Alma Seravina, seorang ibu tunggal yang bekerja sebagai Hostess di sebuah klub malam, harus menghadapi pandangan merendahkan dari masyarakat sekitarnya. Pekerjaannya yang unik, yang memerlukan dia untuk bekerja di malam hari, sering kali disalahpahami sebagai pekerjaan yang tidak pantas. Namun, Alma tetap mempertahankan pekerjaannya untuk membesarkan anak satu-satunya. Meskipun pandangan masyarakat membebani dirinya, Alma tidak pernah menyerah sedikitpun apalagi setelah mengetahui kondisi anaknya yang sedang sakit parah.
Di tengah kebingungan, tiba-tiba saja seorang pemuda yang usianya jauh di bawah Alma memasuki kehidupannya untuk balas dendam atas kematian tunangannya yang berkaitan dengannya. Namun, bukannya berhasil membalaskan dendam, Gevan justru malah terjebak nikah dengan Alma.
"Ayo menikah dan tandatangani kontrak ini!"
Alma tersenyum remeh, "Apa kamu bercanda? Aku tidak pantas jadi istri kamu, aku lebih pantas jadi kakak atau Tante kamu!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wulan_Author, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pertunangan jadi pemakaman
"Kamu sangat terlihat sempurna, Aluna. Gevan sangat beruntung bisa mendapatkan kamu."
Gadis yang menggunakan gaun itu tersenyum ceria mendengar pujian dari ibunya.
"Aku sudah tidak sabar, Mom. Apa Dady sudah siap? Kita berangkat sekarang?" tanya Aluna tak sabar.
Ibu Aluna tersenyum, "Baiklah, baiklah, ayo kita berangkat, tapi tunggu di sini sebentar Mami panggil Dady dan yang lainnya terlebih dahulu," ucapnya lalu masuk ke dalam butik.
Aluna menganggukkan kepalanya, senyumannya tak pernah hilang dari wajahnya, akhirnya sebentar lagi dia akan menjadi tunangan seorang Gevan, cinta pertama yang sudah menjalin kasih dengannya hampir sembilan tahun. Namun, apakah semua ini akan berjalan dengan baik?
Di tempat yang sama hanya jauh beberapa belokan dari tempat Aluna berada, ada pasangan yang sedang mengendarai mobil menuju rumah sakit.
"Bagaimana ini, aku sudah tidak kuat lagi!" teriak Alma.
"Tolong bertahan, sedikit lagi kita akan sampai."
Alma meraung kesakitan, wajahnya pucat matanya sendu karena air mata dan rasa sakit yang tak bisa dia tahan.
"Darah ... Banyak sekali darah," teriaknya sambil menatap kaki yang sudah berlumuran darah.
Nathan menoleh ke arah belakang dengan wajah panik. Namun, karena Nathan tidak fokus saat menyetir, mobilnya mengalami oleng hingga menabrak butik di sebrang jalan.
Teriakan semua orang pecah saat mobil berhenti tepat di hadapan keluarga mempelai wanita.
"ALUNA!"
(Di tempat lain)
"Bagaimana persiapannya, apa semua sudah sesuai dengan keinginan kamu?"
Pemuda yang terlihat sangat bahagia itu mengangguk puas, karena semua sudah sesuai dengan keinginannya.
"Gev, kemana Aluna? Ini sudah saatnya kalian bertukar cincin. Apa masih lama?"
Gevan mengangkat pergelangan tangannya untuk melihat jam di tangannya.
"Mungkin sebentar lagi, Pah. Biar aku coba hubungi Aluna," ucapnya.
Deeeert.
Deeeert.
Deeeert.
Beberapa kali Gevan mencoba menghubungi nomor Aluna, namun tak pernah ada jawaban, hingga akhirnya seseorang berteriak histeris di ujung sana.
"Tuan muda, Tuan muda, Nona Aluna... Nona Aluna dia mengalami kecelakaan di persimpangan jalan!"
Bagaikan di sambar petir, tubuh Gevan mendadak tak stabil, lututnya terasa lemas tangannya bergetar hebat bahkan kini tubuhnya tak mampu lagi berdiri tegak.
"Tidak mungkin, kenapa bisa kecelakaan? Di mana Aluna sekarang?" sentak Gevan dengan sorot tajam.
"Nona Aluna ada di HospitalCity, Tuan."
Gevan langsung berlari kencang, tak peduli dengan orang-orang yang menatapnya dengan tatapan bingung dan khawatir. Setelah melewati jalanan yang ramai akhirnya Gevan sampai di rumah sakit. Namun, pemuda itu terdiam seperti patung saat melihat kekasih yang dia cintai sudah terbujur kaku di atas ranjang dengan kain menutup tubuhnya.
"Ada apa ini? Kenapa Aluna tidak bergerak?"
"Gevan, kamu harus kuat kita semua sudah ikhlas."
Gevan tak bisa lagi berdiri kokoh, tubuhnya jatuh dihadapan mayat sang kekasih.
*Tiga tahun kemudian*
Dor.
Dor.
Dor.
Suara tembakan terdengar menggelegar di tengah lapangan luas.
"Bagaimana, apa sudah ada informasi lengkap tentang wanita itu?"
Salah satu pria berpakaian rapi mendekat memberikan beberapa lembar kertas dan foto kepada pemuda dihadapannya.
"Itu yang kami dapatkan, Tuan."
Gevan menatap foto ditangannya dengan tatapan tajam, wajahnya memerah serta rahang mengeras kencang, jelas sesuatu yang ada di dalam sama bukanlah hal yang baik untuk pemuda itu.
"Bawa aku ke tempat ini, dan pastikan wanita itu ada di sana!"
*Club Sunrise*
"Berapa yang kamu mau? Lima puluh juta? Seratus juta? atau satu miliar?"
Lagi, pria hidung belang di hadapan Alma terus menawarkan harga fantastis untuk merayunya agar laki-laki hidung belang itu bisa tidur dengannya. Namun, Alma tak pernah tergiur dengan tawaran pria di hadapannya itu.
"Maaf Tuan, pekerjaan saya memang sebagai Hostess, namun Tuan salah jika berfikiran lebih tentang pekerjaan saya. Jika anda ingin di layani sebagai pemuas nafsu, maka saya tidak akan melayani anda lagi. Namun, jika Tuan bisa menjaga sopan santun Tuan terhadap Saya, maka dengan senang hati saya akan menuangkan minuman dan meracik minuman terbaik di club' kami."
Ucapan tegas serta tatapan dingin yang di tunjukan Alma pada pelanggan kurang ajarnya, mampu membuat pria hidung belang di hadapannya malu hingga berlalu tanpa menoleh lagi. Ini bukan kali pertama Alma mendapatkan tawaran buruk dari pelanggannya, sudah beberapa kali terjadi, bahkan pria yang sama hampir setiap malam terus menaikkan harga agar Alma mau bermalam dengannya. Namun, semua itu hanya sia-sia saja.
"Bisa tuangkan minuman terbaik di club' ini, Nona."
Tiba-tiba saja suara berat yang sedikit serak membuyarkan lamunan Alma.
"Tentu, Tuan. Saya akan tuangkan Cognac, apa anda suka dengan minuman yang sedikit menggairahkan?" tanyanya sambil tersenyum ramah.
"Tentu," sahutnya sambil mengangguk pelan.
Alma langsung menuangkan Cognac di campur Remy Martin yang rasanya begitu membingungkan namun mampu membuat peminum merasakan gairah dan relax secara bersamaan.
"Kamu sepertinya faham tentang minuman-minuman seperti ini. Selain penyaji minuman, apa kamu juga seorang peminum? Karena rasanya tidak mungkin kamu menawarkan minuman tanpa kamu coba sendiri rasanya seperti apa. Mungkin saja minuman yang kamu pilihkan tidak sesuai dengan ekspektasi kami, para tamu."
Pertanyaan Pria yang sedang duduk di depan counter terdengar berbeda dari pertanyaan pelanggan lainnya. Namun, Alma tak langsung menjawab pertanyaan si pria, karena dia tahu akan kemana arah pembicaraan pria di hadapannya ini.
"Seperti yang kamu tahu, aku adalah penyaji minuman sekaligus peracik minuman di sini. Kamu memang benar, rasanya tidak mungkin menawarkan minuman yang kita sendiri tidak tahu bagaimana rasanya. Jadi, sebelum kami meracik minuman untuk pelanggan, kami terlebih dahulu yang mencobanya," ucap Alma sambil menyodorkan satu gelas Cognac with Remy Martin yang baru saja dia racik sendiri. Lalu Alma menuangkan satu gelas kecil untuknya.
"Aku tidak selalu melakukan ini, tapi khusus untuk malam ini mari kita bersulang!"
Alma mengangkat gelas yang berisi minuman di tangannya, lalu meminumnya hanya dengan satu kali tegukan.
Pria di hadapannya menyeringai puas saat melihat Alma menghabiskan minuman yang dia sajikan sendiri. Tentu pria itu tahu minuman apa yang baru saja disajikan Alma untuknya.
"Nama ku Danuel, jika boleh tahu siapa nama kamu?" tanya pria itu sambil menyodorkan tangannya.
Alma mengangkat sebelah bibirnya sambil menatap pria di hadapannya dengan tatapan dingin namun tangannya masih sibuk melayani pelanggan lain.
"Alma, nama ku Alma!" sahutnya tanpa membalas jabatan tangan laki-laki itu.
Inilah yang tidak di sukai Alma saat dia sedang bekerja di club'. Memiliki paras cantik berkulit putih hidung mancung serta senyuman menawan, membuat wanita muda itu selalu merasa risih dan ingin sekali merubah wajahnya agar tidak mencuri perhatian laki-laki hidung belang.
"Setelah ini apa yang akan kamu lakukan?" Pria itu kembali mulai memainkan mata nakalnya.
Alma menghembuskan nafas kasarnya. Inilah hal yang paling dia benci dari pria-pria kotor yang menjadi pelanggan-pelanggan di club' ini. Semua pria bertanya apa yang akan Alma lakukan setelah pulang dari club'. Memang menurutnya apa yang akan Alma lakukan?
"Aku akan pulang dan istirahat di rumah!" jawab Alma dengan malas.
Danuel terkekeh kecil, menurutnya tidak mungkin jika Alma langsung pulang jika birahinya minta di puaskan, setidaknya itulah yang ada di fikiran laki-laki itu saat ini.
"Apa kamu yakin tidak butuh seseorang untuk saat ini?"
Alma menatap pria dihadapannya dengan tatapan tajam.
"Minuman kamu sudah habis, setidaknya bayar minumannya lalu pergi dari sini sekarang juga. Atau silahkan tambah minumannya lagi asalkan jangan berisik sama sekali!" Wajah Alma berubah dingin serta tatapan tajam menghujam menatap pria di depannya.
Entah sudah berapa laki-laki malam ini yang terus mengganggu dirinya. Bekerja di tempat hiburan malam membuat Alma harus banyak mengelus dada. Pekerjaannya sudah di anggap hina oleh sebagian orang, jika Alma terjerumus lebih dalam lagi, lalu bagaimana Alma bisa menghadapi kejamnya hinaan dunia? Tidak, Alma tidak mau itu semua terjadi. Jika ketakutannya benar-benar nyata apa mungkin dia bisa menghadapi putri kecilnya? Kelemahan terbesar Alma Seravina.
"Al, sudah waktunya kamu pulang," ucap Catherine.
Alma menoleh cepat.
"Oh sorry, aku melamun tadi. Catherine, maaf jam berapa sekarang?" tanya Alma.
"Hampir pukul empat pagi," jawab Chaterine sambil tersenyum garing.
Alma menghela nafasnya, setidaknya hari ini dia bisa pulang lebih cepat dari pada sebelumnya. Dia masih punya waktu sebentar untuk tidur memeluk putri kecilnya.
"Alma, apa kamu sudah memikirkan tawaran Tuan Cemal?"
Alma terdiam bingung sambil mengerutkan kedua alisnya.
"Tawaran apa?"