Maaf, tanpa persetujuan aku telah meminjam namamu untuk aku kenalkan pada penduduk langit.
🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻
Sakha merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur, ia masih tak menyangka bahwa dirinya telah menyatakan perasaannya pada Shara.
Entah kenapa saat itu kalimat itu sangat mudah terlontar dari mulutnya, seakan Allah memudahkan lidahnya untuk mengucapkan kata-kata itu.
Tiba-tiba saja ia merasa gundah, pikirannya kini tertuju pada Airin. Ia merogoh ponselnya, dan tanpa ia tahu bahwa Airin telah membalas pesan yang dikirimnya tempo hari.
[ *Wa'allaikumussalam Sakha, Alhamdulillah akhirnya kau menghubungiku juga. Dimana kau sekarang, aku mencarimu tapi Bima bilang kau sedang berlibur. Sakha, kenapa kau pergi meninggalkanku tanpa kejelasan apapun? Apa aku seburuk itu dimatamu? Bukankah kau sangat menyayangiku, apa kini perasaan itu hilang dengan mudahnya? Soal itu, bisakah kita bicarakan semuanya baik-baik dengan kepala dingin. Sungguh, aku menyayangimu.]
~ Airin*.
Hati Sakha tiba-tiba saja merasa tak karuan, setelah membaca pesan dari Airin ia benar-benar kalut dibuatnya.
"Apa yang aku lakukan? Secara tidak langsung telah menyakiti dua wanita sekaligus," ucap Sakha sembari memijat keningnya.
"Jujur, memang masih tersimpan rasa sayangku padanya, tetapi bagaimana dengan perasaanku pada Shara? Apa rasa itu hadir karena aku yang tengah merasakan kegundahan, tiba-tiba tanpa aku inginkan Shara hadir dan membuatku nyaman?" Sakha mengacak rambutnya frustasi, ia benar-benar bingung saat ini.
Sakha berniat untuk membalas pesan dari Airin, ia tak ingin membuatnya semakin cemas.
[*Airin, maaf. Sikapku memang kekanak-kanakan, aku tahu itu. Jujur, aku juga menyayangimu. Aku tak berpikir panjang, malah lari dari masalah ini. Maafkan aku, dan sekarang aku sedang berada di Bandung. Tadinya, hanya ingin berlibur dan menenangkan diri saja. Tak usah mengkhawatirkanku. Aku akan pulang, dan memperjelas semuanya]
~ Sakha*.
Pesan itu telah terkirim, tangan Sakha kini gemetar. Salah satu kalimat yang ia kirimkan pada Airin, bertolak belakang dengan apa yang tengah Sakha rasakan saat ini.
***
Seharian ini Shara menghabiskan waktunya hanya di dalam kamar, tubuhnya masih lemas untuk beraktifitas lebih dari biasanya.
Pikirannya kini di sibukkan dengan memikirkan perkataan Sakha, ia tidak tahu harus memutuskan apa untuk menanggapi perkataan Sakha.
"Ya Allah, apa yang Engkau rencanakan untukku? Ketika aku menyebut namanya dalam doaku, kini Engkau hadirkan perasaan yang tak mampu aku tafsirkan."
Shara memejamkan matanya, ingin sekali ia menenangkan hati dan pikirannya.
Tak lama ponselnya berdering, ia melirik pada layar ponselnya yang menyala tertera nama yang tak asing disana.
"Adam," ucap Shara.
"Assalamuallaikum," ucapnya.
"Wa'allaikumussalam, Ara kau masih di Bandung?" tanya Adam tanpa ba-bi-bu.
"Hemm," Shara menjawab dengan malas.
"Kapan kau pulang? Seminarmu hanya sehari bukan? Sedang apa kau disana?" Adam melemparkan pertanyaan tanpa jeda.
Shara menghela nafasnya, rasa kesal telah menyeruak dalam hatinya.
"Aku ingin berlibur," jawab Shara seadanya.
"Berlibur? Dengan siapa?" tanya Adam.
"Sendiri, kenapa memangnya?" rasa kesal yang sedari di tahan oleh Shara mulai mencuat ke permukaan.
"Bohong! Sejak kapan kau berani berlibur sendirian? Kau tidak memiliki teman lelaki disana kan?" tanya Adam kembali dan sekarang kini ia mulai menerka-nerka.
"Sejak hari dimana aku mulai merasa kebebasanku telah kau rampas! Bahkan waktu untuk diriku sendiri saja tidak kau berikan!" jawab Shara dengan nada gemetar, ia tengah menahan tangisnya.
"Hey, beraninya kau berbicara dengan nada tinggi di depanku? Siapa yang mengajarkanmu?" Adam mulai kesal karena Shara menjawab dengan suara yang sedikit tinggi padanya.
"Sikapmu yang membuat aku seperti ini!" ujar Shara.
"Sikapku? Hey, apa kau lupa? Orang tuamu menitipkanmu padaku," sahut Adam kini suaranya terdengar setengah membentak.
"Hanya sekedar menitipkan, bukan untuk mengekang!" seru Shara dengan tegas, ia langsung menekan tombol merah dan mengakhiri sambungan telepon dengan Adam.
Shara menutup wajah menggunakan kedua tangannya, ia melempar ponselnya tepat mendarat di tepi ranjang.
"Astagfirulloh, aku tidak ingin terus di perlakukan seperti ini olehnya," ucap Shara sembari terisak.
Ia berusaha menghentikan tangisnya, mengusap air mata yang membasahi wajahnya menggunakan punggung tangannya.
"Akan aku undur kepulanganku lusa, mungkin di tambah dua hari lagi," ujar Shara dalam hatinya.
***
Sakha merasakan jenuh, sudah berapa kali ia mondar mandir di kamarnya. Seharian tak bertemu dengan Shara, rasanya seperti sudah lama tidak bertemu dengannya.
"Lusa aku mesti balik, apa setelah itu aku masih bisa bertemu dengan Shara?" gumam Sakha sembari menatap kosong ke sembarang arah.
Sakha benar-benar tak bisa berpikir dengan jernih sekarang, ia hanya bisa berserah diri pada Tuhan yang maha pemberi petunjuk.
***
Aku tak pernah menunggumu. Kamu tak pernah sengaja datang. Tapi kita sengaja dipertemukan Tuhan. Entah untuk saling duduk berdampingan atau saling memberi pelajaran.Entah untuk saling mengirim undangan pernikahan, atau duduk bersama di pelaminan.
~ Rohmatikal Maskur
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
Kiky Kurnia Arma
paragraf terakhir itu loh kata2nya pas kena di hati..
2021-05-26
0
Tirai Berduri
shaka kok gitu sih
2020-12-27
1
Rini Wahyu Widhiyastuti
kalimatnya selalu mengena dihati..
2020-09-22
4