Rate. 21+ 🔥
Darren Alviansyah, anak konglomerat yang terkenal dengan sifatnya yang sombong dan juga hidupnya ingin selalu bebas, serta tidak mau di atur oleh siapapun. Darren juga tidak mau terikat dengan yang namanya wanita, apalagi pernikahan.
Setiap harinya Darren selalu menghabiskan waktunya hanya untuk bersenang-senang dan akan selalu pulang dalam keadaan mabuk, membuat kedua orang tuanya kesal. Darren juga tidak bisa memimpin perusahaan Papinya dan hal itu semakin membuat orang tuanya murka. Pada akhirnya orang tuanya mengirimkannya ke kampung halaman supir pribadinya.
Dira Auliyana, gadis yang sederhana juga mandiri. Dia di tugaskan untuk merubah sifat sombongnya Darren, hingga dirinya harus terjebak pernikahan dengan Darren.
Mampukah Dira menaklukkan sifat Darren yang selalu membuatnya kesal dan pernikahan seperti apa yang mereka jalani?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon roliyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Di kirim
Darren Alviansyah, lelaki yang memiliki wajah campuran antara Asia dan Eropa. Usianya kini sudah menginjak kepala tiga tapi sifat dan kelakuan Darren selalu membuat Papinya pusing tujuh keliling. Darren terkenal dengan sifatnya yang arogan, sombong, dan juga sering gonta-ganti pasangan, satu lagi sering menghambur-hamburkan uang.
Bahkan di usianya yang sudah matang, tak membuat seorang Darren berpikir dewasa dan juga tak ingin mengakhiri masa lajangnya. Dia itu masih betah dengan kehidupan bebas tanpa ada ikatan dari yang namanya wanita.
Soal cinta, Darren tak mau menjadi lelaki bucin yang hanya tertunduk hanya untuk satu wanita. Yang ada wanita itu yang harus tunduk dan memujanya.
______________****______________
"Apa!," pekik Darren yang tak terima jika dirinya harus di kirim ke desa tempat tinggal Mang Ujang. Supir pribadi Tuan Bagaskara (Papinya)
"Aku nggak mau, kalau aku harus tinggal di tempat terpencil. Apalagi di sana tempatnya jauh dari kota dan juga wanita di sana pasti pada burik semua," tolak Darren mentah-mentah.
"Pokoknya kamu harus nurut apa kata papi. Kalau kamu nggak nurut juga, papi akan jodohkan kamu dengan anak kolega Papi. Sekarang kamu pilih mana?"
"Pi!"
"Keputusan ada di tangan kamu, kamu tinggal pilih yang mana?. Pilih tinggal di desanya Mang Ujang atau di jodohkan dengan teman anak Papi!" Tegas sang Papi.
Darren hanya mendengus kesal dengan pilihan yang orang tuanya tentukan. Sedangkan dirinya tak mau menjalani keduanya, hidupnya ingin bebas dan pastinya tak mau di atur oleh siapapun termasuk orang tuanya sendiri.
***
"Kenapa bro?, kusut amat tuh muka," cetus Mateo seraya menghembuskan asap rokoknya.
"Gue kesel sama bokap gue!" pungkas Darren sembari mematik korek api.
Saat ini Darren sedang berada di apartemen Mateo, hatinya yang kesal langsung meluncur menemui sahabatnya itu. Daripada harus berada di rumah, yang ada Papinya terus menanyakan harus pilih yang mana?.
"Kenapa lagi sama bokap lo?"
"Gue harus pilih, tinggal di kampungnya Mang Ujang atau di jodohkan dengan anak kolega Papi!" Ungkapnya kesal.
"Lo sih, jadi anak susah di atur," ujar Mateo seraya mendorong pundak Darren.
"Hello ... gue itu bukan anak remaja lagi, gue itu sudah bisa memilih yang menurut gue bisa membuat hidup gue senang."
"Ya udah tinggal pilih apa susahnya sih," tukas Mateo sembari mengepulkan asap rokoknya.
"Ya nggak bisa gitu dong!, itu namanya melanggar hak asasi manusia," sergah Darren.
"Kalau menurut gue nih, lebih baik Lo pilih tinggal di kampungnya Mang Ujang. Daripada Lo pilih di jodohkan, hidup Lo nggak akan bebas," pungkas Mateo sambil kembali menyalakan rokoknya.
"Jadi menurut Lo, gue harus pilih tinggal di desa terpencil jauh dari kota, gitu!"
"Ya," seraya menganggukkan kepalanya.
"Gue nggak bisa. Lo tau sendiri gue itu nggak bisa jauh dari yang namanya cewek-cewek cantik, gue yakin seyakin-yakinnya kalau cewek di desa nggak ada yang menarik pasti pada burik semua," sergah Darren sembari mematikan Putung rokoknya.
"Dahlah, pusing gue. Lebih baik kita cari hiburan di tempat biasa," pungkas Darren seraya menarik tangan Mateo.
Akhirnya Mateo hanya menuruti perkataan Darren. Mereka pergi ke tempat hiburan malam yang terletak tak jauh dari apartemennya Mateo.
Suara dentuman sudah menyambut gendang telinga mereka berdua. Darren dan Mateo masuk dan memilih tempat duduk.
Darren melambaikan tangannya ke arah bartender yang kini sedang meracik minuman untuk salah satu pelanggan yang lain.
"Oke, bang sebentar!" teriak bartender tersebut.
Mereka berdua menggoyangkan kepalanya mengikuti musik yang sedang di mainkan DJ, meskipun suara musik memekakkan telinganya tapi mereka sangat menikmati sajian di club' itu. Apalagi para wanitanya yang mampu membuat sesak di balik celana para lelaki.
"Pesan apa bro?" tanya bartender tersebut.
"Gue seperti biasa, nggak tau tuh temen gue!" teriak Darren seraya menunjuk ke arah Mateo.
"Gue jus jeruk aja!, gue lagi males mabok!" teriak Mateo. Ya ... mereka berbicara harus berteriak karena suara mereka terendam dengan suara musik yang menggema memekakkan telinga.
"Oke, Bang. Gue buat dulu."
Darren dan Mateo kini menghabiskan waktunya hanya untuk bersenang-senang di club' malam dan pastinya di temani wanita-wanita seksi. Bahkan mereka tak sungkan meremas gundukan yang menyembul dari pakaian seksinya.
Darren sudah menghabisi beberapa gelas wine, sehingga kini Darren benar-benar sudah hangover dan kini sudah mulai meracau tak jelas. Untung saja Mateo tak mabuk, sehingga Mateo bisa mengantar Darren pulang ke rumahnya.
Mateo mencibir Darren, sebab setiap kali pergi ke club' malam pasti Darren dalam keadaan hangover.
"Gimana bokap Lo nggak kesal sama Lo, setiap pulang Lo selalu seperti ini. Benar-benar sangat menyusahkan," gerutu Mateo sembari memapah Darren.
"Hey, teo. Kenapa Lo jadi ada empat sih, apa selama ini Lo punya jurus bayangan," racau Darren.
"Au ...ah!, susah ngomong sama orang mabok!" Kesal Mateo.
"Hehehehe...." Darren menertawakan Mateo.
"Malah ketawa lagi!"
Saat sudah tiba di depan pintu rumah Darren. Mateo segera menekan bel rumah Darren. Cukup lama Mateo berdiri di depan pintu rumah Darren.
Pintu rumah pun di buka dan kini menampakkan Maminya Darren.
"Malam Tante...." sapa Mateo.
Mami Yuli mendengus melihat Darren yang kini sedang di rangkul oleh Mateo.
" Tidurkan saja dia di karpet depan tv," titah Mami Yuli.
"Baik tante."
Mateo memapah Darren dan sedikit menyeretnya, lalu Mateo menggeletakan tubuh Darren di atas karpet tersebut.
"Huft...." Mateo membuang nafasnya, bukan hal mudah memapah tubuh Darren. Apalagi tubuh Darren lebih tinggi dari dirinya.
"Maaf ya Nak Teo, selalu menyusahkan Nak Teo," pungkas Mami Yuli yang memandang iba melihat Mateo kelelahan karena membawa Darren dalam keadaan hangover.
"Ya nih ,Tan. Darren benar-benar menyusahkan," canda Mateo di selingi tawa.
"Mabok lagi nih anak?" tanya Papi Bagaskara.
"Begitulah...." sahut Mami Yuli seraya mengedikan bahunya.
"Benar-benar nih anak, sepertinya nih anak harus di kirim ke kampungnya Mang Ujang. Agar dia bisa merubah kelakuannya yang seperti ini." Kesal Papi Bagaskara seraya menggelengkan kepalanya menatap Darren yang kini sudah tertidur dalam keadaan telungkup.
"Mi, packing baju-baju Darren. Malam ini juga dia harus di kirim ke kampungnya Mang Ujang."
"Bagus om, saya setuju dengan pendapat om." Seraya mengangkat kedua jempolnya.
Sesuai dengan perkataan Papi Bagaskara, malam ini tanpa sepengetahuannya, Darren di kirim ke kampungnya Mang Ujang dan di antarkan langsung oleh Mang Ujang.
"Mang, tolong Titip anak saya. Mudah-mudahan Darren tidak menyusahkan keluarga Mang Ujang," ungkap Mami Yuli.
"Iya, Nyonya."
"Semoga dengan cara seperti ini, Darren bisa berubah dan kelakuannya bisa lebih menghargai orang lain. Tidak lagi suka merendahkan orang lain dan pastinya tidak lagi meminum-minuman beralkohol."
"Ya Tuan, kalau gitu saya permisi dulu."
"Ya Mang, hati-hati bawa mobilnya," ucap Mami Yuli.
Kini mobil yang di kendarai oleh Mang Ujang sudah pergi meninggalkan rumah mewah tuanya.