Melisa terpaksa menjalani kehidupan yang penuh dosa, demi tujuannya untuk membalaskan dendam kematian orang tuanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Danira16, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bukan Anak Kandung Kami
Seorang gadis berusia 18 tahun itu dikenal sangat cantik, dan begitu mempesona. Hari ini ia pulang dari kelulusan sekolah di bangku putih abu-abunya.
Sesampainya di rumah Melisa membuka pintu, dan ternyata ayahnya sedang menonton televisi.
"Melisa, kenapa pulangnya malam sekali." Protes ayahnya namun tidak menunjukan kemarahannya.
"Maaf ayah, Melisa tadi main ke rumah temen. Kan tadi hari kelulusan, jadi wajar dong kalo Melisa gak pulang cepat."
Ayah Melisa bangun dan mendekati Melisa.
"Terus kamu lulus kan??"
"Tentu saja ayah."
"Selamat ya sayang."
Rudy memeluk melis dan mengecup keningnya. Ada rasa hangat dan bahagia dalam hati Melisa.
"Ibu mana yah?"
"Ibu kamu sakit, masuklah ke kamar!" Titah Rudy.
"Baiklah."
Sesampainya di kamar, Melisa melihat ibunya sedang berbaring lemah. Wanita berumur 50 tahun itu terlihat pucat dan batuk-batuk.
"Ibu sakit apa?"
"Tidak apa, kemari nak!! Ada yang ingin ibu bicarakan sama kamu."
"Ada apa Bu??"
Wajah wanita tua itu pun menghela nafasnya, ia pun mulai bercerita tentang sebuah fakta pada Melisa.
"Melisa, sebenarnya kamu bukan anak ibu sama ayah."
Jederr
Bagai di sambar petir, Melisa terkejut dengan pengakuan ibunya, yang ia tahu bahwa mereka adalah orang tuanya.
"Apa?? Kalian bukan orang tuaku?"
"Iya nak, waktu itu kedua orang tua kamu adalah teman kami. Mereka meninggal karena kecelakaan yang dibuat oleh oknum jahat yang ingin menguasai perusahaan papa kandungmu."
"Jahat sekali, siapa mereka?" Tanya Melisa yang mulai sedih.
"Mereka adalah adalah.......sudahlah kamu tidak perlu tahu." Jawab Lisa, ibu nya Melisa.
Melisa hanya bisa menangis, ia begitu terkejut akan fakta itu. Dan ibunya menceritakan keseluruhan secara lengkap.
Perusahaan ayah Melisa di kuasai, hingga Melisa saat itu yang sebatang kara terpaksa di adopsi oleh ibunya Melisa yang sekarang ini.
Melisa di adopsi ketika usianya 3 tahun. Jadi dia belum mengerti apapun, dan saat di adopsi Melisa selalu menangis mencari orang tuanya, hingga lambat laun Melisa baru menerima semuanya.
Melisa memeluk ibunya penuh haru, sedangkan ayahnya hanya menatapnya.
"Terima kasih kalian sudah mengadopsi ku." Ucap Melisa tulus.
***
Sudah Sebulan ibunda Melisa sakit, dan Melisa selalu menjaga dan merawat ibunya, ia juga selalu mengantarkan ibunya periksa ke dokter.
Melisa sedih ketika dokter menyatakan bahwa ibunya terkena penyakit kanker paru, untungnya masih stadium awal sehingga mau tidak mau harus menjalani kemoterapi.
Malam itu Melisa sedang memasak di dapur, menyiapkan makan malam ibunya. Saat itu ayahnya baru pulang sehabis Maghrib dari kantornya.
"Mel kamu masak apa?" Tanya ayahnya yang ternyata sudah telat di belakangnya.
Melisa yang terjengit langsung menoleh dan bertubrukan dengan ayahnya, Melisa yang mau jatuh di tarik panggulnya dan badan keduanya saling bertubrukan.
Jantung Melisa berdegup sangat kencang, apalagi pria yang ia anggap sebagai ayahnya itu bukan ayah kandungnya.
"Kamu masak apa Mel?" Tanya Rudy yang malah gugup.
"Melisa masak sayur sup buat ibu, Hem,,,,,ayah mau kopi??"
"Boleh, kepala ayah pening." Jawab Rudy.
Melisa pun langsung membuatkan kopi ayahnya, setelah genggaman ayahnya terurai. Tidak butuh waktu lama akhirnya kopi itu sudah ada di meja makan.
"Ayah, aku mau suapin ibu dulu ya?"
"Iya, obatnya jangan lupa juga!!"
"Oke ayah."
Melisa ke kamar dan menyuapi ibunya dengan nasi lembek dan sup ayam creamy, selama ibunya sakit. Mau tidak mau Melisa belajar masak, setidaknya untuk membalas kebaikan ibunya.
"Sudah cukup Mel, ibu kenyang."
"Minum obat dulu ya Bu, terus tidur."
"Ya, berikan obatnya."
Melisa memberikan obat serta air putih, ibu Melisa pun menegak obat dan di dorong dengan air putih, tak lama karena pengaruh obat, akhirnya wanita tua lemah itu tertidur.
Setelah ibunya tidur, Melisa keluar dari kamar dan mendekati ayahnya yang sedang menonton televisi.
"Ayah masih pusing?" Tanya Melisa dengan duduk di samping ayahnya.
"Masih, tapi sedikit." Jawab ayahnya yang usianya lebih muda dari ibunya Melisa.
Usia ayah angkat Melisa kisaran 40 tahun, keduanya beda usia 3 tahun. Entah siapa yang tidak subur hingga sampai sekarang suami istri itu tidak memiliki momongan.
"Mau Melisa pijat?" Tawar Melisa pada ayahnya yang kini tatapannya melirik pada p4-h4 Melisa yang terbuka.
Saat ini Melisa hanya mengenakan kaos ketat yang pendek dengan c3L4n4 h0t p4nts, tentu saja membentuk tubvh Melisa.
"Boleh, itu pun kalo kamu gak capek."
"Tidak lelah ayah. Ayo Melisa pijat!!"
Karena kepalanya yang pening, akhirnya Melisa memijat tengkuk serta pelan kepala ayah angkatnya.
Melisa memijat dengan kedua tangannya yang terangkat, tanpa sengaja pandangan Rudy, ayah Melisa tertuju pada kedua benda kembar milik Melisa yang terlihat bulat nan indah.
"Ayah...??"
"Iya Mel, ada apa?" Jawab Rudy gugup karena sibuk memikirkan sesuatu.
"Kenapa ibu tidak memberi tahu siapa orang-orang jahat itu?"
"Mungkin ibu kamu tidak ingin kamu kepikiran."
"Lalu wajah orang tua kandungku seperti apa?"
"Kamu pingin tahu? Memangnya ibu tidak memberi tahu?"
Melisa hanya menggeleng, dan ia pun menghentikan pijatannya, Melisa menunduk terlihat ada kesedihan di wajahnya.
Air matanya mulai menetes perlahan, jatuh mengenai pipinya yang sedikit chubby. Ayah Rudy menarik Melisa dan memeluk Melisa.
"Jangan menangis, kan ada ayah. "
"Iya ayah, makasih."
Dan lagi-lagi ada rasa hangat yang tidak bisa Melisa jabarkan, bahkan Rudy pun merasakan hal yang sama.
Tiba-tiba lampu padam, sontak saja membuat keduanya terkejut. Apalagi Melisa sempat merem*s otong Rudy, itu pun tanpa sengaja. Dari dulu Melisa memang panik saat lampu mati.
Setelah itu lampu menyala kembali, membuat keduanya nampak kikuk. Melisa menunduk malu dengan rona wajahnya yang sudah memerah.
"Ayah tidak tidur? Ini sudah malam. Bukankah ayah besok bekerja?"
"Nanti, ayah belum mengantuk. Lebih baik kamu tidur saja. Bukankah kamu lelah setelah mengurusi ibu dari pagi?"
"Tak apa ayah, lagi pula sudah jadi kewajiban aku membalas kebaikan kalian." Jawab Melisa.
"Ya sudah ayah ke kamar mandi dulu, gerah banget nih."
"Melisa mau tidur saja yah, selamat malam ayah."
"Malam Mel...."
Cup
Melisa m3ng3cup pipi ayahnya dan pergi ke kamarnya, dan ia pun menata kasurnya untuk bisa ia rebahkan tvbuhnya saat badan telah capek.
Sedangkan kini ayah Rudy terlihat sedang di dalam kamar mandi, pria itu sedang mengeluarkan tongkat saktinya dan mengurutnya perlahan hingga kian keras.
Sembari membayangkan tvbvh Melisa yang begitu semlohaay, hingga ayah Rudy telah sampai dan memanggil nama Melisa berulang kali.
Tanpa papa Rudy tahu, bahwa Melisa mendengar c0kl! papa Rudy yang memanggil namanya, jantungnya makin berdetak kencang, ditambah suasananya kian p4n4s.
Melisa cepat-cepat kembali ke kamarnya, sebelum papa Rudy keluar dari kamar mandi dan ia kepergok.
Di dalam kamarnya, Melisa membayangkan hal yang tidak mungkin. Ia memang tahu bahwa akhir-akhir ini jika berdekatan dengan ayah Rudy, ia makin salah tingkah.
"Apakah karena kami tidak sedarah? Tidak mungkin, aku harus melupakannya." Oceh Melisa bicara sendiri di dalam kamarnya.
Sama seperti yang di rasakan oleh Melisa, kini Rudy pun merasakan hal yang sama. Pria itu tidur di samping isterinya.
Tak lama kemudian sang istri pun terbangun, Rudy yang melihat itu memeluk istrinya.
"Sayang kenapa bangun? Kamu haus?"
"Iya, tolong ambilkan aku air." Jawab sang isteri yang langsung duduk di sandaran ranjang.
Rudy mengambil gelas kosong dan mengisinya dengan air putih, setelah itu ia memberikan pada istrinya.
Ibu angkat Melisa pun meneguk air putih itu hingga setengah, sang istri pun menatap suaminya dan menyenderkan kepalanya pada bahu Rudy yang saat itu sudah duduk di sebelahnya.
"Maafkan aku sayang tidak bisa memenuhi kebutuhanmu batin kamu."
"Hust kamu ngomong apa sih? Aku tahu kamu lagi sakit."
"Tapi mas kamu kan pria normal,lagi pula aku juga mandul. Tidak bisa memberi kamu anak. Bukankah itu kan yang selama ini kamu inginkan?"
"Tidak juga, kan kita sudah punya Melisa?"
"Tapi Melisa bukan anak kandung kita mas, apa kamu menikah lagi saja?" Tawar sang istri yang tiba-tiba bicara tidak jelas.
"Kenapa jadi bicara kamu ngaco gini sayang." Ucap Rudy yang merasa miris melihat Lusi.
"Aku tidak tahu kapan sakitu ini akan sembuh mas."
Air mata ibu angkat Melisa menetes, ia sejujurnya telah lama di vonis mandul, dan tidur juga tahu itu.
Tapi mereka saat itu bersikeras suatu saat ada keajaiban, tapi nyatanya sampai mereka membiarkan Melisa selama 15 tahun pun tidak kunjung ada tanda-tanda kehamilan.