Apa yang akan kalian lakukan jika tiba-tiba kalian terbagun di tubuh orang lain. Apa lagi tubuh seorang idola terkenal dan kaya raya.
Itulah yang sedang di rasakan Anya. Namun, ia bangun di tubuh Arka, seorang Leader boyband Rhapsody. Ia mendadak harus bersikap seperti seorang idola, tuntutan kerja yang berbeda.
Ia harus berjuang menghadapi sorotan media, penggemar yang fanatik, dan jadwal yang padat, sembari mencari cara untuk kembali ke tubuhnya sendiri sebelum rahasia ini terbongkar dan hidupnya hancur.
Mampukah Anya bertahan dalam peran yang tak pernah ia impikan, dan akankah ia menemukan jalan pulang?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Uswatun Kh@, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
DUJIYAKAR 33
"Mau apa kalian?" tanya Anya sambil membuka pintu.
Saat pintu terbuka, ketiga anggota Rhapsody itu tersenyum lebar.
"Halo, leader. Kami datang. Kau pasti bosan kan di rumah aja," ucap Lex sambil merangkul pundak Anya.
Mereka masuk ke dalam sambil membawa kantong plastik di tangan mereka.
"Lihatlah, kami membawakanmu makanan," ujar Jasper sambil mengangkat dua kantong plastik di kedua tangannya.
Jakson hanya menggeleng sambil berjalan masuk ke ruang santai. Ia duduk di atas sofa sambil menatap ke arah mereka.
Mereka duduk melingkari meja kaca yang ada di ruang santai. Lex dan Jasper segera membuka kedua kantong itu.
Isinya ada sekotak besar ayam Richeese dan beberapa kaleng bir.
Lex menatap ke arah Anya ragu. "Kau tidak makan juga gak apa-apa. Biar kami saja yang makan, kami hanya merasa jenuh jika kemari tidak membawa makanan. Kami tahu kau paling tidak suka makanan seperti ini. Tapi ... aku mohon, sekali ini saja."
Jasper menjitak kepala Lex. "Sudah kubilang, Arka tidak akan mengizinkan. Kau keras kepala banget."
"Tapi kan kata Jakson tidak apa-apa, lagian cuma sekali ini saja," ujarnya sambil memandang ke arah Jakson.
Jakson yang duduk di sofa turun dan duduk bersama mereka. Ia duduk di samping Anya.
"Tidak apa-apa kan, Arka? Kau pasti mengizinkan kan kalau aku yang minta," ucap Jakson sambil mengalungkan tangannya ke leher Anya.
'Tentu saja tidak apa-apa. Lagian aku kan bukan Arka, dia juga kan sedang tidak di sini,' gumamnya dalam hati.
Anya langsung mengambil ayam itu dan melahapnya. "Tentu saja, lagian kita kan sering makan makanan seperti ini."
'Benar seperti dugaanku,' batin Jakson.
Jakson lalu mempererat rangkulan tangannya.
Wajah mereka yang awalnya cemas dan takut berubah jadi ceria. Lex dan Jasper juga segera mengambil ayam itu dan melahapnya.
Jakson hanya tersenyum tipis sambil menggeleng pelan.
Suasana semakin ceria, bahkan mereka memainkan permainan suit. Yang menang menyentil kening yang kalah.
"Siap!" kata Lex.
Anya dan Jasper mulai duluan. Mereka bersiap untuk melakukan suit.
"Satu ... dua ...tiga!" Lex memberi aba-aba.
Anya segera beradu suit. Ia mengulurkan ibu jarinya sedang Jasper jari kelingking.
Anya kalah dan Jasper bersiap menyentil keningnya. Anya mengerenyitkan kening.
Plak!
Akkhh!
Anya teriak karena merasa kesakitan. Gelak tawa seketika menggelegar. Anya terhibur, rasa sepi yang sedari tadi menggelayuti seakan sirna.
"Kalian teruskan saja. Aku akan ke dapur untuk mengambilkan buah," ujar Jakson.
Ia lalu beranjak menuju dapur. Anya dan yang lain masih terlihat asyik memainkan permainan itu. Ia menatap Lex dan Jasper yang sudah tak berdaya bersandar di sofa karena mabuk.
Anya yang setengah sadar bangkit untuk melihat Jakson. Jakson pergi begitu lama dan tak kunjung kembali.
Ia mencarinya ke dapur. Namun, Anya tak menemukan Jakson.
"Ke mana dia? Kenapa tidak ada di sini?" gumamnya sambil mencari keberadaan Jakson.
Ia lalu teringat ruangan itu. Anya dengan langkah gontai segera naik tangga. Ia melihat Jakson berdiri di ujung tangga.
"Apa yang kau lakukan?" tanya Anya sambil mendongak ke arah Jakson.
Jakson tersentak kaget. "Eh ... tidak. Aku tadi lagi cari kamar mandi."
Jakson segera turun menghampiri Anya. "Kau mabuk, ya?"
Anya segera menggeleng cepat. "Enggak ... mana mungkin aku mabuk."
Hahaha!
Tawa Anya menggema. Ia sudah benar-benar mabuk.
Jakson segera membawanya kembali ke tempat semula. Direbahkannya Anya di atas sofa.
Anya mengambil sekaleng bir dan meminumnya lagi. Namun, Jakson segera mengambil bir itu.
"Cukup, Arka. Kau tidak kuat minum, sudah jangan minum lagi," katanya.
"Berikan itu! Aku mau minum lagi. Aku lelah! Aku ingin melupakan semua masalah ini untuk sesaat," racau Anya.
Saat mabuk, Anya merasa pikirannya melayang bebas. Tubuhnya juga seakan ringan. Anya saat stres sering minum bersama temannya.
Berbeda dengan Arka. Dia dituntut sempurna, ia tak pernah menyentuh alkohol demi kesehatan. Arka sangat memperhatikan sedetail apa pun yang masuk ke dalam tubuhnya.
Ibunya sangat ketat terhadapnya, apalagi semenjak ia menjadi artis. Arka akan selalu diawasi.
Itulah sebabnya ia juga pindah tempat tinggal dari tempat sebelumnya, berharap bisa menghindari ibunya.
Melihat Arka yang kuat minum membuat Jakson terheran. "Sejak kapan kau pandai minum? Perasaan selama ini kau tidak mau menyentuhnya, Arka."
Jakson yang lebih dekat dengannya daripada yang lain jelas tahu kebiasaan Arka. Ia terus kebingungan dengan sikapnya belakangan ini.
Ia sempat berpikir bahwa itu bukanlah Arka.
"Minuman itu paling enak saat kita stres seperti ini. Aku ini sering minum, jelas aku bisa minum lah," ujar Anya sambil meraih bir di meja.
Namun, sekali lagi Jakson mengambilnya. "Cukup, Arka. Kau sudah mabuk. Jika ibumu tahu, bisa bahaya."
Anya yang kesal berusaha merebutnya dari tangan Jakson. Ia mendekat ke arah Jakson, tangannya berusaha meraih bir yang Jakson angkat tinggi-tinggi.
Anya menggelayuti tubuh Jakson hingga tubuh Jakson terpenting ke belakang. Anya menindihnya dan kedua tangannya menempel di dada Jakson.
Bukannya segera bangkit, Anya justru meraba dada Jakson yang bidang. "Lebar banget dada ini. Aku tidak salah sudah berpindah padamu."
Anya meraba dada itu, ia bisa merasakan otot dadanya yang kekar. Jakson hanya bisa melotot saat Anya dalam tubuh Arka merebahkan kepalanya di dadanya.
Jeduk, jeduk!
Anya menikmati suara irama jantung itu.
Jakson segera menyingkirkan kedua tangan Anya yang mulai membuatnya merinding. Dengan gerakan cepat, ia bangkit dari sofa, meninggalkan Anya yang masih terbaring.
"Yah ...." Lirih Anya, tangannya terulur kosong ke arah Jakson yang menjauh.
Tiba-tiba, ponsel Anya berdering, memecah keheningan. Layar menyala, menampilkan nama "Arka" yang sedang menghubunginya. Jantung Anya berdegup kencang, bercampur antara panik dan merasa bersalah.