Halwa adalah siswi beasiswa yang gigih belajar, namun sering dibully oleh Dinda. Ia diam-diam mengagumi Afrain, kakak kelas populer, pintar, dan sopan yang selalu melindunginya dari ejekan Dinda. Kedekatan mereka memuncak ketika Afrain secara terbuka membela Halwa dan mengajaknya pulang bersama setelah Halwa memenangkan lomba esai nasional.
Namun, di tengah benih-benih hubungan dengan Afrain, hidup Halwa berubah drastis. Saat menghadiri pesta Dinda, Halwa diculik dan dipaksa menikah mendadak dengan seorang pria asing bernama Athar di rumah sakit.
Athar, yang merupakan pria kaya, melakukan pernikahan ini hanya untuk memenuhi permintaan terakhir ibunya yang sakit keras. Setelah akad, Athar langsung meninggalkannya untuk urusan bisnis, berjanji membiayai kehidupan Halwa dan memberitahunya bahwa ia kini resmi menjadi Nyonya Athar, membuat Halwa terombang-ambing antara perasaan dengan Afrain dan status pernikahannya yang tak terduga.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon my name si phoo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2
Di tengah perjalanan, Afrain menghentikan motornya dan mengajak Halwa membeli es puding.
"Kita cari yang segar-segar dulu, Hal."
Halwa melepas helmnya dan ikut duduk di pinggir jalan.
Afrain berjalan ke arah penjual dan memesan dua es puding dan dua tempe goreng.
Tak berselang lama Afrain kembali membawa dua gelas es puding yang tampak menggoda dengan warna hijau muda dan kuning cerah, lengkap dengan dua potong tempe goreng yang masih hangat.
“Nih, hati-hati, masih dingin banget,” ujar Afrain sambil menyerahkan satu gelas pada Halwa.
Halwa menerimanya dengan kedua tangan. Uap dingin dari gelas itu langsung menyentuh jemarinya.
“Terima kasih, Kak. Seharusnya aku yang traktir, soalnya Kak Afrain udah baik banget nganterin aku.”
Afrain tertawa kecil sambil duduk di sampingnya di bangku kayu pinggir jalan.
“Loh, aku nggak nganterin kamu karena mau ditraktir, Hal."
Mereka berdua menikmati es puding dan tempe goreng yang masih hangat.
"Hal, kamu dapat undangan dari Dinda untuk nanti malam?" tanya Afrain.
Halwa menganggukkan kepalanya sambil membuka tasnya dan menunjukkan undangan ulang tahun Dinda.
"Nanti malam aku jemput, ya. Kita kesana bareng-bareng."
Halwa yang sedang menikmati es podengnya langsung tersedak.
"Uhuk.... uhuk..."
Afrain menepuk-nepuk punggung Halwa yang tersedak.
Halwa mencoba mengatur nafasnya yang sedikit tersengal.
"Kak Afrain serius mau jemput aku nanti malam?" tanya Halwa.
Afrain menganggukkan kepalanya sambil menatap Halwa yang masih memegang gelas es pudingnya.
“Iya, serius. Aku juga diundang, Hal. Tapi kalau aku datang sendiri, pasti suasananya garing. Kalau kamu ikut, setidaknya aku punya teman buat ngobrol.”
Halwa menatap wajah Afrain yang sedang mengajaknya bicara.
Tapi, kalau aku datang sama Kak Afrain, nanti orang-orang malah salah paham,” gumam Halwa pelan.
Afrain tersenyum, matanya menatap lurus ke jalan yang mulai sepi.
“Biarin aja, Hal, Salah paham kadang bisa jadi awal yang baik.”
Halwa mendongak, menatap Afrain dengan bingung.
“Maksudnya?”
Afrain tertawa kecil dan tidak menjawab pertanyaan dari Halwa.
“Rahasia.”
Kemudian Afrain bangkit dari duduknya dan membayarnya ke penjual es puding.
Halwa kembali memakai helm dan naik ke motor Afrain
Suara deru motor Afrain melaju kembali dan mengantarkan Halwa pulang.
Halwa menatap punggung Afrain sambil tersenyum bahagia.
“Kenapa aku deg-degan begini? Ini cuma ulang tahun Dinda, kan? Cuma pesta biasa…” gumam Halwa.
Afrain menarik tangan Halwa agar memeluk tubuhnya.
Tiga puluh menit kemudian Afrain menghentikan motornya di depan rumah Halwa yang sederhana
dengan pagar besi yang catnya mulai pudar.
Halwa turun dari motor, melepaskan helm, lalu menyerahkannya kembali pada Afrain.
“Terima kasih banyak, Kak. Udah repot-repot nganterin aku.”
Afrain menatap rumah itu sejenak, lalu menoleh pada Halwa yang berdiri dengan senyum kecil di bibirnya.
“Rumah kamu tenang banget, ya. Rasanya adem.” ucap Afrain.
Halwa tersenyum malu saat mendengar perkataan dari Afrain.
Iya, walau kecil, tapi cukup buat aku.”
Afrain menatap Halwa dengan lembut. “Aku salut sama kamu, Hal.”
Halwa menatap wajah Afrain dengan sedikit bingung.
“Salut? Maksud, Kak Afrain?”
Afrain menyandarkan tangannya di setang motornya
“Kamu masih sekolah, belajar keras, berprestasi, tapi tetap bisa ngurus diri kamu sendiri. Aku tahu, Hal. Kalau kamu sudah nggak punya siapa-siapa lagi selain dirimu sendiri.”
Halwa sedikit terkejut dengan perkataan dari Afrain.
"Pasti dari Bu Dayang, ya Kak?" tanya Halwa.
Afrain menganggukkan kepalanya dan setelah itu ia berpamitan pulang.
"Nanti jam tujuh aku jemput kamu, ya." ucap Afrain sambil melajukan motornya.
Begitu motor Afrain menghilang di ujung jalan, Halwa masih berdiri di depan pagar rumahnya.
Angin sore mengibaskan rambutnya yang terurai lembut
Ia masuk ke rumah, menaruh tas, lalu melihat jam dinding yang sudah menunjukkan pukul lima sore.
Masih ada dua jam sebelum pesta ulang tahun Dinda dimulai.
Halwa melepaskan seragamnya dan setelah itu ia membersihkan rumahnya.
Selesai memberikan rumah, Halwa membuka lemari dan memilih gaun milik mendiang ibunya.
Ia melihat gaun berwarna putih dengan pita kecil diatasnya.
"Aku pakai gaun ini saja nanti," ucap Halwa yang kemudian mandi dan bersiap-siap.
Selesai mandi Halwa berdiri di depan cermin sambil mengambil gaun putih.
Setelah memakainya, Halwa menyisir rambutnya yang panjang dan tak lupa ia memakai lip balm
"Semoga nggak kelihatan aneh di pesta nanti,” gumam Halwa
Jam dinding menunjukkan pukul setengah tujuh fan Halwa telah siap
Beberapa menit kemudian, suara motor berhenti di depan rumahnya.
Halwa keluar rumah dan ia melihat Afrain yang mengenakan kemeja putih dan celana hitam, rambutnya disisir rapi ke belakang.
Senyumnya muncul ketika melihat Halwa keluar dari pagar rumah.
"Masya Allah, cantik sekali kamu." puji Afrain.
Pipi Halwa langsung memerah seperti kepiting rebus saat mendengar Afrain yang memujinya.
"Ayo, kita lekas berangkat. Nanti terlambat kesana." ajak Halwa
Afrain menganggukkan kepalanya dan memberikan helm kepada Halwa.
Ia pun segera melajukan motornya menuju ke hotel.
Sesampainya di hotel, Afrain meminta Halwa untuk menunggunya sebentar.
Ia lekas memarkirkan motornya dan setelah itu ia mengajakku Halwa untuk masuk.
Tangannya langsung menggenggam tangan Halwa dan masuk kedalam ballroom hotel.
Lampu-lampu kristal di ballroom hotel berkilau indah, memantulkan cahaya ke seluruh ruangan yang telah dihias megah dengan bunga mawar putih dan pita emas.
Musik lembut mengalun dari panggung kecil di sudut ruangan.
Rina dan Bobby langsung menoleh ke arah Halwa dan Afrain.
"Cantik sekali, Halwa." ucap Bobby.
Rina mencubit perut Bobby dan memintanya untuk diam.
Dinda yang melihat kedatangan mereka langsung menyambutnya.
"Aku kira kamu tidak datang, Halwa." ucap Dinda dengan nada yang cemburu.
Halwa tersenyum sambil menyodorkan tangannya ke arah Dinda.
"Selamat ulang tahun, Dinda."
Sambil menyerahkan sebuah kotak kecil berisi gantungan kunci berbentuk bunga mawar.
Dinda menerima hadiah itu dengan ekspresi datar, senyum tipis yang dipaksakan.
“Terima kasih, Halwa,” jawab Dinda dengan senyuman kecil.
Afrain menatap Dinda sejenak, lalu membalas dengan senyum sopan.
“Selamat ulang tahun juga, Dinda. Pesta kamu keren banget.”
Suasana canggung terasa sesaat, sebelum akhirnya Halwa berpamitan untuk ke kamar mandi.
“Aku ke toilet sebentar ya, Kak,” ucapnya pelan.
“Oke, aku tunggu di sini,” balas Afrain sambil duduk di kursi dekat taman dalam hotel, memandangi panggung dan para tamu yang mulai menari.
Halwa berjalan melewati lorong hotel menuju kamar mandi yang terletak agak jauh dari ballroom.
Cahaya di koridor terasa temaram, hanya suara musik dari kejauhan yang menemani langkahnya.
Baru saja ia akan membuka pintu kamar mandi, tiba-tiba sebuah tangan kuat menarik pergelangan tangannya dari belakang.
“Eh! Siapa—”
Belum sempat ia berteriak, seseorang menutup mulutnya dengan sapu tangan dan langsung menyeretnya dengan cepat ke arah pintu darurat di ujung lorong.
“MMMPPHH! Mmmmpphh!” jerit Halwa dengan suaranya yang tertahan oleh kain.
Pintu darurat terbuka keras, menimbulkan gema di tangga sepi.
Lelaki itu menariknya menuruni beberapa anak tangga dengan langkah tergesa.
Di depan pintu belakang hotel, sebuah mobil hitam sudah menunggu dengan mesin menyala.
Lelaki itu membuka pintu belakang mobil, lalu mendorong Halwa masuk ke dalam.
Halwa berusaha menolak, tapi pintu langsung tertutup keras.
Melihat Halwa yang mencoba berontak, ia mengambil kain yang sudah ia beri cairan.
Halwa yang melihatnya langsung menggelengkan kepalanya.
"Mmmmpphh!!"
Lelaki itu menekan sapu tangan ke hidung dan mulut Halwa. Dan dalam hitungan detik Halwa langsung jatuh pingsan.
"Ayo, segera ke rumah sakit." ajak lelaki yang duduk di kursi belakang.