Yun Sia, gadis yatim piatu di kota modern, hidup mandiri sebagai juru masak sekaligus penyanyi di sebuah kafe. Hidupnya keras, tapi ia selalu ceria, ceplas-ceplos, dan sedikit barbar. Namun suatu malam, kehidupannya berakhir konyol: ia terpeleset oleh kulit pisang di belakang dapur.
Alih-alih menuju akhirat, ia justru terbangun di dunia fantasi kuno—di tubuh seorang gadis muda yang bernama Yun Sia juga. Gadis itu adalah putri kedua Kekaisaran Long yang dibuang sejak bayi dan dianggap telah meninggal. Identitas agung itu tidak ia ketahui; ia hanya merasa dirinya rakyat biasa yang hidup sebatang kara.
Dalam perjalanan mencari makan, Yun Sia tanpa sengaja menolong seorang pemuda yang ternyata adalah Kaisar Muda dari Kekaisaran Wang, terkenal dingin, tak berperasaan, dan membenci sentuhan. Namun sikap barbar, jujur, dan polos Yun Sia justru membuat sang Kaisar jatuh cinta dan bertekad mengejar gadis yang bahkan tidak tahu siapa dirinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 1
Yun Sia bukanlah gadis yang hidup bahagia, tapi juga bukan gadis yang suka mengeluh. Hidupnya… yah, campuran antara tawa, kecerobohan, dan keberanian absurd yang hanya dimiliki orang bermental baja.
Sejak kecil ia tinggal di panti asuhan kecil yang atapnya sering bocor, lalu tumbuh dengan sifat mandiri. Pagi ia sekolah, sore ia bekerja di kafe. Pekerjaannya unik, koki merangkap penyanyi. Orang bilang tak mungkin bisa mencampur bawang goreng dengan nada tinggi lagu cinta, tapi Yun Sia bisa. Saat ia mengiris cabai sambil menyanyikan lagu balada, para pelanggan menangis entah karena lagunya menyentuh, atau karena cabainya terlalu pedas.
Yang jelas, Yun Sia jago masak, bersuara merdu, dan memiliki satu keahlian langka: memainkan gukin alat musik tradisional yang ia pelajari sendiri lewat video tutorial yang entah kenapa selalu buffering tiga menit.
Tapi hari itu… keberuntungan Yun Sia cuti.
Waktu menunjukkan pukul sebelas malam. Para pelanggan sudah pulang. Kafe tampak sepi, hanya ada suara kulkas berdengung dan kipas yang sumbatannya membuatnya berbunyi, “Tak-tik-tak-tik.”
Yun Sia menepuk kedua tangannya setelah membersihkan meja.
“Mission clear! Sisa hidup tinggal pulang, mandi, lalu tidur. Dunia, tunggulah aku besok aku kembali bekerja!”
Dia membungkuk ke kiri dan kanan sambil menyanyi sendiri.
Lalu ia menyusuri dapur belakang untuk mengambil tas kecilnya.
Dan di situlah… musuh besarnya menunggu dalam kesunyian.
Sebiji kulit pisang.
Tak ada aura jahat. Tak ada lampu berkedip dramatis.
Hanya sebuah kulit pisang yang tergeletak manis seperti jebakan maut.
Yun Sia melihat ke arah itu.
“Eh siapa yang buang kulit pisang sembarangan—”
SLIP!
“AAAAA—!”
Hidupnya yang penuh perjuangan… berakhir dengan cara konyol, memalukan, dan tidak heroik sama sekali.
Kepalanya terbentur ujung meja.
Gelap.
Sunyi.
Tak ada musik latar.
Namun bukannya bangun di neraka atau melihat malaikat, Yun Sia mendengar suara lain.
Suara gemericik sungai.
Suara angin menampar daun.
Dan… suara kambing mengembik jauh di kejauhan.
“Beeee.”
Yun Sia mengernyit." Ehmmm"
“Kok ada kambing? Jangan bilang aku ditunjuk jadi penunggu kandang kambing di akhirat?”
Ia membuka mata pelan-pelan.
Terang.
Hijau.
Panas.
Ia tersentak bangun.
“Eh?! Ini… dimana?!”Ia bukan berada di dapur kafe bukan pula di rumah dan jelas bukan di dunia modern.
Ia berada di tengah hutan! Dengan pakaian aneh hanfu lusuh, rambut panjang, dan tubuh yang terasa… lebih ringan? Lebih mungil? Lebih lembut?
Yun Sia meraba wajah dan tubuhnya.
“Wah!!! Ini bukan aku! Mukanya… cantik banget! Hidungnya mancung! Matanya bening! Kulitnya putih! Kok kayak filter premium?!!”
Ia bangkit, lalu memandang sekeliling.
Ia berada di sebuah tempat asing. Pohonnya tinggi, burung-burungnya seperti berasal dari film fantasi, bahkan udaranya terasa segar dan… bau tanahnya sangat asli.
Tidak ada tiang listrik, tidak ada kabel, tidak ada suara motor, tidak ada wifi.
“Kok nggak ada sinyal?”Ia melihat lengannya.
Di sana ada tanda lahir kecil berbentuk bunga.
“Tanda lahir? Tapi aku kan eng—”
"Aaaskkrkk!" Sebuah ingatan asing tiba-tiba menghantam kepalanya.
Yun Sia memegang kepala dengan wajah menahan sakit.
“Aduh! Ini apaan?!” Ingatan yang bukan miliknya mengalir masuk seperti video yang diputar cepat.
Ingatan tentang gadis kecil bernama Yun Sia, putri kedua dari Kekaisaran Long, yang dibuang oleh selir kejam. Gadis itu tumbuh sendirian di pinggir hutan, bertahan hidup dengan caranya sendiri… sampai suatu hari ia jatuh dari pohon saat mencari buah dan meninggal.
Tubuhnya mati.
Dan jiwa Yun Sia dari dunia modern masuk.
“Waaaah! Jadi aku… transmigrasi?! Reinkarnasi tipe pindah badan?!”
Ia menghidupkan mode dramanya sendiri.
“Jadi aku putri kerajaan? Astaga! Tapi kok hidup di hutan?! Kok aku dibuang?! Kok nggak ada istana mewah?!”
Ia menatap langit.
“Halo dunia! Aku protes! Kalau mau kirim aku ke dunia fantasi, kasih fasilitas dong! Kenapa hidupku malah downgrade?!”
Namun setelah beberapa menit drama, ia mulai tenang.“Ya sudahlah… hidup harus jalan terus. Lagian tubuh ini cantik banget, siapa juga yang nolak?”
Perutnya berbunyi keras.
“Grrrr.”
“Ya ampun, putri kerajaan kok lapar begini?”Yun Sia merengut.
“Baiklah, saatnya cari makan!” Setelah berjalan tak jauh, ia menemukan sungai jernih.
Ia melihat bayangannya. “…Wah, cantik banget sumpah.”
Ia memutar-mutar kepala. “Ini kalau di dunia modern, pasti langsung trending. Tapi ya percuma, di sini nggak ada CCTV.”
Ia melihat ada beberapa ikan besar.
“Ikan! Rezeki!!”
Dengan semangat barbar, Yun Sia mengepalkan tangan. “Baiklah ikan, siap-siap ketemu chef original!”
Namun…
Begitu ia mencelupkan tangan…
“Iiiih dingin banget!”
Ia menggigil.
“Ampun, airnya kayak air kulkas!” seru Yun Sia
Lewat beberapa detik.
Ia mencoba strategi kedua.
Menggunakan kayu seperti tombak.
“Sini kamu ikan—”
SLUUP!
Ikan kabur.
“Sini kamu—”
SLUUP!
Kabur lagi.
“SINI KAM—”
CEPLAK!
Sesuatu melompat dari semak dan menabrak Yun Sia.
“AARGH!”
Ia jatuh menimpa seseorang.
“Aduh!”
Yun Sia membuka mata.
Seorang pria muda tampan super tampan tergeletak di bawahnya. Wajahnya pucat, bibirnya sedikit berdarah, dan pakaian hitamnya mewah meski penuh debu.
Ia memandang Yun Sia… lalu terkejut.
Namun bukan karena malu.
Lebih karena..... “Berani sekali kau menyentuhku…” Suara itu dingin.
Namun Yun Sia tidak takut. “Eh, kamu ngapain sih jatuh dari semak?! Aku hampir kena serangan jantung!”
Pria itu terbelalak."Siapa gadis ini berani membentakku?!"
Sementara pengawal pria itu muncul dengan panik.“Tuan! Anda tidak apa-apa?!”
Yun Sia menunjuk pria tampan itu.“Dia yang nabrak aku! Nih, pipiku sakit!”
Pria itu: “…”
Pengawal itu membeku melihat Yun Sia yang duduk di atas tubuh tuannya.“T-tuan… gadis ini… menyentuh Anda…”
Pria itu menghela napas panjang.
Yun Sia malah berkata santai sembari duduk di atas tubuh pria itu “Eh, kalian kenapa? Dia kan manusia, bukan patung. Tersentuh sedikit juga nggak apa-apa.”
Pria itu memejamkan mata. Ia… baru pertama kali dalam hidup disentuh seseorang tanpa izin, dan tidak… merasa jijik.
Pengawalnya gemetar seperti kucing kehujanan.“Tuan, apa Anda ingin saya mengusirnya?”
Pria itu memandang Yun Sia lama sekali. Gadis itu mengelap pipinya sendiri, lalu berdiri sambil merentangkan tangan.
“Berdiri dong. Kamu jatuh gara-gara dikejar apa?” tanya Yun sia
Pria itu terdiam.
Tatapan tajamnya melembut sejenak.
Ia mengulurkan tangan sedikit ragu dan Yun Sia langsung menariknya kuat-kuat.
“Bangun!”
CEPLAAK!
Pria itu hampir tersungkur karena ditarik terlalu keras.
Pengawal terbelalak “AAA! Tuan!”
Pria tampan itu menatap Yun Sia dengan campuran bingung dan… terpana. “Siapa kau?”
“Nama aku Yun Sia! Kamu siapa?” jawab Yun sia santai
Pengawal dan pria itu saling pandang.
Pria itu hampir menjawab, namun menahan diri.
“…Aku hanya seorang yang pengembara”
Yun Sia menyipitkan mata. “Pengembara pakai baju mahal begitu? Bohong ya?”
Pengawal hampir pingsan. "Tuan… gadis ini… berani bilang Anda bohong…"
Pria tampan itu memalingkan wajah, menyembunyikan senyuman tipis yang muncul tanpa ia sadari. “Percaya atau tidak urusanmu.”
Yun Sia mengangguk. “Ya sudah. Mau makan ikan? Aku lagi berburu, meski tadi kalah sama ikan sialan.”
Pengawal: “…Makan… ikan?”
Pria tampan itu menatap Yun Sia dengan rasa ingin tahu yang mulai tumbuh. “Baik. Tunjukkan padaku.”
LIMA MENIT KEMUDIAN.
Yun Sia berdiri di pinggir sungai dengan tombak kayu. Ia melotot ke arah air.“SIAP-SIAP IKAAN!!”
Pengawal mendekat ke tuannya sambil berbisik. “Tuan… gadis ini agak… liar.”
Pria itu menjawab tanpa memandang. “Aku tahu.”
Namun ketika Yun Sia berhasil memukul ikan besar dan membuatnya terlempar ke udara, pria itu terbelalak.
PLAANG!
Ikan mendarat tepat di wajah pengawal.
“AAARGH!”
Yun Sia bersorak, “YES!!”
Pria tampan itu… menahan tawa.
Ia benar-benar… ingin tertawa.
Sesuatu yang tidak pernah ia rasakan selama bertahun-tahun.
Bersambung