*Tangisan itu berupa do'a, ketika kau tak mampu lagi untuk bicara.
Menangislah jika kau sangat ingin menangis. Itu baik bagi jiwamu. Air mata tidak selalu menunjukkan kelemahan, air mata hanya bahasa hati yang tak mampu mulutmu katakan*.
🥀🥀🥀🥀🥀🥀🥀🥀🥀🥀🥀🥀
Ketika Allah menitipkan cinta kepada kita, kita tak bisa memilih pada siapa cinta itu akan berlabuh. Pun tak bisa menolak ketika cinta itu datang, karena cinta adalah sebuah anugrah yang Allah titipkan untuk kita.
Ada saatnya tiba, Allah akan menguji titipan-Nya itu. Menguji cinta yang DIA titipkan pada kita, menguji seberapa kuat cinta kita pada-Nya juga pada kekasih kita yang fana.
Akan ada pula saatnya, Allah menguji kekuatan cinta itu, dan mungkin dengan cara mendatangkan cinta-cinta lainnya. Hanya untuk sekedar memastikan, apakah cinta itu berkurang kekuatannya atau tidak.
Dan akankah manusia ikhlas, ketika apa yang di milikinya kembali di ambil oleh sang maha pemilik segalanya saat waktunya tiba...
***
Di dalam kamar hotel, Shara menumpahkan tangisnya. Hatinya begitu perih ketika mengingat pertemuannya dengan Airin. Bukan hanya karena itu, yang membuatnya sedih adalah ketika Sakha memperjelas siapa dirinya bagi Sakha.
Memang benar, berharap pada manusia hanya akan mendapatkan kekecewaan.
Isakan-isakan itu mulai melemah, Shara merenungkan semua yang terjadi. Mungkin memang Allah mempertemukan mereka hanya untuk saling menyapa, bukan untuk saling bersama.
"Astagfirulloh, tidak. Aku harus kuat, ini hanya masalah kecil." Shara menyemangati dirinya sendiri.
Shara menghapus air matanya, ia sesekali menarik nafasnya. Mengembalikan kembali irama jantungnya yang tak beraturan, aktifitasnya terhenti saat seseorang mengetuk pintu kamarnya.
Shara beranjak dari tempatnya dan berjalan menuju pintu. Tubuhnya terhenti, ketika menatap dua orang yang kini berdiri di hadapannya.
"Emm, ada apa?" tanya Shara.
Sakha menatap Shara penuh arti, tak sanggup jika ia harus mengucapkan kata pisah padanya.
Airin mengerti tatapan kekasihnya itu, namun ia memilih untuk pura-pura buta. Sakit, perih, marah dan kecewa, ketika dirinya harus mengakui bahwa kini Sakha telah berpaling.
"Shara, kita mau pamit pulang," Airin memulai pembicaraan.
Shara tak terlalu terkejut, ia telah menyiapkan dirinya untuk hal ini.
"Oh, saat ini juga?" tanya Shara.
"Iya, saat ini juga," jawab Airin.
Shara menatap kilas Sakha yang diam seribu bahasa, ia ingin sekali mendengar ucapan terakhir darinya. Namun, sepertinya memang baiknya mereka tak bertegur sapa agar memudahkan keduanya untuk saling melupakan.
"Ya sudah, hati-hati!" seru Shara.
Sakha kembali menatap Shara, bibirnya terbuka hendak mengucapkan sesuatu. Namun, Airin lebih dulu menghentikan niatnya.
"Ayo Sakha," ajak Airin.
Sakha mengangguk, ia benar-benar dilema saat ini.
"Assalamuallaikum."
Hanya itu yang mampu keluar dari mulutnya.
"Wa'allaikumussalam," jawab Shara.
"Bahagialah bersamanya," ucap Shara dalam hatinya.
Shara menutup kembali pintu kamarnya, menatap kosong ke sembarang arah. Perlahan tubuhnya terduduk, ia menyenderkan punggungnya pada pintu sembari menundukkan wajahnya.
"Ya Allah, inikah rasanya berharap pada manusia, jangan biarkan perasaan ini melemahkanku. Ikhlaskan hatiku," ucapnya penuh kesungguhan.
***
Sakha tak banyak bicara, selama perjalanan pulang ia terlihat diam dan menatap kosong ke sembarang arah.
Bayangan Shara selalu memenuhi pikitannya, bahkan hatinya serasa tertinggal. Bagai raga tak bernyawa. Berlebihan mungkin untuk sebagian orang, namun untuk Sakha ini adalah hal yang paling menyesakkan.
Perpisahan itu kini terjadi juga, perpisahan yang entah untuk di pertemukan kembali atau malah hanya akan menjadi sebuah kenangan manis yang takan pernah di lupakannya.
Airin yang sedari tadi memperhatikan kekasihnya itu, sedikit merasa tidak terganggu. Sakha yang dulu tak pernah mendiamkannya, kini ia berubah. Di benaknya mulai timbul pertanyaan, apa yang terjadi dengan mereka sebenarnya.
"Sakha," panggil Airin.
Sakha tak menggubris, ia masih tenggelam dalam lamunannya.
"Sakha." Airin meninggikan suaranya.
Sakha terkejut, suara Airin kali ini mampu membuyarkan lamunannya.
"Iya, kenapa?" tanya Sakha polos.
Airin mendengus kesal, bahkan saat bersamanya pun Sakha malah memikirkan hal lain.
"Kau kenapa?" tanya Airin dengan nada ketus.
Sakha mengerutkan keningnya, ia tak mengerti kenapa Airin bertanga dengan ketus seperti itu.
"Kenapa? Apanya, Rin?" tanya Sakha.
Airin menatap tajam ke arah Sakha, "kau dari tadi melamun, kau inu sedang memikirkan apa?" tanya Airin.
Sakha menelan salivanya, ia menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Emm, a-aku tidak sedang memikirkan apapun," jawab Sakha gelagapan.
"Sejak kapan kau suka berbohong padaku?" tanya Airin, ia tahu betul jika Sakha tengah berbohong padanya.
Sakha menghela nafasnya, memang benar ia tak pandai berbohong. Tapi dalam situasi seperti sekarang, ia juga tak mungkin menceritakan yang sebenarnya pada Airin.
"Aku tidak memikirkan apapun, sungguh. Aku hanya lelah," ujar Sakha sembari menyenderkan punggungnya.
"Kenapa kalian bisa mengenal?" tanya Airin.
Sakha mengalihkan pandangannya kembali pada Airin, sejenak ia mencerna pertanyaan itu."
"Maksudmu, aku dan Shara?" tanya Sakha.
Airin mengangguk.
"Kami tidak sengaja bertemu di sana, beberapa kali. Dan perkenalan itu terjadi saat dia mengisi seminar di salah satu pusat perbelanjaan. Dia hebat, masih muda sudah menjadi motivator."
Raut wajah Sakha berubah seketika, ia sangat tampak antusias ketika menceritakan pertemuannya bersama Shara.
"Kau tahu, waktu dia baru sampai di Mall, para penggemarnya sudah langsung mengerubunginya, dia bahkan tidak bisa berjalan karena terhalang oleh mereka. Karena kasihan, aku menolongnya. Aku menarik lengannya, lalu kita berlari masuk ke dalam Mall, dan di kejar oleh para penggemarnya. Sudah seperti maling saja kita waktu itu," Sakha melanjutkan ceritanya, sesekali ia juga tertawa mengingat moment dimana ia berlari menghindari kerubungan orang-orang.
Airin memperhatikan ekspresi yang di tunjukkan oleh Sakha, ia semakin yakin bahwa kekasihnya itu memiliki perasaan lebih dari sekedar teman.
"Kau menyukainya?" tanya Airin.
"Iya," jawab Sakha dengan cepat.
Airin terhentak, ia menajamkan matanya menelisik Sakha yang juga terkejut dengan apa yang di ucapkannya.
"Ma-maksudku, dia itu perempuan baik, mandiri, sukses di usia muda dan semua orang juga pasti menyukainya," imbuh Sakha.
Dalam hatinya, Sakha berharap penjelasannya dapat di terima oleh Airin. Ia benar-benar tidak ingin jika harus berdebat saat ini.
"Kau yakin?" tanya Airin.
"Iya, aku yakin," jawab Sakha.
"Biasanya jika seorang wanita dan pria berteman, salah satu dari mereka pasti menyimpan perasaan. Benar begitu bukan?" tanya Airin lagi.
"Emm, tidak semua seperti itu, Rin."
Airin tidak melanjutkan pertanyaannya, ia tidak berniat bertengkar dengan Sakha saat ini.
"Aku tahu, kau memiliki perasaan padanya. Dan aku tidak mau ada seorang pun, merebutmu dariku. Aku harus membuatmu melupakannya, maaf jika aku egois." Airin memejamkan matanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
maura shi
saka mulutnya lemes,bilang cinta sama shara tp bilang juga sayang sama airin
g bisa tegas dgn salah satu dr mereka
kalo q jd shara uda q gaplok tu palanya saka,gemes biar otaknya g gesrek
hhhhh
2020-08-22
4
Leni
jgn smpai ara sm akha, krn ara tdk pnts mndptkn laki2 yg tdk komitmen sprti akha
2020-06-15
5
Erwien Diandaniy
kasian juga airin.. Sakit loh thor di khianati.. Sakha aja yang salah di sini perempuannya korban PHP
2020-05-02
1