*Tubuh saling bersandar
Ke arah mata angin berbeda
Kau menunggu datangnya malam
Saat kumenanti fajar
Sudah coba berbagai cara
Agar kita tetap bersama
Yang tersisa dari kisah ini
Hanya kau takut kuhilang
Perdebatan apapun menuju kata pisah
Jangan paksakan genggamanmu
Izinkan aku pergi dulu
Yang berubah hanya
Tak lagi kumilikmu
Kau masih bisa melihatku
Kau harus percaya
'Ku tetap teman baikmu
• Tulus - Pamit* •
🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃
Hari ini Sakha berniat untuk menemui Airin, ia ingin meminta maaf sekaligus memperjelas hubungan mereka.
Di bangku yang terdapat pada sudut taman, Sakha dengan sabar menunggu Airin.
Selang beberapa menit, akhirnya Airin sampai di taman. Sakha berdiri menyambut kedatangannya, di selipi senyum tipis pada sudut bibirnya.
"Sudah lama?" Tanya Airin, sembari mendudukkan tubuhnya pada bangku taman.
"Tidak juga." Sakha ikut duduk di sampingnya, namun dengan jarak yang lebih renggang.
Airin menyadari hal itu, ia sudah tidak aneh mendapati perubahan sikap Sakha.
"Ada apa?" Tanya Airin langsung pada intinya.
Sejenak Sakha menunduk, ia menghela nafasnya.
"Begini, sebelumnya aku ingin minta maaf," ucap Sakha.
Airin mengerutkan keningnya, ia menerka-nerka apa yang tengah ingin Sakha bicarakan. Hatinya merasa, akan terjadi hal yang selama ini ia takutkan.
"Aku, harus menyudahi hubungan kita." Sakha berucap dengan gemetar.
Airin terhentak, lidahnya kelu. Jantungnya seakan berhenti berdetak, matanya mulai berair. Airin terisak, menelan salivanya dengan susah payah.
"Kenapa?" Tanyanya dengan suara gemetar.
Sakha tak tega melihat Airin menangis, namun tekadnya sudah bulat. Restu orang tuanya lebih penting, jika ia tidak bisa menikahi Airin maka ia harus memutuskan hubungannya secepat mungkin.
"Orang tuaku tidak merestui jika aku berpacaran, dan aku tidak bisa melanjutkan ini." Sakha menuturkan.
Airin terdiam, "orang tuamu tidak merestui jika kita berpacaran? Kenapa kita tidak menikah saja?" Tanya Airin lagi.
Sakha menunduk, "aku, tidak bisa menikahimu."
Air mata Airin semakin deras, hatinya begitu sakit mendengar perkataan Sakha.
"Kenapa? Beri aku alasan yang jelas!" Seru Airin.
"A-aku belum siap," ucap Sakha.
"Tidak akan pernah ada orang yang siap, jika dia tidak memulainya," tukas Airin.
Sakha kembali terdiam, ia benar-benar kehilangan kata-kata. Ia juga merasakan sakit, karena sebelumnya Airin juga pernah menjadi wanita yang begitu ia sayangi.
"Maafkan aku, tapi aku tidak bisa. Bahkan untuk memulainya sekalipun," ujar Sakha.
"Apa karena Shara? Kau menyukai teman perjalananmu? perempuan yang baru saja kau kenal hanya dalam hitungan hari. Seminggu, Kha!" Airin kembali mempertanyakan perasaan Sakha pada Shara.
Sakha tak menjawab, ia mengatupkan kedua bibirnya.
"Hah, untuk mengakui perasaanmu saja kau tidak bisa. Aku pikir, aku bisa membuatmu lupa padanya. Tapi aku salah, harusnya dari awal aku menyerah. Tapi aku malah ngeyel, berharap kau bisa kembali seperti dulu lagi. Aku selalu berharap, kelak kau yang menjadi pendampingku. Tiga tahun kita bersama, apa tidak ada sedikitpun cinta lagi untukku?" Airin berucap sembari beranjak dari tempatnya.
"Kita masih bisa menjadi teman baik, Rin. Bukankah hubungan pertemanan akan lebih baik untuk kita?" Sakha memaparkan.
"untuk kita? untuk dirimu, bukan aku!" Airin memalingkan wajahnya, mengusap air matanya yang menderas.
"Aku kecewa padamu, aku pamit." Airin berlalu meninggalkan Sakha yang masih termenung.
Sakha memperhatikan Airin yang kini mulai menjauh dari hadapannya, ia memejamkan matanya. Rasa sesak menyeruak seketika dalam rongga dadanya.
"Maaf, maafkan aku." Sakha mengusap wajahnya kasar.
*Tidak ada seorang pun yang siap akan sebuah perpisahan, tetapi pada kenyataanya setiap ada pertemuan pasti ada perpisahan.
Ketika harus rela berpisah, bukan berarti hati ini tidak hancur. Bukan berarti hati ini tidak sakit, namun hanya kepasrahan yang kini mengiriku.
Tidak semua perasaan bisa di ungkapkan dengan sebuah kata atau kalimat.
Air mata sedikitnya mampu membersihkan hati dari penyakit untuk membenci dan mengajari manusia untuk berbagi penderitaan dengan mereka yang patah hati
Aku memang telah berjanji untuk selalu bersamamu tetapi kali ini aku berhenti. kenyataannya, aku harus pergi dan jauh darimu.
Berpisah dengan orang yang dicintai memang sangatlah menyakitkan, namun kita pun harus mengerti bahwa tak semua yang dicintai harus dimiliki.
Tidak ada kata yang pantas terucap, kecuali kata selamat jalan dan selamat menjalani kisah baru.
Terima kasih telah sempat memberi warna dalam hidupku. Selamat tinggal, semoga kau bisa secepatnya kembali menemukan arti sebuah kebahagiaan*.
***
Sepulang dari taman, Sakha memutuskan untuk bertemu dengan sahabatnya, Bima. Sudah seminggu mereka tidak bertemu, rasanya Sakha merindukan tingkah aneh sahabatnya itu.
Mereka bertemu di studio foto yang di rintis oleh keduanya, memiliki sahabat dengan hobi yang sama adalah suatu kebahagiaan.
"Wes, si tampan sudah kembali," goda Bima saat Sakha baru saja sampai di studio. Mereka saling merangkul.
"Bagaimana liburanmu? Menyenangkan?" Tanya Bima.
"Sangat menyenangkan, apalagi tidak ada penggangu," ujar Sakha sedikit menyindir.
"Meskipun aku pengganggu, tapi kau pasti merindukanku, kan?" Balas Bima dengan terkekeh.
Sakha tertawa kecil, memang benar apa yang di ucapkan oleh Bima. Ia merindukan obrolan-obrolan ringan dengan sahabatnya itu.
"Oh iya, waktu itu Airin mencarimu." Bima merubah raut wajanya menjadi serius.
"Aku sudah tahu, dia menyusulku ke Bandung." Sakha menjawab dengan datar.
"Benarkah? Wah, Airin memang serius padamu," ucap Bima.
"Aku putus dengan Airin," ucap Sakha, membuat Bima ternganga seketika.
"Astaga, kenapa bisa? Aku kira setelah kalian bertemu, hubungan kalian akan membaik." Bima penasaran.
"Aku, mencintai perempuan lain." Sakha berterus terang.
Bima terkejut, ia menajamkan matanya. Ia tidak menyangka bahwa seorang Sakha yang begitu mencintai Airin, bisa berpaling dengan mudahnya.
"Kau bercanda? Tidak mungkin, kau bukan lelaki yang mudah jatuh cinta." Bima masih tak percaya.
Sakha menarik nafasnya, ia juga meraih kamera dan memperlihatkan foto seseorang pada Bima.
"Siapa dia?" Tanya Bima.
"Namanya Shara, dia teman perjalananku selama di Bandung," tutur Sakha.
Bima terdiam, ia kembali memperhatikan foto Shara.
"Masya Allah, cantiknya..." Bima memuji.
"Hus, jangan membayangkannya!" Seru Sakha.
"Yaelah, aku cuma memujinya tidak membayangkannya. Tapi wajar sih kalau kau berpaling, sungguh indah sekali ciptaan Allah." Bima kembali memuji.
"Bukan karena parasnya, tapi dia memiliki akhlak yang baik. Dia, istimewa."
Baru kali ini Bima mendapati sahabatnya begitu memuji perempuan, Airin saja yang bintang kampus tak pernah di puji kecantikkannya oleh Sakha.
"Kau serius padanya?" Bima memastikan.
Sakha mengangguk, "aku ingin dia menjadi istriku."
Bima menghela nafasnya, ia tak bisa memberi saran apapun saat ini. Ia hanya bisa mendo'akan yang terbaik untuk sahabatnya.
"Jodoh, tidak akan kemana." Bima memberi semangat. Sakha tersenyum dan menganggukkan kepalanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
Tirai Berduri
amit amit ada cowok modelnya kyk shaka...pacaran 3thn tpi gk cinta kok aneh...
2020-12-27
4
Iklima kasi💕
aku malah kasian sm airin 3 thn berharap malah akhirnya menyakitkan😭shaka harusnya dr awal uda tegas klo mereka cuma berteman tdk lebih.klo dr awal shaka tdk trlalu merespon tentu airin pasti ngerti bahwa shaka tdk ada persaan sm dia,tp mungkin selama itu shaka tdk tegas tentang prasaannya sm airin dn malah salh diartikan oleh airin.pikir airin walaupun shaka blum spenuhnya suka tp pasti nanti akan brubah makanya jadi berharap shaka akan jd pasangannya.sudah tau pacaran dilarang harusnya itu komitmen untuk tdk smbarang dekat dgn lawan jenis pas giliran diajak nikah malah kabur,,lari dr maslah bukan sikap dewasa dn bukan pula solusinya,seberat apapun masalah tetap harus dihadapi.maaf y thor menurutku sosok shaka disini kurang tegas🙏🙏🙏
2020-10-11
5
Nenni Muh Amin
emang sirin kasihan,to restu orang tua diaras sglax,hari g bisa dpaksa,,
2020-08-31
1