NovelToon NovelToon
Luka Lama

Luka Lama

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Berbaikan / Cinta Seiring Waktu / Rebirth For Love
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: Renjana

Devandra pernah menjadi bagian dari kisah masa lalu Audrey. Pernah menjadi bahagia dan sedih hidupnya. Pernah menjadi luka yang sampai saat ini masih membekas.

Audrey sedang berusaha mengobati lukanya, menghilangkan sakitnya. Tapi disaat itu pula Devan hadir kembali.

Apakah Audrey akan menghilang kembali atau menghadapi lukanya agar ia tak lagi mengingat Devandra dihidupnya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Renjana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

1

Audrey melirik ponselnya kembali. Ia sedikit gelisah menunggu Vivian sahabatnya yang baru kembali dari luar negeri. Vivian adalah sahabatnya sejak mereka sekolah dan mereka berjanji untuk bertemu di salah satu kafe langganan Audrey.

Lagi-lagi gadis berambut coklat dengan sedikit gelombang itu mendecak kesal. Tapi senyumannya segera merekah saat melihat satu sosok membawa sebuah paper bag besar dengan sedikit kesulitan karena diluar hujan baru saja turun.

Vivian melambai saat melihat Audrey, ia segera berlari dan memeluk sahabatnya.

"Sudah lama?" tanya Vivian saat mereka duduk.

"Lumayan, kenapa lama sekali?" tanya Audrey sedikit merajuk.

"Maaf, tadi macet. Nih buat kamu!" Vivian menyodorkan paperbag besar tersebut untuk Audrey.

"Waaah thanks ya Vi!" Audrey merasa senang melihat isi dalamnya berupa barang-barang yang diinginkannya.

"Heran deh, random kamu itu nggak berubah," ucap Vivian saat melihat Audrey sedang membongkar satu per satu barang yang dibawakan Vivian.

"Beda kualitas Vi!" ucap Audrey. Ia semakin terpekik senang saat melihat satu buku yang dibawakan oleh Vivian.

"Berisik!" ucap Vivian saat Audrey terpekik senang dan memeluknya.

"Kok bisa sih kamu beli buku ini?" tanya Audrey heran. Buku itu kan terbit di negaranya tidak mungkin Audrey membelinya di luar negeri karena bahasa yang dipakai dibuku itu bukan bahasa luar.

"Tadi pagi aku mampir ke toko buku, iseng aja aku belikan. Eh belum punya kan?" tanya Vivian. Audrey menggeleng lalu menyimpan buku itu kembali.

"So, berapa lama libur?" tanya Audrey.

"Hmmm lumayan lama, sebulanan lebih. Makanya aku lebih memilih pulang jumpain sahabat aku yang cengeng ini," ucap Vivian.

"Aku nggak cengeng!" bantah Audrey.

"Ya... Terserah!" ucap Vivian meraih minumannya sambil menatap Audrey.

"Kenapa?" tanya Audrey, merasa aneh dengan tatapan Vivian.

"Aku mau tau gimana kabar yang sebenarnya," ucap Vivian.

"Biasa aja Vi!" Audrey mencoba biasa saja meski ia masih merasa sakit. Ia tahu ke arah mana pembicaraan Vivian.

"Kamu belum move on dari dia?" tanya Vivian.

"Please Vi! Kita udah bahas ini. Aku nggak mau mengingat apapun lagi!" bantah Audrey. Vivian dapat melihat bagaimana mata Audrey masih menyimpan luka itu. Ia tahu sahabatnya tak mudah melupakan luka yng ditorehkan seseorang.

"Oke, aku hanya bertanya, maaf," ucap Vivian tulus. Audrey mencoba tersenyum dan mengalihkan pembicaraan.

"Jadi... Sudah ada cowok luar yang ditaklukan sahabatku ini?" tanya Audrey mencoba mencairkan suasana. Vivian dengan cepat menceritakan teman-teman dan juga cowok yang ditaksirnya. Audrey tersenyum mendengarnya.

Hujan sudah tak sederas tadi, kini hanya rintik-rintik halus yang masih jatuh. Audrey melihat keluar melalui dinding kaca di sampingnya. Hujan mengingatkannya pada seseorang.

Diluar beberapa orang sudah mulai keluar dari tempat berteduh. Dengan menggunakan payung, mereka melintasi jalanan dan menghindari kubangan berisi air. Ia juga melihat beberapa orang membeli aneka makanan dan gorengan yang ada di sepanjang jalan. Ia melihat satu sosok dengan bahu lebar itu. Seperti tidak asing. Audrey menyipitkan matanya, apakah memang mata minusnya yang bertambah atau memang ia terlampau mengingat seseorang yang ingin dilupakan.Audrey menggeleng mengusir bayangan seseorang yang masih menghantuinya.

"Drey...! Ih malah melamun!" Vivian menepuk lengannya.

"Ih siapa yang melamun! Nggak kok!" Audrey segera mengalihkan pandangannya dan kembali fokus pada cerita Vivian.

Seseorang yang sedang membeli makanan pesanan adiknya itu berbalik dan matanya melihat dua sahabat yang sangat ia kenali. Sedikit terkejut mengingat selama ini ia tak pernah melihat keduanya atau salah satunya. Ya dia adalah Devandra. Jika bukan karena adiknya yang merengek meminta jajanan saat ia pulang kerja, ia tak akan mau berhenti saat hujan begini.

Devandra melihat kembali kedua orang yang asik bercerita. Ia tak mungkin lupa gadis berambut coklat bergelombang itu. Meski kini ia terlihat tanpa kacamata, dengan rambut panjangnya. Devandra tak mungkin salah orang. Ia merindukan gadis itu. Devandra menimbang sebentar apakah ia masuk ke kafe atau membiarkan saja. Tapi kesempatan untuk bertemu belum tentu terjadi lagi.

Dengan pertimbangan tersebut, Devandra menyeberang jalan dan memasuki kafe tersebut dengan dada berdebar. Apakah gadis itu akan melihatnya? Apakah dia akan mendapatkan marahnya?

Devandra meletakkan payungnya dan masuk ke dalam kafe sambil mengibaskan celana kantornya. Ia berjalan masuk dan saat ia melihat lurus tatapannya bertemu dengan tatapan Audrey, gadisnya dulu. Sejenak keduanya mematung. Jantung Devandra serasa meledak, ada rasa yang masih tersimpan di dadanya.

Sementara itu, Audrey yang kaget melihat seseorang di depan pintu kafe hanya bisa terdiam. Entah bagaimana ia mendefinisikan perasaannya saat ini. Audrey menahan napasnya saat Devandra mulai berjalan ke arahnya.

"Drey! Ih ni anak kenapa sih?" Vivian yang asik bercerita dan melihat Audrey terdiam segera melihat ke belakangnya. Lalu matanya membelalak kaget. Devandra berjalan ke arah mereka. Vivian segera melihat Audrey. Sahabatnya hanya bisa diam menatap Devandra. Vivian tidak bisa menilai apa yang dirasa Audrey. Karena ia hanya diam.

"Hai...!" Devandra telah sampai di meja mereka dan menyapa. Vivian menoleh dan tersenyum.

"Hei Devan! Wah kebetulan sekali bisa bertemu di sini," Vivian berkata sambil tersenyum.

"Iya, aku kaget saat masuk melihat kalian. Apa kabar?" tanya Devandra mengulurkan tangannya dan disambut Vivian.

"Baik! Kamu apa kabar?" tanya Vivian.

"Baik. Hai Audrey, apa kabar?" Devandra beralih pada Audrey dan mengulurkan tangannya. Audrey menatapnya diam, Devan tidak bisa menilai bagaimana Audrey saat ini. Ia begitu diam dan menyimpan segalanya. Devan merasa Audrey akan mengabaikan uluran tangannya akan menarik kembali tangannya.

"Baik!" jawab Audrey pelan menyambut uluran tangannya. Seketika jantung Devan berdegup kencang, hangatnya telapak tangan Audrey sampai ke hatinya. Menghangat.

Setelah pembicaraan singkat itu,Audrey lebih tertarik dengan minumannya. Devan paham, ia berpamitan mencari meja lain, tapi semua penuh karena ini sudah sore. Saatnya jam pulang kantor ditambah hujan yang kembali turun membuat orang lebih memilih berteduh dan menikmati minuman hangat di kafe itu.

"Boleh bergabung? Karena maaf, meja lain penuh semua," ucap Devandra. Vivian melihat memang benar Kafe itu penuh. Sejenak ia menatap Audrey tapi gadis itu menunduk. Vivian berada disituasi yang serba salah.

"Ya, silahkan. Aku rasa Audrey juga tidak keberatan. Meja lain sudah penuh," ucap Vivian. Audrey mendongak dan menatapnya dengan sedikit melotot. Vivian hanya pasrah, bagaimana mungkin Audrey tidak keberatan. Tapi juga tidak mungkin menolak Devan. Apa salahnya, kan?

"Thanks!" Devandra mengembangkan senyumnya dan memilih duduk di samping Vivian yang berhadapan dengan Audrey. Vivian hanya menatap Devan aneh. Bukankah ini adalah kesempatan untuk Devan bisa kembali dekat dengan Audrey? Tapi malah duduk di samping Vivian.

"Kalian sudah lama?" tanya Devan setelah memesan minumannya.

"Lumayan, kamu darimana?" tanya Vivian.

"Dari kantor. Tadi kebetulan adikku pesan jajanan di sana. Karena hujan jadi aku mampir untuk membeli kopi. Ternyata ada kalian," ucapnya. Vivian hanya ber-oooh panjang.

Dibawah meja, Vivian menendang kaki Audrey. Audrey yang kesakitan melotot menatap Vivian.

"Kenapa Drey?" tanya Devan saat melihat Audrey menatap Vivian dengan marah. Audrey hanya melengos dan membuang pandangannya keluar. Seolah pemandangan hujan lebih menarik daripada dua orang di hadapannya.

Devan menghela napasnya. Sepertinya pertemuan ini salah. Harusnya dia diam saja dan menatap Audrey dari jauh. Seharusnya begitu. Memangnya apa yang diharapkannya pada gadis yang dulu pernah dia sakiti?

1
Fiftin Indriani
hai kak semangat yaa buat tulis novel nya novel kakak bagus kok menurut ku hmm ih ya jangan lupa mampir dan baba chat story aku judul nya gadis kecil milik CEO
Renjana: makasih kak sudah mampir😊
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!