Adzan maghrib telah berkumandang, seperti biasa Sakha bergegas menuju mesjid. Ia berjalan keluar kamar, sekilas ia menatap pintu kamar yang di tempati oleh Shara.
"Apa Ara sudah makan?" pikirnya, tak lama Sakha pun kembali melanjutkan niatnya.
***
Di dalam kamar, Shara juga segera mendirikan Shalat maghrib. Badannya sudah terasa baikan, ia juga sudah kuat untuk berdiri lama.
Ia menunaikan ibadahnya dengan khusyuk, menghadapkan dirinya pada sang khalik.
Di penghujung rakaat, tepatnya pada sujud terakhir. Shara menumpahkan segala isi hatinya, karena ketika berbisik pada bumi maka langit pun mendengar.
Seperti disebutkan dalam hadits,
أَقْرَبُ مَا يَكُونُ الْعَبْدُ مِنْ رَبِّهِ وَهُوَ سَاجِدٌ فَأَكْثِرُوا الدُّعَاءَ
“Yang paling dekat antara seorang hamba dengan Rabbnya adalah ketika ia sujud, maka perbanyaklah do’a ketika itu.” (HR. Muslim no. 482, dari Abu Hurairah)
"Ya Allah, yang maha pemurah lagi maha penyayang. Yang maha mengetahui, apa yang tidak aku ketahui. Engkau tahu apa yang aku butuhkan, Engkau pula yang tahu apa yang terbaik untukku. Aku mohon, berilah petunjuk untuk persoalanku. Aku pasrahkan segalanya pada-Mu, ya Allah." Shara larut dalam do'anya.
Selesai mendirikan shalat maghrib, ia melanjutkan dengan membaca Al- Qur'an hingga masuk waktu isya.
***
Sama halnya dengan Shara, Sakha juga menunggu adzan isya di dalam mesjid.
Tak lama adzan isya pun berkumandang, setelah adzan dan iqomah selesai berkumandang serentak semua jemaah langsung mendirikan shalat isya.
Beruntung, malam ini Sakha mendapatkan shaf pertama. Karena shaf yang terbaik untuk laki-laki adalah shaf pertama.
Selesai shalat, Sakha berniat untuk membeli makanan ringan. Pilihannya jatuh pada makanan berbahan dasar terigu dan kelapa, yaitu bandros. Sangat cocok di makan ketika masih panas. Ia juga tak lupa membelikan untuk Shara, entah kenapa pikirannya sudah otomatis terselip nama perempuan berhijab itu dalam situasi apapun.
Setelah itu Sakha bergegas kembali ke hotel, langkahnya sedikit tergesa. Kini tubuhnya menghadap pintu kamar Shara, dengan sedikit ragu ia mengetuk pintu.
"Assalamuallaikum, Ara?" ucap Sakha.
Dari dalam Shara yang masih mengenakan mukena segera berjalan menuju pintu saat mendengar seseorang mengucap salam, "wa'allaikumussalam, tunggu sebentar!"
Pintu pun terbuka, sekilas mereka saling bertatap. Dengan gugup, Sakha menyodorkan makanan yang dibelinya tadi pada Shara.
"Apa ini?" tanya Shara sembari memperhatikan bungkus makanan itu.
"Bandros," jawab Sakha sembari menyengir kuda.
"Oh, terima kasih. Padahal tidak usah repot-repot," sahut Shara.
"Hanya makanan ringan, bagaimana keadaan Ara sekarang?" tanya Sakha.
"Alhamdulillah, semakin membaik." Shara menjawab sembari tersenyum.
"Alhamdulillah," ucap syukur Sakha.
Ia menatap wajah teduh Shara, mukena yang ia kenakan semakin menampakkan keangguna perempuan berumur 25 tahun itu.
"Ara baru mau shalat?" tanya Sakha.
"Euh, tidak. Ara baru selesai shalat," jawab Shara.
Sakha mengangguk, "kalau liat Ara pakai mukena, Akha jadi suka pengen ngimamin deh," goda Sakha.
"Dih, apa sih. Receh banget," jawab Shara sembari tertawa kecil.
Sakha ikut tertawa, ia senang melihat Shara yang kini semakin membaik.
"Oh iya, besok kan hari terakhir kita disini, Ara mau berkeliling lagi gak?" tanya Sakha.
Sejenak Shara terdiam, mengingat rencananya yang akan mengundurkan kepulangannya.
"Emm, boleh. Mau kemana?" tanya Shara.
"Sebenarnya, ada yang ingin Akha beli. Ara mau ikut?" tanya Sakha.
"Akha mau membeli apa? Hayu," sahut Shara.
"Ada lah, lihat besok saja," jawab Sakha.
"Baiklah, sampai bertemu besok."
Sakha tersenyum, setelah itu dia pamit untuk kembali ke kamarnya.
***
Hari terakhir Sakha berada di Bandung, ia manfaatkan untuk mencari barang incarannya. Sakha berniat untuk membeli sepasang sepatu.
"Kemana kita?" tanya Shara sembari mengikuti langkah Sakha.
"Kings Shoping Center," jawab Sakha.
"Oh," Shara membulatkan bibirnya.
"Ara, capek?" tanya Sakha dan ia juga berhenti mendadak. Shara yang tengah mengikuti langkah Sakha sontak menabrak punggung lelaki itu.
"Astagfirulloh, kenapa berhenti mendadak?" seru Shara.
"Hehehe, maaf." Sakha terkekeh.
"Ish, kenapa?" Shara berdengus kesal.
"Ara capek tidak? Mau duduk dulu?" Sakha sedikit mengkhawatirkan kondisi Shara yang memang baru saja sembuh.
"Tidak usah, Ara tidak capek." Shara menjawab pasti.
"Baiklah," Sakha melanjutkan kembali langkahnya.
Mereka kini telah sampai di pusat perbelanjaan, langkah kaki membawa mereka ke tempat yang di cari.
"Kenapa beli sepatu disini?" tanya Shara sembari melihat-lihat berbagai model sepatu yang berjejer rapi di tenpatnya.
"Ingin saja," jawab Sakha asal, matanya tetap fokus mencari model sepatu yang dia incar.
"Belum menemukan yang cocok?" tanya Shara, saat melihat Sakha yang belum juga mendapatkan incarannya.
Sejenak Sakha menghentikan langkahnya, dan beralih menatap Shara.
"Sudah," jawabnya.
"Benarkah? Yang mana?" tanya Shara sembari menganggakt alisnya.
"Yang cocok, ada di depanku." Sakha berucap asal tetapi terdengar serius.
Shara yang mengerti akan ucapan Sakha, sontak bersemu merah. Pipinya seakan panas seakarang.
Sakha tersenyum melihat tingkah menggemaskan perempuan yang sudah mencuri hatinya itu.
"Lanjutkan nyari sepatunya," pinta Shara.
Sakha mengangguk, ia kembali memilih-milih sepatu incarannya.
Matanya tertuju pada sudut rak, senyum sumringah terbit pada bibirnya. Ia segera mendekat, tangannya meraih sepatu yang ia cari-cari.
"Nah, ketemu. Bagus tidak?" tanya Sakha pada Shara.
"Iya bagus, ini bisa di pakai oleh perempuan juga?" tanya Shara sembari memperhatikan model sepatu pilihan Sakha.
"Bisa. Kenapa, Ara mau juga?" tanya Sakha.
Shara terdiam. Ia sebenarnya sangat suka pada sepatu itu, namun untuk membeli sepertinya tidak saat ini. Bukan karena ia tak mampu membelinya, tetapi Shara bukan tipikal wanita yang suka membeli barang yang tidak terlalu ia butuhkan.
"Emm, tidak deh. Sepatu Ara masih pada bagus kok."
"Oh, ya sudah." Sakha memanggil pelayan toko, untuk segera membayarnya.
Setelah selesai, mereka segera keluar toko.
"Kemana kita?" Shara bertanya sembari mengedarkan pandangannya.
"Kita cari makan, Ara harus makan nasi." Sakha berjalan mendahului Shara, namun jarak mereka tak terlalu jauh.
Shara mengangguk patuh, langkah mereka kini menuju salah satu food court disana.
***
Sakha memesan dua porsi makanan, satu untuknya dan satu untuk Shara. Ia harus mementingkan kesehatan Shara terlebih dulu, tak ingin kejadian kemarin terulang lagi.
"Makannya pelan-pelan saja, tidak akan ada yang mengambil makananmu Akha," pinta Shara saat melihat Sakha yang makan dengan cepat.
Sakha menyengir kuda, jika tengah makan ia tidak banyak bicara.
"Tidak apa-apa juga kalau ada yang mengambil makananku, asalkan... "
Kalimat Sakha terhenti karena ia kehausan.
Setelah minum, ia kembali melanjutkan kalimatnya.
"Asal jangan ada yang mengambilmu dariku," ucapnya.
Shara tertegun, hatinya menghangat. Ucapan Sakha terdengar jujur di telinganya, namun ia tak mau terbuai begitu saja.
"Pintar menggombal yah sekarang," jawab Shara.
"Ara, bagaimana perasaanmu padaku?" tanya Sakha bersungguh-sungguh.
Shara terdiam, pertanyaan Sakha seolah membuat lidahnya kelu. Dalam hati ia berkata bahwa dirinya memiliki rasa yang sama, tetapi lidahnya seakan tak mampu mengucapkan kebenaran itu.
"Akha, bagaimana perasaanmu pada Airin?" tanya Shara tak kalah bersungguh-sungguh.
Sakha terhentak, ia menatap lekat kearah gelas yang tepat berada di hadapannya. Pikirannya berusaha mencari jawaban apa yang harus ia berikan pada Shara.
"Jangan tanyakan perasaanku, jika kau sendiri belum bisa berpaling dari masa lalumu!" seru Shara, membuat pria yang kini berhadapan dengannya diam seribu bahasa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
Fitriyani
betul itu Sarah,Krn akan sulit hidup dgn org yg blm bs berdamai dgn masa lalu
2023-01-04
0
Kiky Kurnia Arma
skakmat ara
2021-05-26
0
Elin Elin jenong
good job👍👍 araa jgn dlu diterimaa sbllm akaa bener2 lepas sma masa lalu nyhh..
2020-10-16
2