Aruna hanya memanfaatkan Arjuna Dewangga. Lelaki yang belum pernah menjalin hubungan kekasih dengan siapapun. Lelaki yang terkenal baik di sekolahnya dan menjadi kesayangan guru karena prestasinya. Sementara Arjuna, lelaki yang anti-pacaran memutuskan menerima Aruna karena jantungnya yang meningkat lebih cepat dari biasanya setiap berdekatan dengan gadis tersebut. *** "Mau minta sesuatu boleh?" Lelaki itu kembali menyuapi dan mengangguk singkat. "Mau apa emangnya?" Tatapan mata Arjuna begitu lekat menatap Aruna. Aruna berdehem dan minum sejenak, sebelum menjawab pertanyaan Arjuna. "Mau ciuman, ayo!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon tata, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CHAPTER 04
Sejak kecil Aruna tidak memiliki cita-cita pasti. Selalu berubah-ubah tergantung keadaan dan suasana hatinya. Suatu waktu, dirinya menangis karena ingin menjadi sopir bus, namun mamanya tentu melarang. Padahal, menurut Aruna itu hal yang menyenangkan. Kemudian, cita-citanya berubah ingin menjadi ibu rumah tangga saja. Namun, tentu akan membuatnya yang suka jalan-jalan menjadi bosan.
Akhirnya, Aruna menetapkan cita-citanya yaitu mewujudkan impian sang mama yang sempat tertunda. Gadis itu bahkan mengikuti baking class bersama ibu-ibu, setiap hari Sabtu dan Minggu siang.
Dulu, mamanya suka membuat kue dan membaginya pada tetangga. Wanita itu ingin memiliki toko kue bernuansa pink pastel. Suatu saat, Aruna harap dia bisa mewujudkannya. Untuk itu, dia selalu meminta banyak uang dari papanya. Aruna akan menabung dan membuat tokonya sendiri.
"Kamu buat sendiri?" Aruna mengangguk dengan bangga.
"Gimana? Enak kan kue buatan gue?"
Arjuna mengangguk setuju.
Sabtu sore menjelang malam, Aruna meminta tolong pada Arjuna untuk menjemputnya setelah selesai baking class. Merasa tidak ada kegiatan selesai mengikuti les, Arjuna pun menyetujui permintaan Aruna. Saat ini, keduanya sedang duduk santai di sebuah cafe.
"Enak, cita-cita kamu punya toko kue?" Tebaknya yang langsung Aruna angguki.
Gadis itu menyeruput matcha latte dan menatap Arjuna dengan senyuman lebar.
"lya, gimana kalau lo jadi partner bisnis toko gue Jun? Nanti hasilnya kita bagi dua?" Aruna menawarkan dengan antusias. Dengan begitu, dirinya bisa membangun toko kue dengan cepat.
Dia akan memberi keuntungan untuk Arjuna juga, bukan hanya dirinya. Membayangkan rencananya akan berjalan lancar, membuat hatinya meletup bahagia. Namun, pikiran sederhana Aruna tidak seperti Arjuna yang selalu berpikir matang. Hidup yang lurus dan penuh rencana.
Melihat wajah Aruna berseri-seri bahagia, Arjuna tentu tidak tega untuk menolaknya. Dia akan mengusahakan apapun untuk gadis di depannya. Laki- laki itu ikut menarik sudut bibirnya dengan tipis.
"Proposal usahanya udah buat?"
Aruna terdiam, menatap wajah Arjuna sejenak. Kan, pikirannya dengan Arjuna memang berbeda. Memikirkan proposal juga tidak pernah terlintas di pikirannya. Berkat pertanyaan Arjuna, gadis itu jadi memikirkan hal tersebut.
"Emang harus buat Jun?" Arjuna mengangguk.
Lelaki itu tampak menjelaskan dengan wajah serius, untuk apa proposal usaha dan bagaimana cara membuatnya. Arjuna nanti akan mengirimkan kerangka dan contohnya, jadi Aruna tinggal mengganti saja apa yang kurang sesuai.
"Biar toko yang kamu bangun juga punya target marketing, Aruna. Jadi, nanti sasaran pembelinya juga jelas untuk kalangan atas, menengah atau bawah." Gadis itu terkesima. Menatap wajah Arjuna yang jauh lebih tampan dari biasanya.
Mengapa lelaki cerdas selalu terlihat jauh lebih tampan? Aruna bertanya-tanya.
Fokusnya kini berganti pada jemari Arjuna yang tampak berotot. Kemudian melirik bibir Arjuna yang ingin Aruna cium sekarang juga. Bibir lelaki itu tampak sexy ketika dengan sabar dan telaten menjelaskan sesuatu yang belum dirinya ketahui. Tidak rugi memang menjadikan Arjuna partner dalam bisnis.
"Juna, gue pengen cium bibir lo!" Aruna mengucapkan apa yang ada di kepalanya tanpa sadar. Malam ini, Arjuna sudah terlalu banyak bicara.
Arjuna menatap sekitar yang untungnya sepi. Lelaki itu menatap Aruna yang menatap tepat pada bibirnya. Lelaki itu menggelengkan kepalanya.
"Aruna, jangan suka---"
"Jangan suka bicara kotor," Aruna sudah hafal dengan template nasihat dari Arjuna. Lelaki itu menghembuskan nafasnya pelan.
Dengan gerakan malas, Aruna berdiri dan memakai tas selempangnya. Arjuna mengikuti langkah gadis itu yang berjalan menuju kasir. Lelaki itu dengan sigap mengeluarkan kartu Atm-nya, sebelum Aruna membayar.
Selesai membayar, lelaki itu menggandeng Aruna keluar. Tumben sekali, batin Aruna menatap jemarinya. Bagus, sudah ada kemajuan.
"Nanti gue ganti ya, uang yang tadi."
"Nggak usah, Aruna." Tapi, gadis keras kepala itu menolak. Tidak mau semakin berutang budi pada Arjuna, pacar training-nya.
"Ya udah deh, besok gantian gue yang bayarin deh!" Sahutnya mengiyakan, meski tidak mau kalah.
Arjuna menghentikan langkahnya. Lelaki itu menatap mata Aruna dengan tatapan datar dan serius. Gadis keras kepala itu menunduk dengan gugup di tatap oleh sang kekasih.
"Bukannya, aku harus jadi laki-laki romantis? Dengan kamu membiarkan aku bayar, artinya kamu berhasil buat aku jadi cowok romantis. Kamu berhasil, Aruna! Makasih ya,"
Ucapan Arjuna mungkin sederhana, tetapi bagi Aruna bagaikan angin segar di dadanya. Matanya berkaca-kaca tanpa sadar. Aruna tidak suka suasana sedih sebenarnya. Namun, setelah sekian lama dirinya merasa berharga bagi seseorang. Dia merasa berhasil, meskipun hal kecil yang bisa dirinya lakukan.
"Aruna, kamu kenapa?" Arjuna memegang kedua bahunya dengan panik. Takut salah bicara dan membuat gadis itu sedih.
Bukannya menjawab, Aruna menatap parkiran yang sepi. Gadis itu menarik Arjuna ke dalam mobil bagian belakang. Lelaki itu bingung, namun matanya mengerjap kaget ketika gadis itu sudah melingkarkan tangan di lehernya dengan tubuh mendekat erat.
Cup
Aruna sungguh tidak tahan dengan pesona Arjuna. Gadis itu mencium sekilas, kemudian menempelkan bibirnya lama. Naluri lelaki Arjuna muncul, lelaki itu langsung menggerakkan bibirnya. Melumat bibir manis Aruna. Dia melepas, kemudian mencium terus menerus.
Arjuna seperti kehausan, meski ciumannya masih lembut tidak kasar. Jemarinya mengusap-usap pinggang ramping Aruna, sesekali meremasnya. Gadis itu melengguh pelan dan menjauhkan wajah. Nafasnya terdengar ngos-ngosan dengan pipi bersemu merah. Gadis itu memeluk tubuh Arjuna dengan erat dan hangat.
"Juna, makasih banyak." Ucapnya dengan lirih. Wajahnya bersembunyi di leher lelaki itu, nafasnya membuat Arjuna tergelitik.
Lelaki itu melepas pelukan dan menjauhkan tubuhnya dari Aruna. Membuka mobil, Arjuna mengambil nafas panjang dan mengusap wajahnya. Matanya melirik sesuatu yang sudah berdiri tegak. Aruna selalu bisa mengambil sisi warasnya.
"Lo marah, karena gue ci---" Aruna menghentikan ucapannya ketika tatapan matanya mengarah pada sesuatu milik Arjuna. Gadis itu tertawa renyah menatap wajah kekasihnya.
"Mau pegang boleh---" Arjuna menatap datar. Nyali gadis itu langsung menciut seketika.
Lelaki itu membuka pintu bagian depan, memasukkan Aruna. Tidak mau membiarkan pikiran liarnya terwujud karena ucapan Aruna yang membuatnya terpancing. Sepertinya, rencana membuat toko kue akan membuat Aruna sibuk dengan hal-hal yang positif.
Arjuna akan membantu agar proses tersebut semakin cepat. Dia juga akan menuruti kemauan Aruna untuk belajar bersama, tanpa berduaan.
"Juna, ayo pulang!" Ketukan jendela mobilnya terdengar.
Wajahnya menoleh, menatap si rubah cilik yang masih tertawa. Dengan tenang dirinya memasuki mobil. Arjuna biasanya selalu bisa mengendalikan diri, namun bersama Aruna rasanya berbeda.
Gadis itu bahkan terlihat santai, menyalakan lagu dan bersenandung riang layaknya anak kecil. Jauh berbeda dengan kondisi Arjuna yang menahan diri dan gelisah. Aruna justru terus bergerak mengikuti senandung lagu, membuat rok gadis itu tersingkap karena banyak bergerak. Paha putih mulus itu terlihat, membuatnya menahan diri mati-matian agar tidak melirik.
Perjalanan pulang kali ini terasa begitu lama, padahal lelaki itu sudah membawa laju mobilnya dengan lebih cepat.