Terjebak Cinta Terlarang Saat Balas Dendam

Suara bel pertama belum berbunyi, tapi halaman sekolah sudah ramai murid yang bersliweran. Dari kejauhan Arron tampak bersandar santai dipagar dekat lapangan basket, tempat biasa cowok itu menunggu seseorang.

Ia tersenyum manis sambil melambaikan tangan ke arah Brisia. Setengah berlari, gadis itu buru-buru menghampiri kekasihnya.

"Pagi Sayang." Sapa cowok itu lalu mengambil tas ransel Brisia seperti sudah kebiasaan.

Brisia tersenyum kecil, "Pagi juga, kamu datangnya kecepetan ih, perasaan kamu terus yang sampai duluan?"

"Biar bisa nyambut kamu," balasnya sambil tersenyum.

"Dih gombal, ya udah ke kelas sekarang yuk!" Ajak gadis itu menggandeng tangan Arron.

Dari kejauhan beberapa murid melihat pemandangan itu seperti sudah hafal.

"Couple goals banget ya mereka? Udah kaya adegan novel. Cowoknya ganteng idola sekolah, ceweknya cantik pokoknya perpaduan yang pas." Celetuk cewek berambut pendek sambil ngunyah lontong tangan kirinya megang gorengan, soalnya belum sarapan.

"Halah, semua akan prett pada waktunya." Balas gadis disebelahnya, diem-diem ngutil gorengan temannya.

"Jangan ngomong gitu lah! Ngomong tuh yang baik-baik."

"Gue trust issue sama percintaan artis-artis tau, udah kaya pasangan paling bahagia eh taunya dibelakang prett banget."

"Iya sih, mana mukanya pada kaya orang bener."

"Ya kan? Nyangka nggak Lo?"

"Enggak, moga aja mereka berdua ngga kaya gitu. Gue ngga rela anjirr."

Dua cewek itu malah sibuk bergosip. Bukan rahasia lagi, Arron dan Brisia adalah pasangan yang paling menonjol di angkatan. Arron populer karna menjadi ketua tim basket SMA Adhyaksa Bakti, sedangkan Brisia unggul dibidang akademik. Kata guru-guru sih pasangan bibit unggul.

Arron dan Brisia sampai dikelas, sepanjang koridor mereka berdua sibuk ngobrol ngalor ngidul seperti biasa.

"Minggu jadi kan Ar?" tanya Brisia setelah sampai dibangkunya.

"Jadi dong, kan aku udah booking tiketnya." Balasnya sambil mengelus rambut Brisia lalu memberikan tas ranselnya.

"Makasih ya."

"Iya sama-sama."

Arron duduk dibangkunya sendiri, dibarisan paling belakang.

"Mau kemana kalian berdua?" Tanya Disa, sahabat sekaligus teman sebangku Brisia.

"Mau tau aja apa mau tau banget?" Balas Brisia dengan nada meledek.

"Cih, gitu ya mentang-mentang punya pacar, ngeledek banget sama makhluk jomblo."

"Cari pacar dong Dis, udah mau lulus loh. Nggak pengin apa punya pacar pas SMA?"

"Belum ada yang nyantol." Balas gadis itu cuek sambil mencoret-coret kertas kosong.

"Lo cantik tau, pasti ada lah yang nyantol."

"Bisa aja, gampang lah. Gue mau fokus belajar bentar lagi kan ujian."

"Iya juga, gue masih bingung mau daftar kampus mana?" Celetuk Brisia dengan nada bimbang membuat Disa menoleh.

"Lo mah pinter, kemana aja pasti diterima."

"Gue bingungnya tuh Mama, kalau gue kuliah jauh dia sama siapa disini. Lo tau sendiri mama cuma punya gue?"

Brisia adalah anak tunggal, mamanya seorang janda karna papanya sudah lama meninggal. Setiap hari kesibukannya berjualan makanan diwarung nasi miliknya.

"Ya udah kuliah yang deket aja, disini juga banyak pilihan."

"Padahal gue agak kepengin kuliah di Jogja Dis."

"Kalau Lo pengin dan tante ngijinin ya udah sih Brie, eh tapi Arron emang mau LDR?" Tanyanya penasaran.

"Arron ngga masalah LDR, yang paling gue pikirin justru mama."

"Mama Lo masih muda bisa lah jaga diri disini. Eh btw beliau ngga ada rencana nikah lagi?"

"Ngga tau tuh, gue udah sering bilang ngga papa kalau mau nikah lagi tapi katanya belum ada yang cocok."

"Mungkin udah nyaman hidup sendiri, apalagi tante mandiri bisa cari uang sendiri. Katanya sih perempuan kalau udah mandiri finansial, ngga butuh laki-laki."

"Gitu ya, apa karna itu mama betah menjanda bertahun-tahun?"

"Eh tapi gue ngga bermaksud loh Brie, maksudnya kata orang-orang. Gue lagi ngga ngomong itu mama Lo." Balas Disa ngga enak takut temannya tersinggung.

"Santai aja. Gue paham maksud Lo."

Arron dari tadi diam memperhatikan Brisia dari belakang. Seolah menebak apa yang sedang dibicarakan dua gadis itu.

Obrolan itu selesai karna bel berbunyi. Kelas langsung terisi penuh karna jam pertama adalah kimia. Guru kimia kaya ngga pernah absen dan selalu ontime. Kadang sampai heran, kapan mereka dapat jam kosong pas pelajaran kimia.

Brisia dan teman-temannya mengikuti pelajaran dengan tenang, kalau berisik bakal kena semprot. Jam berikutnya adalah matematika, pokoknya menyala sekali pagi itu. Otak ngebul karna dikasih pelajaran hitung-hitungan mulu.

"Brie, kamu ikut saya ke kantor guru sebentar!" Ajak Bu Julia guru matematika pada Brisia setelah pelajaran usai.

"Baik Bu." Jawab Brisia sopan.

Ia membereskan bukunya, hendak menyusul bu Julia yang sudah keluar lebih dulu.

"Tumben bu Julia ngajak ke kantor. Ada apa ya Brie?" Tanya Disa seperti biasa kepo.

"Ngga tau, mau ngasih info apa kali."

"Kenapa ngga disini aja?"

"Ya menekehete Dis, mau ikut?"

"Ngga ah, gue mau ke perpus."

"Rajin banget?"

"Gue bukan Elo yang nggak usah effort belajar udah pinter dari orok."

"Iya-iya Gue cabut dulu ya!" Pamit Brisia karna Bu Julia udah pergi dari tadi.

"Ar, aku ke kantor guru dulu, kamu nanti pesenin makanan ya!" Perintah Brisia pada Arron, seperti biasa mereka makan dikantin saat istirahat.

"Iya Brie."

Disa melangkah keluar tak lama setelah Brisia pergi, cewek itu biasa mondar mandir sendiri seperti pendekar. Arron ikut keluar, mengikuti Disa dari belakang.

Di loridor dekat gudang tampak sepi, Arron tiba-tiba menarik tangan Disa.

"Ya ampun kaget!" Ucap Disa saat tangannya ditarik Arron dan dibawa ke sisi belakang gudang.

"Pergi gitu aja ngga nyapa." Jawab Arron pura-pura jutek.

"Takut ada CCTV hehe. Lagian Lo yang harusnya inisiatif ngasih kode lah. Gue takut ketahuan Brisia."

Cup.

Satu kecupan mendarat di bibir tipis Disa yang berwarna pink, membuat gadis itu tersipu.

"Nyosoran banget!" Omelnya.

"Tapi seneng kan disosor?"

"Ngga usah diperjelas. Kamu sama Brisia minggu mau kemana sih?"

"Nonton."

"Hmm... seneng ya bisa pergi bareng ngga sembunyi-sembunyi kaya gini?" Ucap gadis itu murung.

Arron langsung menangkup wajah dan menatap Disa.

"Jangan sedih dong, mau gimana lagi kita belum bisa terang-terangan."

"Iya nasib jadi selingkuhan."

"Yang penting kan gue sayang sama Elo juga." Arron mencoba menenangkan Disa tapi gadis itu masih murung.

"Dis..."

"Apa?" Balasnya jutek.

"Ya udah kita pergi sabtunya gimana? Lo pengin nonton juga?"

"Beneran?" Tanya Disa tak percaya Arron ngajakin pergi berdua. Biasanya cuma sebatas ketemu disekolah.

"Iya, mau kan?"

"Mau banget hehe. Makasih ya."

Arron menghela nafas lega, gini nih kalau punya pacar dua, tapi Nggak papa kan yang penting dia berusaha adil.