Pertemuan Kedua (memalukan)

Selepas shalat isya, Shara kembali ke tempat dimana ia menginap. Dengan anggun ia berjalan menuju pintu kamarnya, saat hendak membuka pintu ia di kejutkan oleh seorang lelaki yang menahannya untuk masuk ke dalam kamar

"Mbak, mau apa?" tanya lelaki itu.

"Saya mau masuk," jawab Shara sembari menunjukan jarinya ke arah pintu.

"Lah, kita kan belum berkenalan, kenapa Mbak sudah mau masuk saja?" sahut lelaki itu dengan enteng.

Shara mengernyitkan dahinya, ia tidak mengerti dengan apa yang dibicarakan oleh lelaki itu.

"Mas, bukannya yang waktu itu satu kursi dengan saya, di kereta?" Shara merasa tak asing dengan wajah lelaki yang ada di depannya kini.

"Iya, Mbak masih ingat aja sama saya." Sakha menyengir kuda.

Shara tak memperdulikan tingkah konyol lelaki yang tak dikenalnya itu, ia kembali pada niat awalnya untuk segera masuk kedalam kamarnya.

"Eh, kok malah masuk." Sakha kembali menahan gerakan Shara.

"Mas-nya ini kenapa sih? Kenapa melarang saya masuk?" Shara mulai merasa kesal pada Sakha, ia bertanya dengan nada sedikit menekan.

"Ini kamar saya, Mbak!" Sakha menunjuk angka yang tertempel di pintu.

Shara melihat arah telunjuk Sakha, ia merasa heran kenapa nomor kamarnya berubah.

Shara melihat pintu disebelahnya, ia baru sadar, kenapa lelaki itu menahannya masuk kedalam kamar.

"Mas, sepertinya ada kesalahpahaman disini." Shara berbicara sembari menunjukan telunjuknya ke arah pintu di sebelah kirinya.

Sakha spontan mengikuti arahan telunjuk Shara, ia mengernyitkan keningnya saat melihat suatu keanehan

"Delapan, sem... Enam?" gumam Sakha, matanya terbelalak saat melihat angka yang tertera di pintu kamar Shara.

"Setelah delapan harusnya sembilan, kenapa jadi enam?" ucap Sakha tanpa sadar.

"Karena angkanya terbalik, kamar Mas, sebelah sana." seru Shara dengan nada datar.

Sakha mengalihkan pandangannya pada sebuah pintu yang bernomorkan angka enam, ia kembali menyeringai kuda pada Shara.

"Maaf, Mbak. Saya kira ini tadi kamar saya," ujar Sakha, tingkahnya menjadi berubah tidak karuan. Kenapa bisa-bisanya memberi kesan memalukan, saat bertemu kembali dengan Shara.

"Saya masuk dulu, permisi."

Shara langsung masuk kedalam kamar, tanpa memperdulikan Sakha yang masih mematung di tempatnya.

Sakha merutuki kebodohannya, ia merasa tidak memiliki wajah lagi untuk bertemu dengan Shara.

Ia segera berjalan menuju kamarnya, di barengi perasaan tidak enak pada Shara.

***

Di dalam kamar Shara merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur, ia mengistirahatkan ototnya sebelum mempersiapkan keperluan seminar besok pagi.

Drrt

Drrt

Drrt

Ponsel Shara bergetar cukup keras, membuat matanya yang telah tertutup kembali terbuka. Shara melihat layar ponsel miliknya, "Umi," ucapnya pelan.

"Assalamuallaikum, Umi."

"Wa'allaikumussalam, Ra. Lagi apa kamu, Nak?" tanya Umi di sebrang sana.

"Sedang tiduran, Umi lagi apa?" Shara balik bertanya.

"Umi lagi mau makan sama Abi, kamu sudah makan?" tanya Umi lagi.

"Sudah, Umi. Yasudah makan saja dulu, Mi." usul Shara.

"Iya sebentar lagi. Ra, kamu jaga diri selama disana yah, kalau bisa selesai seminar, kamu langsung pulang saja ke rumah." pinta Umi.

"Umi... Shara kan ingin berlibur dulu, hanya seminggu Umi." ujar Shara dengan lembut, ia paham yang di maksud oleh Uminya.

"Shara bisa jaga diri baik-baik, kok."

"Hemm, yasudah kalau begitu. Kabari Umi terus yah!" pinta Umi.

"Pasti, Umi. Yasudah, salam sama Abi. Shara tutup telponnya, yah. Assalamuallaikum." pamit Shara, ia menunggu jawaban salam dari Uminya, sebelum benar-benar mengakhiri panggilannya.

"Wa'allaikumussalam."

Tutututut.

***

Sakha yang baru saja selesai mandi, ia segera berbaring di atas tempat tidurnya. Ia mulai memejamkan matanya, tetapi bayangan seseorang terlintas secara tiba-tiba di benaknya.

"Astagfirulloh, kenapa wajah si Mbak-nya mampir ke pikiranku, sih." Sakha mengusap wajahnya kasar, ia mencoba menghapus bayangan wajah teduh Shara dalam benaknya.

"Sebaiknya aku harus segera tidur, sebelum wajah teduh itu muncul lagi."

Sakha segera membaluti tubuhnya menggunakan selimut, ia berniat untuk segera tidur.

Dering ponsel Sakha berbunyi nyaring, satu panggilan masuk tertera pada layar ponselnya.

Sakha segera mengangkat panggilan telpon, tanpa melihat nama pemanggil terlebih dulu.

"Iya, hallo.."

"Wa'allaikumussalam." suara seorang wanita membuat mata Sakha terbuka seketika.

Ia sekilas melirik layar ponselnya, "Assalamuallaikum, Bu. Maaf tadi akha ga lihat dulu siapa yang telpon." ujar Sakha pada Salma Ibunya.

"Makannya lihat dulu, kebisaan jelek itu namanya." seru Ibu Salma .

"Iya, maaf, Bu. Oh iya, ada apa Ibu menelpon Akha malam-malam?" tanya Sakha dengan sopan.

"Ibu dan Bapak ada di rumah kamu sekarang, kamu dimana?" ujar Ibu Salma.

"Ibu, sama Bapak sekarang ada di rumah? Kenapa tidak bilang dulu kalo Ibu mau berkunjung?" Sakha mendudukan tubuhnya, ia terkejut saat mendengar orang tuanya sudah ada di rumahnya.

Yang di maksud rumahnya ialah rumah yang Sakha sewa semasa ia kuliah dan bekerja di Bogor. Sebenarnya Sakha asli Jakarta, tetapi ia mengenyam pendidikan di salah satu Universitas di kota Bogor.

"Tadinya mau memberi kejutan, tapi kamunya malah tidak ada di rumah. Kamu dimana sekarang?" tanya Ibunya lagi.

"Sakha, sedang ada di Bandung, Bu." jawab Sakha.

"Bandung? Sedang apa kamu disana?" suara Ibu Salma terdengar sedikit naik.

"Berlibur, hehehe," jawab Sakha terkekeh.

"Sakha, kau masih saja seperti ini. Kapan kau akan mencari calon istri? Kau asik dengan dirimu sendiri," tutur Salma pada anaknya.

"Iya, nanti Sakha pasti carikan menantu yang baik buat Ibu," jawab Sakha seadanya.

"Selalu seperti itu jawabanmu, cari perempuan yang akan kamu ajak ke KUA, bukan cuma buat nemenin kamu kondangan!" seru Salma pada anak tunggalnya itu.

"Bu, kalau Allah belum mempertemukan Akha sama jodoh Akha, ya mau bagaimana lagi?" ujar Sakha, ia sebenarnya bosan mendengar ucapan Ibunya yang selalu saja menuntutnya agar cepat mencari pendamping. Namun ia berusaha untuk menahan kekesalannya, karena ia tidak ingin menyinggung perasaan Ibunya.

"Usaha! Minta pakai doa, jemput pakai usaha!" jawab Salma dengan tegas.

Sakha menghela nafasnya pelan, ia mencoba bersabar menghadapi celotehan Ibu tercintanya.

"Iya bu, Akha usahain. Yasudah, Akha mau istirahat dulu. Ibu dan Bapak juga istirahat. Assalamuallaikum."

Sakha menghempaskan tubuhnya, ia berkali-kali menarik nafasnya dalam.

"Bagaimana mau segera menikah, di ajak menikah saja aku malah kabur."

gumam Sakha dalam batinnya.

***

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَأَنْكِحُوا الْأَيَامَىٰ مِنْكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ ۚ إِنْ يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ

“Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan menjadikan mereka mampu dengan karunia-Nya…” [An-Nuur/24: 32].

Terpopuler

Comments

Suci Ati

Suci Ati

suka am awal ceritanya lanjut baca ..

2023-06-18

0

khairi

khairi

😂😂😂😂😂

2021-11-11

0

Kiky Kurnia Arma

Kiky Kurnia Arma

memang alasannya shaka blom mau nikah apa yah??

2021-05-25

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!