Mempertahankan kebahagiaan pernikahan nyatanya tidak semudah yang dibayangkan. Terkadang apa yang telah diusahakan tidak dinikmati sepenuhnya.
“Tetaplah bersama denganku, jauh darimu rasanya setiap napas berhenti perlahan. Aku mampu kehilangan segalanya asal bukan kamu, Sonia.”
_Selamanya Kamu Milikku 2_
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vebi_Gusriyeni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33 : Kehamilan Kedua
Naima menidurkan Sofi di dalam box bayi, dia lalu merebahkan tubuhnya di samping Fian yang sedang menyandarkan punggungnya di headboard.
Naima memeluk suaminya dan menduselkan hidungnya ke dada telanjang Fian, kebiasaan Fian jika akan tidur ya tidak mengenakan baju, paling hanya mengenakan celana panjang saja.
Fian sangat menyukai jika istrinya bermanja padanya, berbeda dengan Syena, Naima istri yang manja dan sangat bergantung pada Fian, dia paling tidak bisa jika harus jauh dari Fian, mungkin karena selama ini Naima selalu bersama dengan suaminya itu.
"Aku mau nanya sama kamu, boleh nggak?" Fian mengusap lembut kepala Naima yang berada di dadanya.
"Boleh, tanya apa?"
"Bagaimana menurutmu perasaan seorang istri yang dimadu?" Naima melirik suaminya.
"Kenapa kamu bertanya mengenai hal itu?"
"Aku hanya ingin tau saja sayang."
"Kalau aku, ini menurutku ya, aku tidak mau dimadu, istri mana yang rela di madu coba? Setiap wanita pasti ingin menjadi ratu satu-satunya di hati suami, tidak ada wanita yang ikhlas untuk di madu dan rasanya akan sangat menyakitkan."
"Jika aku menikah lagi bagaimana?" Naima menatap tajam ke arah suaminya itu.
"Aku akan membunuhmu Fian, aku akan membawa anak-anak pergi sejauh mungkin dan aku tidak akan membiarkan kamu menemui kami lagi." Jawaban Naima membuat Fian takut, memang bukan langkah yang benar jika dia jujur pada Naima mengenai hubungannya dengan Syena, bisa-bisa Naima meninggalkannya.
"Apa kamu berniat untuk menikah lagi?" Fian tersenyum lalu mengecup bibir istrinya.
"Aku mencintaimu sayang, kau akan tetap menjadi ratu dalam hatiku, aku akan menjadikan kamu satu-satunya istri di rumah ini." Naima memeluk erat Fian dengan bahagia, dia sangat tahu kalau Fian sangat mencintai dia dan anak-anak mereka.
"Maafkan aku Naima, kamu memang ratu di rumah ini tapi ada ratu lain di rumah yang lain pula, aku harus apa? Keadaan membuat aku harus memadumu, percayalah, aku mencintaimu, sangat mencintaimu tapi di sisi lain, aku juga mencintai Syena," kata hati Fian sembari terus memeluk Naima.
Pada hari kamis, Fian pamit pada Naima untuk pergi, dia akan tidur di rumah Syena, karena memang jadwalnya saat ini harus ada di rumah Syena bersama dengan Azad.
Sesampainya di rumah, Fian tidak menemukan Syena, dia hanya melihat Azad sedang bermain dengan baby sitter nya.
"Mana umma nak?"
"Umma di kamar bi, umma sedang demam." Fian bergegas menemui Syena di kamar, dia tidak melihat Syena, dia mendengar Syena sedang muntah di dalam kamar mandi.
"Syena, kamu kenapa?" Syena hanya menggeleng lalu memuntahkan kembali apa yang dia makan tadi.
"Kamu sakit?" Syena tak menjawab pertanyaan Fian, tangannya terasa dingin dan wajahnya begitu pucat.
Syena mencuci mulutnya lalu mencoba berdiri, dia pingsan, dengan cepat Fian menggendong Syena dan membawanya ke rumah sakit.
"Selamat Bapak Fian, Dokter Syena sedang hamil, usia kehamilannya sudah memasuki 3 minggu, tapi kondisi kandungan Dokter Syena sangat lemah jadi dia harus istirahat total dan tidak boleh melakukan aktifitas dulu sampai kandungannya membaik," saran dokter kandungan itu pada Fian, antara bahagia dan sedih juga, Fian merasa dilema dengan kehamilan Syena kali ini.
"Terima kasih dokter."
"Saya akan berikan obat untuk dikonsumsi oleh Dokter Syena, semoga untuk tiga bulan ke depan kandungan Dokter Syena sudah lebih baik, harap untuk menjaganya." Fian mengangguk dan mengambil resep obat itu dari dokter yang memeriksa Syena tadi.
Fian menghampiri Syena yang masih tidur lemah di atas ranjang, dia begitu cemas melihat kondisi Syena saat ini.
Jika Naima sangat sehat secara fisik ketika hamil, maka berbeda dengan Syena yang terlihat begitu lemah menghadapi kehamilannya.
Syena menatap Fian dengan mata sayu, untuk bicarapun Syena tidak mampu. Fian mendekati istrinya dan mengusap lembut kepala Syena.
"Kamu hamil sayang, usia kandungan kamu jalan 3 minggu, kamu banyak-banyak istirahat ya, karena kandungan kamu itu lemah dan kamu nggak boleh banyak beraktifitas dulu untuk saat ini." Syena mengeluarkan air mata ketika Fian mengatakan hal itu, Fian bingung entah itu air mata bahagia atau memang Syena tengah bersedih.
Fian menghapus air mata Syena yang mengalir ke dekat telinganya.
"Maaf, maafkan aku Fian." Suara Syena terdengar begitu lemah nyaris tak terdengar.
"Kenapa minta maaf?" Syena yang tidak sanggup lagi bicara hanya bisa memejamkan matanya, air mata Syena semakin banyak mengalir yang membuat Fian semakin khawatir dengan kondisi istri nya itu.
"Aku janji Syena, aku akan menjaga kamu selama kehamilanmu ini, aku tidak akan membiarkan kamu menjalani kehamilan kali ini seorang diri, aku akan menjaga kamu." Syena memalingkan wajahnya dari Fian yang membuat Fian semakin merasa aneh dengan sikap Syena.
Keesokan harinya, Syena sudah diperbolehkan pulang, kondisinya saat ini sudah lebih membaik dari kemarin. Selama di perjalanan, Syena hanya diam tak bicara sepatah kata pun hingga mereka sampai di rumah.
Syena berusaha bersikap hangat pada Azad, seolah tidak terjadi apa-apa, Fian semakin aneh dengan sikap istrinya, dari kemarin Syena tidak ingin bicara dengannya.
"Umma sakit apa? Kenapa umma sangat pucat begini?" tanya Azad sambil meraba wajah Syena.
"Umma baik sayang, umma hanya butuh istirahat saja."
"Azad khawatir umma, Azad tidak mau kalau umma sakit."
"Umma sekarang sudah sehat, lihat, umma sudah di sini kan sama Azad." Azad memeluk Syena lalu mengantarkan Syena ke dalam kamar, Azad meninggalkan Syena berdua dengan Fian di dalam kamar.
"Kamu mau makan apa? Biar aku buatkan ya."
"Pergilah Fian, aku hanya mau kamu pergi dari sini." Fian mendekati Syena, lalu duduk di hadapan Syena.
"Kamu kenapa? Aku ada salah sama kamu?"
"Aku tidak ingin berdebat sama kamu, aku mohon Fian, pulanglah, aku baik-baik saja di sini."
"Ini rumahku juga, aku tidak akan pergi sebelum kamu menjelaskan kenapa kamu berubah padaku? Apa salahku?" Bukannya menjawab, Syena malah menangis, Fian membawa Syena ke dalam pelukannya, Syena memeluk erat Fian, dia sangat merindukan suaminya itu.
"Apa yang sudah kita bangun ini adalah suatu kesalahan Fian, aku tidak mau begini, aku tidak mau, tolong pergilah dan kembali pada istrimu, ceraikan saja aku, untuk data anak kita, kita sudah memiliki akta nikah, aku bisa melalui semua ini sendiri," ungkap Syena dalam pelukan Fian sambil menangis, Fian menghela nafasnya, dia paham dengan perasaan Syena yang saat ini tengah hamil.
"Syena, kamu juga istriku, jangan bahas cerai, aku menikah denganmu bukan untuk bercerai dan bukan juga hanya sekedar mendapatkan akta nikah, tapi aku menikahimu karena aku mencintaimu, aku ingin menjaga kamu dan Azad." Syena semakin menangis dalam pelukan Fian.