Sebuah rumah besar nan megah berdiri kokoh di tengah pedesaan yang jauh dari perkotaan. Rumah yang terlihat megah itu sebenarnya menyimpan banyak misteri. Rumah yang dikira biasa, nyatanya malah dihuni oleh ribuan makhluk halus.
Tidak ada yang tahu tentang misteri rumah megah itu, hingga satu keluarga pindah ke rumah tersebut. Lalu, mampukah mereka keluar dengan selamat dari rumah tempat Iblis bersemayam itu? Ikuti perjalanan mistis Bachtiar Purnomo bersama keluarganya!k
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rijal Nisa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 2
"Ma, tadi kamu bicara apa sama bi Iren?" tanya pak Bachtiar.
"Enggak ngomong apa-apa kok, Pa," jawab Anggun cepat.
"Kalau enggak ngomong apa-apa kenapa harus ke tempat sepi pula?" kembali suaminya bertanya.
"Ma, Pa, apa cuma aku yang ngerasa aneh dengan ki Seto?" pertanyaan Bella mengalihkan topik pembicaraan kedua orangtuanya.
"Ki Seto memang sifatnya gitu, Bell. Dari dulu juga begitu, enggak ada yang aneh menurut papa," jawab papanya.
"Kalau menurut Mama gimana?" tanya Bella, dia ingin mendengar jawaban berbeda dari Anggun.
"Kalau mama sih ki Seto memang agak beda, dia tampak lebih menakutkan dari papa kamu," ucap Anggun bergurau, lalu dia dan pak Bachtiar tertawa beriringan.
"Ih, Mama sama Papa malah becanda, aku kan serius, Ma."
Mereka mulai larut dalam obrolan, dan mereka lupa kalau saat ini Sisi masih duduk sendirian di halaman depan.
"Pohon bambu di belakang rumah itu nampak angker ya," ucap Sisi berbicara sama Rendra. Cowok itu adalah cucunya bi Iren.
"Iya, Non."
"Rendra, kamu jangan panggil aku non terus dong. Aku ini teman kamu, bukan majikan kamu. Ingat ya! Panggil aku Sisi, umur kita sama lo," ucap Sisi. Sudah berkali-kali dia mengingatkan Rendra untuk memanggil namanya saja tanpa ada embel-embel Non.
"I---ya Ma---maaf, Non."
"Nah, kan jadi non lagi," geram Sisi.
Rendra kembali menudunduk karena salah ngomong lagi.
"Duh, Rendra... Kamu itu bikin gemes tahu," ucap Sisi.
"Sisi, Sisi jangan main-main ke sana ya!" tunjuk Rendra ke arah belakang rumahnya.
"Kenapa emangnya?" tanya Sisi, dia masih tidak merasa aneh dengan omongan dan tatapan gelisah Rendra.
"Tempat itu---"
"Kak Sisi!" panggil Bella sambil berlari menghampiri kakaknya.
Sisi yang mendengar panggilan adiknya langsung berpaling ke arah asal suara.
"Kamu ngapain lari-larian gitu? Nanti jatuh tahu rasa," ucap Sisi.
"Ngapain di sini sendiri?"
"Sendiri? Kamu enggak lihat aku sama Rendra?" bantah Sisi, dia melihat lagi ke depan, tapi Rendra benar-benar tidak ada.
"Mana? Mana kak Rendra? Ah, Kak Sisi kebanyakan halu, nah... Kan jadinya kek gini," ledek Bella.
"Bell, kakak beneran bicara sama kak Rendra tadi," ucap Sisi mencoba meyakinkan sang adik.
"Bella enggak percaya." Bella menggelengkan kepalanya.
"Bell, kakak enggak bohong!"
"Ya udah, kalau emang benar sekarang di mana kak Rendra?" tanya Bella.
Sisi mencoba mencari keberadaan Rendra, tapi Rendra tidak ada di mana pun. Ke mana sebenarnya Rendra pergi? Mungkinkah yang tadi bicara bersamanya adalah Rendra?
"Aku enggak tahu, Bell. Duh, Rendra ke mana sih? Tadi itu beneran aku bicara sama dia," ucap Sisi. Berulang kali dia menjelaskan sama Bella, namun tetap saja Bella mengatakan kalau kakaknya suka ngayal.
"Kak, ngehalunya di dalem aja, ayo kita masuk! Malam jumat enggak baik loh lama-lama di luar, kan kita juga baru sebulan di kampung ini. Terus, rumah kita juga agak jauh dari warga lain," ucap Bella mulai menakut-nakuti.
"Ya udah, yuk masuk!" Sisi menurut, tapi bukan berarti dia tidak lagi kepikiran soal Rendra.
Sisi sudah bertekad kalau besok dia akan menemui Rendra di kebun teh, dia akan menanyakan soal kejadian malam ini.
----
----
Drap
Drap
Drap...
Anggun yang saat itu hendak menuju kembali ke kamarnya yang berada di lantai dua, langsung menghentikan langkahnya begitu mendengar suara langkah seseorang.
"Kok sepatunya terdengar jelas begini ya?" Anggun menatap kedua kakinya.
Di dalam rumah siapa yang memakai sepatu? Dia sendiri berjalan dengan kaki telanjang.
Suara itu semakin lama semakin besar. Anggun mencoba untuk tetap fokus pada pendengarannya, mungkin dia salah dengar.
"Anggun..." tiba-tiba terdengar seseorang memanggil namanya.
"Siapa kamu?" tanya Anggun setengah berteriak.
Dia juga mulai merasakan keanehan di rumah peninggalan orangtua suaminya.
"Mama kena---"
"Aaa..." teriak Anggun karena terkejut begitu seseorang menyentuh pundaknya.
"Ma, ini Bella." Bella mengernyitkan dahinya melihat ketakutan sang mama.
"Kamu malam-malam gini bikin mama jantungan aja," kesal mamanya.
"Lah, malah Bella yang disalahin. Kan Mama sendiri yang ngelamun di sini," ucap Bella tidak terima dengan omongan mamanya.
"Tadi ada yang manggil nama mama," adu Anggun.
"Salah dengar kali."
"Enggak mungkin, Bell."
"Tidur aja, Ma. Ini udah tengah malam loh," ucap Bella, dia tidak mau mamanya bicara hal-hal mistis seperti kakaknya.
Ketika hendak kembali masuk ke kamarnya, Bella dan mamanya malah dikejutkan dengan kemunculan Sisi. Gadis itu berjalan lurus menuju pintu keluar.
"Kak Sisi, Kakak mau ke mana?" tanya Bella menegur.
"Si, kamu mau keluar lagi? Ini udah malam loh, enggak baik. Ayo tidur!" suruh mamanya tegas.
"Panas, Ma. Aku pengen cari angin aja," ucap Sisi beralasan.
"Kak, di dalam kamarmu kan ada Ac, masa iya sih bisa kepanasan, lagian kan ini udah tengah malam. Suasana di sini dingin banget, kita di pedesaan bukan di kota. Alasanmu enggak masuk akal banget," ucap Bella, dia heran dengan sikap Sisi yang menurutnya aneh.
"Kakakmu kenapa ya?" tanya Anggun pada anaknya, setelah Sisi pergi dari hadapan mereka.
Di dalam kamar Sisi malah sedang asik dengan ponselnya. Berarti yang tadi bicara sama Bella bukanlah Sisi yang sesungguhnya.
"Kak, buka pintunya!"
"Loh, itu kan Bella." Sisi menoleh ke arah kirinya, melihat sekilas jam di dinding. Tidak mungkin Bella belum tidur, sudah larut malam juga
"Kak..."
Suara itu kembali terdengar, Sisi hanya bisa berpura-pura tidak mendengar apa pun.
"Kak, ini aku. Buka pintunya!"
"Kalau memang itu Bella, kenapa suaranya bisa sehalus ini? Dan kenapa juga suaranya bikin aku merinding?"
Buru-buru Sisi mengirim pesan untuk Bella. Dia ingin memastikan kalau yang di luar kamar bukanlah adiknya, satu pesan berhasil terkirim.
Dua menit kemudian Sisi mendapat balasan dari Bella.
[ "Aku di kamar, Kak. Ini masih ngerjain tugas sekolah." ]
Deg...
Tak bisa dipungkiri kalau Sisi memang sangat syok begitu membaca balasan chatt dari Bella.
"Ya Allah, rumah ini benar-benar ada penghuni lainnya."
"Kak, kamu tidak mau membuka pintunya?"
Suara makhluk itu sangat menggangu, Sisi berusaha memejamkan mata dan berpura-pura tidak mendengarnya.
Waktu berlalu, dentingan jam juga terdengar begitu mengusik ketenangannya. Malam ini menjadi malam Jum'at menyeramkan untuknya.
----
----
"Si, Ac di kamar kamu beneran rusak? tanya Anggun pada anak sulungnya.
"Enggak kok, Ma." Sisi mengerutkan keningnya. Dia heran kenapa pertanyaan mamanya seperti itu.
"Kan semalam Kakak sendiri yang bilang kalau Ac di kamar rusak, makanya Kakak keluar karena kepanasan," ucap Bella menerangkan.
"Aku enggak bilang apa-apa, aku di kamar aja," bantah Sisi.
"Tengah malam kamu mau keluar, Si. Syukur ada mama sama Bella yang cegah kamu buat keluar," tambah Anggun.
Bachtiar yang sejak tadi diam, ia mulai merasa tidak nyaman dengan obrolan istri dan kedua anaknya itu.
"Ma, kamu kan tahu peraturan di keluarga kita. Enggak ada yang boleh bicara kalau sedang berada di meja makan. Kalau mau ngobrol nanti aja setelah selesai makan, bisa kan!" tegas Bachtiar, mereka semua kembali diam dan mulai menikmati kembali hidangan di atas meja makan.