atau memikirkan yang lain. Agar dia tidak menangis mendengar pembicaraan kakaknya dengan notaris.
Selesai berbicara dengan notaris dan menanda tangani semua dokumen, Nike mengajak Nathania keluar. "Ayo, Dek. Mumpung masih siang. Mari, kita lakukan rencana yang masih tersisa." Nike sangat lega, karena semua bisa diproses sesuai keinginannya tanpa ada hambatan.
Nike memegang tangan Nathania yang masih diam menuju tempat parkir, lalu menepuk beberapa kali tangan Nathania setelah duduk dalam mobil.
"Dek, yang penting semuanya sah. Hitam atas putih sudah jadi milikmu. Biar aku tenang atur keluarga baruku. Bukan berarti aku ngga mau memikirkanmu lagi setelah menikah, tapi untuk memastikan masa depanmu baik."
...~_~...
...~▪︎○♡○▪︎~...