NovelToon NovelToon
PENANTIAN CINTA HALAL

PENANTIAN CINTA HALAL

Status: sedang berlangsung
Genre:Spiritual / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati
Popularitas:3.5k
Nilai: 5
Nama Author: ZIZIPEDI

Aila Rusli tumbuh dalam keluarga pesantren yang penuh kasih dan ilmu agama. Diam-diam, ia menyimpan cinta kepada Abian Respati, putra bungsu Abah Hasan, ayah angkatnya sendiri. Namun cinta mereka tak berjalan mudah. Ketika batas dilanggar, Abah Hasan mengambil keputusan besar, mengirim Abian ke Kairo, demi menjaga kehormatan dan masa depan mereka.

Bertahun-tahun kemudian, Abian kembali untuk menunaikan janji suci, menikahi Aila. Tapi di balik rencana pernikahan itu, ada rahasia yang mengintai, mengancam ketenangan cinta yang selama ini dibangun dalam doa dan ketulusan.

Apakah cinta yang tumbuh dalam kesucian mampu bertahan saat rahasia masa lalu terungkap?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ZIZIPEDI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

2 PENANTIAN CINTA HALAL

Langit pagi di atas Pondok Pesantren Al-Fattah masih berselimutkan warna biru pucat dengan sapuan keabu-abuan. Beberapa tambalan merah menyelusup di sela mega, menyambut matahari yang hendak muncul malu-malu. Aila merapikan kerudung lebarnya, memastikan ujungnya menutupi dada sebelum menyandang ransel ke punggung.

Di meja makan ndalem, Aila duduk mendampingi Abah Yai Hasan, menghidangkan secangkir kopi hitam kesukaan sang kiai. Tak lama, Umi Nyai Fatimah datang menyusul, diikuti oleh Bayu Langit, putra sulung mereka yang dikenal kalem dan dingin. Aila dengan sigap menyiapkan piring dan gelas. Umi duduk di samping Abah dan mulai menyendokkan nasi.

"Lagi, Bah...?" tanya Fatimah lembut.

"Cukup," jawab Abah Yai sambil mengangkat tangan.

Nasi berpindah dari tangan ke tangan, sampai akhirnya tiba di hadapan Aila. Makan berlangsung khidmat. Tak ada lagi canda tawa khas Abian yang biasanya mengisi pagi. Sejak kepergian putra bungsu mereka ke Kairo untuk menuntut ilmu, meja makan menjadi sunyi. Hanya denting sendok dan mangkuk yang saling bersahutan.

Selesai sarapan, Aila berpamitan hendak berangkat ke Madrasah Aliyah di kompleks pesantren. Namun, di depan serambi, langkahnya tertahan saat berpapasan dengan Bayu Langit. Posisi mereka saling membelakangi.

"Rokmu itu sudah sempit. Pulang nanti, ke Mbok Ratih. Jahit rok baru," ucap Bayu tanpa menoleh.

Aila memandang ke bawah, memeriksa roknya.

"Masih muat kok, Mas."

"Iya, masih muat. Tapi itu sudah membentuk lekuk tubuhmu. Sakit mata Mas lihatnya."

Aila mendengus.

"Ya ndak usah dilihat, Mas."

"Aila..." suara Bayu tegas. Gadis itu tahu betul, jika Mas Bayunya sudah memanggil seperti itu, artinya Bayu tak ingin dibantah.

Aila merapatkan bibir. "Iya, nanti Aila jahit, rok baru."

Sahut Aila sambil manyun.

"Buat rok wiru, jangan sepan."

Titah Bayu tegas.

"Aila ndak suka rok wiru, Mas."

Bayu tak menanggapi, langsung melangkah pergi. Aila menghentakkan kaki kecilnya, menahan kesal.

"Lho, kok wajahmu cemberut, Nduk? Mau berangkat nuntut ilmu kok ndak cerah?" tegur Umi yang melihatnya di pelataran.

Aila langsung memeluk Fatimah. "Umi, Aila ndak suka pake rok wiru. Mas Bayu nyuruh Aila ganti."

Fatimah mengamati tubuh putrinya. "Badanmu memang makin berisi, Nduk. Benar kata Masmu. Nanti sore kita ke rumah Mbok Ratih. Sekarang buruan masuk, keburu lonceng madrasah, bunyi."

Di kelas, Lani langsung menggandeng tangan Aila. "Ailaaa... PR Bahasa Arabku, mana udah mbok kerjakan kan...?"

Aila hanya menggeleng dengan senyum pasrah. Bel tanda masuk berbunyi. Mereka pun larut dalam kegiatan belajar.

Pukul dua siang, Aila pulang ke ndalem. Ia mencium tangan Abah dan Umi dengan takzim. Di ruang tamu, Bayu Langit keluar dengan sarung dan kemeja rapi yang ia gulung hingga tiga perempat. Sekilas, matanya menangkap betis Aila saat gadis itu membuka kaus kaki.

"Tutup auratmu."

Ujar Bayu singkat. Aila mengerutkan keningnya.

"Aila kan udah pakai jilbab, Mas..."

Protesnya.

"Lihat kakimu itu."

Ujar Bayu dengan tetap fokus membaca buku di tangannya.

Aila buru-buru duduk. Fatimah menenangkan, "Nduk, kaki itu juga aurat. Buka kaus kakinya di kamar saja. Kalian bukan mahram"

"Iya, Umi..."

Sahut Aila sambil melirik ke arah Mas Bayu-nya yang selalu bersikap dingin dan terkesan ngatur.

Aila tak suka dengan sikap Bayu, yang Aila nilai terlalu kaku, nggak asik seperti Abian.

Sore hari, mereka pergi ke rumah Mbok Ratih. Selesai mengukur baju seragam, Aila merebahkan diri di sofa. Sebuah pesan WhatsApp masuk.

"Heeey, sayangnya Mas Abi... Lagi ngapain?"

Aila senyum-senyum sendiri. Membaca chat dari Mas-nya yang paling baik dan selalu ngertiin Aila.

 "Nungguin chat dari Mas Abi,ding."

Balas Aila.

"Gimana, Mas Bayu masih nyebelin?"

Pertanyaan itu sontak memancing reaksi Aila.

"Ya iya lah, makin Parah. Ngatur-ngatur. Sekarang ndak ada yang belain Aila. Ayo dong, Mas Abi, cepet lulus. Aila nungguin, Mas Abi pulang."

Sambil mengetik balasan, Aila berjalan ke arah kamar, tanpa sadar menabrak dada Bayu Langit. Handphone-nya terjatuh ke lantai.

Bayu memungutnya dan tanpa sengaja membaca chatnya dengan Abian. Aila langsung merebutnya.

"Ih, Mas! Jangan baca chat orang, ndak sopan."

Bayu hanya melirik dingin. "Lebih ndak sopan kalau isi chat-nya, ngibah."

Aila diam. Bayu pergi tanpa menoleh. Aila pun mendengus.

Malamnya, selepas maghrib, mereka makan bersama. Aila mendekat ke Bayu.

"Mas, Aila tadi udah ukur seragam. Mas yang bayarin ya?" Bayu yang sedang makan langsung berhenti sejenak.

"Berapa, Umi, seragan Dek Ila?" tanya Bayu.

"Lima ratus ribu," sahut Umi-nya.

"Nanti Mas kasih, uangnya"

Ujarnya ke Aila.

"Makasih, Mas!" Aila senyum lebar.

Selesai makan, mereka duduk santai. Hasan menatap putrinya.

"Gimana sekolahmu, Nduk?"

"Alhamdulillah, Bah. Aila mau kuliah kedokteran, ya Bah."

"Silakan. Asal kamu sanggup."

Ujar Yai Hasan. Tapi, tiba-tiba suara dingin Bayu menyambar. Ikut menanggapi ucapan adiknya.

"Jadi dokter itu sibuk. Nanti malah ndak ngurus suami dan anak. Perempuan itu, bakal jadi madrasah pertama untuk anak-anaknya"

Hasan menimpali, "Ndak masalah kalau Aila jadi dokter. Abi adek mu yo suka kalok calon istrinya jadi dokter"

Bayu diam.

"Sudahlah, ndak usah bahas nikah. Aila masih kelas dua. Umi ndak suka."

Ujar Umi Fatimah.

Bayu menatap adiknya, lalu mengeluarkan uang dari dompet. "Ini buat bayar jahit, seragammu. Sisanya buat uang jajan."

Bayu memberikan Aila uang merah enam lembar.

"Makasih, Mas Bayu!"

Bayu hanya mengangguk dan kembali ke ruang kerja. Di luar, langit malam Pondok Al-Fattah berpendar dalam temaram lampu surau dan suara ngaji yang mengalun lembut dari bilik santri.

1
Ita Putri
poor bayu
Ita Putri
jangan" hamil anak almarhum dr.kenzi
R I R I F A
lanjut aku suka cerita yg islami...
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!