Shara berlari mengejar Sakha yang telah berada jauh di depannya, ia berusaha agar Sakha tidak tetap tinggal.
Langkah Sakha terlalu cepat, sampai Shara kesulitan menyeimbanginya. Saking ingin mengejar Sakha, Shara melupakan pakaian yang di kenakannya.
Shara terjatuh, ia tanpa sengaja menginjak ujung gamisnya. Tanpa sadar, ia merintih saat lututnya bergesekan dengan aspal.
"Innalillahi, aw..."
Sakha mendengar rintihan itu, langkahnya seketika terhenti. Sakha membalikkan badannya, alangkah terkejutnya ia saat melihat perempuan yang selalu ia lindungi tengah meringis kesakitan.
"Astagfirulloh, Ara..." Sakha berlari secepat yang ia bisa.
"Ara kenapa bisa terjatuh? Mana yang sakit?" Sakha berlutut tepat di hadapan Shara, ia terlihat sangat panik.
Shara menatap jelas raut kepanikan yang di tunjukkan oleh Sakha, tak nampak kebohongan pada mata itu.
"Aku tidak apa-apa, hanya lututku sedikit sakit," ujar Shara.
Tangan Sakha hendak menyentuh lutut perempuan itu, namun Shara segera merubah posisinya.
"Akha, kau mau apa?" tanya Shara terkejut dengan apa yang hendak di lakukan oleh Sakha.
"Astagfirulloh..."
Sakha menutup wajah menggunakan kedua tangannya, hampir saja ia menyentuh Shara.
"Maaf, aku refleks," ucap sakha merasa bersalah.
"Tak apa," sahut Shara, ia mulai kembali berdiri.
"Bisa?" tanya Sakha saat melihat Shara yang masih sedikit meringis sembari memegang lututnya.
"Bisa, kau tidak usah terlalu khawatir," ujar Shara.
"Maaf," ucap Sakha dengan suara melemah.
"Maaf, untuk apa lagi?" tanya Shara.
"Lagi-lagi aku meninggalkanmu di belakang," sahut Sakha merasa bersalah.
"Hemm, tidak apa-apa." Shara membersihkan bajunya yang sedikit kotor.
Sakha terdiam, ia merasa tidak enak pada Shara. Entah kenapa ia menjadi bersikap kekanak-kanakan seperti ini, sejujurnya ia sangat tidak siap jika harus berpisah dengan Shara.
"Kau pulanglah, jangan karena aku kau seperti ini!" seru Shara dengan serius.
Sakha mengangkat wajahnya, menarap kilas wajah Shara sebelum memalingkan wajahnya lagi.
"A-aku tidak siap berpisah denganmu," ucap Sakha.
Shara termenung, jika boleh berkata ia pun memiliki perasaan yang sama pada Sakha. Namun, ia tak ingin melukai hati wanita yang selama ini telah hadir di kehidupan Sakha sebelum dirinya datang.
"Akha, apa kau tidak ingin menemui kekasihmu?" tanya Shara.
"A-aku ingin bertemu dengannya, menjelaskan semua yang terjadi. Tapi aku juga tidak ingin cepat-cepat berpisah denganmu, terlebih kau tidak mau memberikan nomor ponselmu padaku," ujar Sakha.
"Akha, dengarkan aku! Jodoh itu tidak akan tertukar. Apa yang memang harus menjadi milikmu, tidak akan ada seorang pun yang bisa merebutnya darimu. sebaliknya, jika itu memang bukan untukmu, mungkin akan ada hal lain yang lebih untukmu," tutur Shara.
"Tapi aku benar-benar mengharapkan balasan darimu," ujar Sakha.
"Jangan pernah kau menggantungkan harapanmu pada manusia, sebaik-baiknya pengharapan itu hanya kepada Allah. Jika kau berharap padaku, maka siap-siaplah untuk kecewa." Shara mempertegas kalimatnya.
"Jika kau memang menginginkan aku, menginginkan kita bersama, pintalah aku pada sang pencipta," imbuh Shara.
Sakha terdiam, selama ini dia bukan tidak melakukan seperti yang di ucapkan Shara tetapi hatinya selalu gundah sebelum menyatakan semuanya pada wanita yang kini selalu membayanginya.
"Apa kau juga memintaku pada Allah?" tanya Sakha.
Sejenak Shara menundukkan pandangannya, menghela nafasnya pelan karena sesak mulai menyeruak pada dadanya.
"Aku selalu meminta yang memang seharusnya menjadi milikku, tapi aku tidak akan memaksa. Bukan aku tidak menginginkanmu, tapi aku hanya belum siap untuk terluka," ucap Shara dengan suara gemetar.
Sakha mengerti apa yang di maksud oleh Shara, memang ketika kita berdoa meminta sesuatu pada Allah jangan sekali-kali kita memaksa. Sesungguhnya Allah mengetahui, apa yang tidak kita ketahui.
"Aku akan berusaha untuk tidak menyakitimu," ujar Sakha.
"Tapi sekarang, dengan sikapmu yang seperti ini bukankah di luar sana sudah ada yang terluka?" tukas Shara.
Ya, perkataan Shara tentunya di tujukan pada Airin. Kekasih Sakha. Dia paham betul perasaan wanita itu, jika tahu pria yang selama tiga tahun di cintainya telah berpaling pada wanita yang baru satu minggu di kenalnya.
"Kita bisa bicarakan ini pada Airin," ucap Sakha.
"Tidak, bukan kita! Tapi kau." Shara berseru.
"Selesaikan tanpa harus saling menyakiti, dan berjuanglah dengan siapa kau ingin benar-benar bersama!" Imbuhnya.
***
Perpisahan mengajarkan kita bagaimana caranya menghargai, sebab setiap detik bersama orang yang di cintai tak boleh kita sia-siakan begitu saja.
Perihnya sebuah perpisahan tak sebanding dengan bahagianya sebuah pertemuan, apalagi pertemuan kembali setelah perpisahan itu terjadi.
Mau tidak mau, ingin tidak ingin, siap tidak siap.
Perpisahan itu bukan berarti berhenti menyatukan dua hati meski tidak dalam satu tempat.
Sakit memang saat kita harus berpisah. Wajar, itulah manusia. Namun yakinlah, Tuhan pasti telah memiliki rencana lain untuk itu.
Terik matahari mulai menyengat, mereka memutuskan untuk kembali ke hotel. Sakha kembali harus memesan kamar, karena sebelumnya ia telah check out. Tidak ada yang kebetulan, semua sudah menjadi rencana Allah. Kamar Sakha kini tepat bersebelahan dengan Shara.
Sakha merebahkan kembali tubuhnya, merasakan pusing pada kepalanya akibat cuaca yang terik hari ini.
Sejak ia memutuskan untuk tidak pulang, ia langsung menghubungi orang tuanya juga Airin. Karena di khawatirkan mereka telah menunggu kepulangannya.
Azan dzuhur berkumandang, dengan cepat Sakha bergegas pergi menuju mesjid. Sesaat setelah meninggalkan hotel, tanpa sengaja ia berpapasan dengan Shara.
"Lho, Ara? Dari mana?"
"Ini, aku makan siang tadi." Shara menjawab dengan nada datar.
"Makan siang? Kau tidak mengajakku," sahut Sakha.
"Emm, hanya ingin membiasakan diri tanpamu," ucap Shara.
Sakha terhentak, dadanya terasa sesak saat mendengar ucapan Shara. Ia benar-benar telah menyiapkan diri untuk perpisahan mereka.
"Emmm, aku harus ke mesjid," ujar Sakha.
"Ya, silahkan." Shara menggeser posisinya agar tak menghalangi jalan Sakha.
Sakha menghela nafasnya,"baiklah, assalamuallaikum," ucap Sakha sembari berlalu melewati Shara.
"Wa'allaikumussalam," ucap Shara pelan.
***
Selepas shalat dzuhur, Shara lekas membereskan barang-barangnya. Shara memang pulang besok, tapi ia sengaja membereskannya sekarang agar besok ia tak kerepotan.
Jika di ingat kembali, ia menjalani hidupnya tanpa Sakha dan semua baik-baik saja. Jadi ia pikir, setelah perpisahan nanti juga akan kembali baik-baik saja.
Rencananya hari ini Sakha ingin mengajak Shara berkeliling untuk terakhir kalinya, hanya sekitaran Alun-alun saja.
Mereka kini berjalan-jalan santai di area mesjid, berbincang ringan dan duduk di hamparan rumput sintetis.
"Akha mau ambil foto Ara, boleh?" tanya Sakha, padahal ia sering memotret Shara secara diam-diam.
Shara mengangguk, kini Sakha beberapa kali memotret perempuan itu dengan berbagai pose.
Saat tengah memotret, dering ponselnya berbunyi. Ia merogoh ponsel itu di dalam sakunya.
"Airin," ucapnya pelan.
Shara memperhatikan Sakha yang hendak menerima panggilan.
Ia berjalan mendekatinya.
"Siapa?" tanya Shara.
"Airin," jawab Sakha
"Oh, angkatlah!" saran Shara.
Sakha mengangguk, ia segera mengangkat teleponnya.
"Assalamuallaikum," ucap Sakha.
"Wa'allaikumussalam, kau dimana?" tanya Airin.
"Aku, sedang ada di Alun-alun, kenapa?" tanya Sakha.
"Emm begitu, tidak ada apa-apa!" seru Airin.
Airin mematikan panggilannya pada Sakha.
Sakha mengernyit, ia bingung kenapa juga Airin menghubunginya hanya untuk menanyakan hal itu saja.
"Ada apa?" tanya Shara.
"Tidak tahu, dia hanya menanyakan keberadaanku saja," jawab Sakha sembari memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku celana.
"Kita duduk lagi," ajak Sakha.
Shara menuruti, kini mereka kembali duduk sembari memperhatikan para pengunjung yang juga tengah bermain di taman itu.
"Sakha."
Suara seseorang membuat Sakha menoleh ke sumber suara, alangkah terkejutnya ia ketika mengetahui siapa yang memanggilnya.
"Airin," ucapnya.
Sakha segera beranjak dari tempatnya, ia berjalan mendekati Airin.
"Airin, kau kenapa kesini?" tanya Sakha masih terkejut.
"Saat kau bilang tidak jadi pulang, aku memutuskan untuk menyusulmu kesini," jawabnya polos.
"Astagfirulloh, kau tidka harus melakukan ini," sahut Sakha.
"Kenapa?" tanya Airin, kini matanga tertuju pada perempuan yang berdiri beberapa meter di belakang Sakha.
"Dia? Siapa?" tanya Airin masih memperhatikan Shara.
Sakha menoleh, dan Shara berjalan mendekati mereka dengan langkah ragu.
"Ini, temanku selama disini," ujar Sakha.
"Teman? Umm, hanya teman?" Airin memperjelas status mereka.
"Iya, hanya teman."
Mendengar kata-kata yang di ucapkan oleh Sakha, membuat hati Shara benar-benar perih. Lidahnya mendadak kelu, ia menelan salivanya berat.
Shara mengulurkan tangannya, bermaksud untuk menyalami Airin.
Mereka kini saling berkenalan,"Shara."
"Airin, pacar Sakha." Airin menegaskan kalimatnya.
Shara tersenyum, ia setengah mati menahan air mata yang tergenang di pelupuk matanya.
"Tamannya bagus, Sakha mari berfoto bersama," ajak Airin.
"Hah? Foto?" tanya Sakha.
"Iya, aku ingin kita berfoto bedua disana." Airin menunjuk salah satu sudut taman.
"Shara, bisa kau mengambil gambar kami?" tanya Airin.
Sakha terhentak mendengar permintaan Airin pada Shara, ia bingung harus berbuat apa sekarang.
"Boleh, kemarikan kameranya," pinta Shara dengan nada sedikit bergetar.
Sakha menyerahkan kameranya dengan ragu, ia benar-benar merasa tidak enak hati pada Shara.
Airin menarik tangan Sakha, dengan refleks Sakha menepis tangan itu.
"Airin, maaf."
Airin mengerutkan keningnya, ada perubahan dari sikap Sakha padanya.
Mereka kini berdiri berdampingan, Airin hendak lebih mendekatkan tubuhnya pada Sakha namun lagi-lagi pria itu menggeser jaraknya.
Shara segera mengambul gambar mereka, dengan perasaan yang begitu berkecamuk.
"Astagfirulloh," ucapnya dalam hati.
"Sayang, aku haus." Airin merengek layaknya anak kecil.
"Ya sudah, kita beli minuman."
"Ara, ayo kita beli minuman dulu," ajak Sakha.
"Umm, tidak usah. Aku ingin kembali ke hotel saja," sahut Shara sembari mengembalikan kamera milik Sakha.
Sakha menerimanya dengan tatapan miris, apa sekarang Shara telah mulai menjauhinya.
"Aku permisi, assalamuallaikum," ucap Shara, ia kini berlalu meninggalkan mereka berdua.
Sakha menatap punggung Shara yang mulai menghilang di balik kerumunan orang-orang yang berlalu lalang.
"Maafkan aku, Ara."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
Ayomi Hartinta
shaka plin plan....jdi cwo...
2023-02-21
0
Kiky Kurnia Arma
nyesek
2021-05-26
0
Mulyaningrat Anna
kyk film hello stranger thailand, tp versi indo, mudah"an endingnya ga sama, nyesek bngt klo sma
2020-08-28
4