Memberi Kabar

Hari ini Sakha dan Shara menghabiskan waktu untuk berkeliling sekitar Alun-Alun Bandung, mereka juga tak melewatkan untuk berburu kuliner.

"Ara, ada cilok. Mau?" tanya Sakha.

"Boleh," jawab Shara.

Sakha berjalan mendekati pedagang cilok, di ikuti oleh Shara.

"Mang, cilokna sabarahaan?" tanya Sakha pada pedagang cilok.

"Ujang bade sabaharaen?" tanya balik si Mang cilok.

"Lima ribu we, dua nya."

"Mang, yang satu jangan pake pedes yah!" pinta Shara.

Pedagang cilok itu mengangguk sembari menyiapkan pesanan, tangannya tampak lihai memasukan setiap butir cilok ke dalam plastik.

"Iyeu, Jang." Mang cilok memberikan pesanan pada Sakha.

"Sapuluh, Mang." Sakha menyodorkan satu lembar uang pecahan sepuluh ribu, "nuhun, Mang."

"Sami-sami."

"Makan disana, yuk!" ajak Sakha sembari memberikan satu bungkus cilok pada Shara.

"Disana?" telunjuk Shara mengarah pada sebuah kursi yang memang tersedia di sekitar taman Alun-alun Bandung.

Sakha mengangguk, dan kini mereka berjalan menuju kursi yang berada tepat di samping halaman mesjid.

"Rame banget yah," ucap Shara sembari mengedarkan pandangannya.

Sakha diam, mungkin ucapan Shara itu adalah sebuah kode. Matanya tertuju pada satu kursi yang memang kosong, sedangkan yang lainnya telah di duduki orang lain.

"Ara duduk aja disini, biar akha jongkok sebelah sini." Sakha menunjuk pada samping kursi.

"Masa Ara duduk, Akha jongkok sih," tutur Shara.

"Emangnya Ara mau duduk sampingan sama Akha disini?" tanya Sakha sembari menujuk ke arah kursi.

Shara menggeleng, "tapi Ara gak enak hati sama Akha."

"Kalo terus tidak enak hati, nanti ciloknya gak di makan-makan dong." Sakha mulai berjongkok di samping kursi yang akan di tempati oleh Shara.

Sekilas Shara memperhatikan Sakha yang tengah menikmati ciloknya, tak lama ia pun mendudukkan tubuhnya pada kursi dan mulai menikmati makanannya.

"Uhukkk," tiba-tiba saja Shara tersedak.

Sakha dengan refleks berdiri, dan mendudukkan tubuhnya di kursi yang tengah di tempati oleh Shara.

"Kenapa? Tersedak? Ara ga baca bismillah sih!"

Shara menatap tajam pada Sakha, ia ingin sekali menimpali perkataan Sakha tapi ia masih terbatuk-batuk.

Akha berdiri dan berlari menuju salah satu pedagang asongan.

"Mang, ini satu." Sakha mengambil sebotol air mineral dan lekas memberi selembar uang pecahan sepuluh ribu.

"A' ini kembaliannya," teriak pedagang itu, tetapi tak di gubris oleh Sakha.

Sakha kini mendaratkan kembali tubuhnya di kursi, tangannya membuka tutup botol minuman.

"Minum," Sakha menyodorkan minuman itu pada Shara.

Shara menerimanya, dan segera menegak minuman itu.

"Ga baca bismillah lagi?" tanya Sakha pada Shara yang tengah meneguk minuman yang diberikannya.

Shara menghela nafasnya sedikit panjang, tenggorokannya kini terasa sedikit lega.

"Ara baca bismillah!" serunya dengan nada kesal.

"Kapan?" tanya Sakha.

"Sebelum makan dan minum juga Ara baca, kok." Shara menyodorkan kembali minuman itu pada Sakha.

"Tapi barusan tersedak," timpal Sakha.

Shara tak menggubris, ia malah menatap tajam pada Sakha.

Sakha yang mengerti arti tatapan teman wanitanya itu, langsung terkekeh.

"Akha percaya, kok."

Shara memutarkan matanya, memalingkan wajahnya menuju arah lain.

Sakha terdiam, ia baru sadar bahwa kini jaraknya dengan Shara kurang dari satu meter. Begitupun dengan Shara, mereka terlihat sangat canggung.

"Maaf, Akha jongkok lagi."

"Duduk saja," ucap Shara masih memalingkan wajahnya. Sakha yang hendak beranjak, kini kembali mendaratkan tubuhnya.

Sakha menatap Shara yang membelakanginya, posisi seperti ini saja sudah berhasil membuat jantung pria yang hampir kepala tiga itu berdetak tak karuan.

"Andai saja hubunganku dengan Airin ada kejelasan, mungkin aku akan beralih pada Shara."

Sakha mengingat kembali Airin, yang ia tinggalkan tanpa kejelasan status.

"Bagaimana kabarnya sekarang?" gumam Sakha, ia tiba-tiba saja merogoh ponselnya yang berada di dalam tas.

Tangannya mengaktifkan data seluler, dan dengan seketika puluhan pesan masuk pada ponselnya.

"Airin," ucap Sakha pelan, tapi masih bisa di dengar Shara dengan jelas.

"Kenapa?" tanya Shara.

"Ah, umm." Sakha gelagapan menjawab pertanyaan yang di lontarkan oleh Shara.

"Pacar?" tebakan Shara tepat pada sasaran.

Sakha hanya mengangguk, tanpa menoleh ke arah Shara.

"Kabari saja, laki-laki itu harus gentle."

Perkataan Shara sontak membuat lelaki itu mengarahkan pandangannya pada Shara.

"Akha harus memberi kabar apa padanya?" tanya Sakha polos.

Shara menatap sekilas pada Sakha, ia seperti tengah menelisik pria yang kini tertunduk di depannya.

"Jelaskan saja, alasan kenapa memilih pergi saat dia mengajak Akha menikah," saran Shara.

Sakha sejenak memikirkan ucapan Shara, jahat memang jika ia pergi tanpa memberi alasan pasti pada Airin.

"Ungkapkan perasaan Akha padanya, jangan mempermainkan perempuan!" Shara menambahkan kalimatnya.

Sakha mengangguk, tangannya kini menari di atas keyboard layar ponselnya.

"*Assalamuallaikum, Airin. Apa kabar? Aku harap kau baik-baik saja. Maaf jika aku pergi tanpa alasan yang pasti, maaf telah meninggalkanmu tanpa kejelasan apapun. Aku menyayangimu, tapi aku belum siap jika harus menikah dalam waktu dekat ini. Aku mohon kau akan mengerti alasanku." Sakha.

Send*...

Dari Aisyah r.a., ia berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Menikah itu termasuk dari sunahku, siapa yang tidak mengamalkan sunnahku, maka ia tidak mengikuti jalanku. Menikahlah, karena sungguh aku membanggakan kalian atas umat-umat yang lainnya, siapa yang mempunyai kekayaan, maka menikahlah, dan siapa yang tidak mampu maka hendaklah ia berpuasa, karena sungguh puasa itu tameng baginya.” HR. Ibnu Majah.

***

"Sudah?" tanya Shara.

Sakha tersenyum dan mengangguk, ia kembali memasukkan kembali ponselnya.

"Ara?" tanya Sakha.

"Hemm," jawab Shara tanpa menoleh kearah si pemilik suara.

"Kita gak bakalan tukeran nomor?" tanya Sakha hati-hati.

Shara menoleh, sejenak ia berpikir.

"Untuk apa?" tanyanya.

"Untuk dijual," jawab Sakha asal.

Shara menajamkan matanya mendengar jawaban Sakha. Ia sering di buat kesal karenanya, namun entah kenapa Sakha selalu saja bisa membuat rasa kesal itu hilang dengan seketika.

"Untuk berkomunikasi, Ara." imbuh Sakha.

"Kamar kita bersebelahan, untuk apa berkomunikasi melalui ponsel?" tanya Shara.

"Itukan sekarang. Kalau nanti kita berpisah, bagaimana?"

Shara terdiam, sejenak matanya menatap kosong kesembarang arah. Pikirannya kini terpaut pada pertanyaan yang dilontarkan oleh Sakha.

"Kalau nanti kita di pertemukan kembali oleh Allah, maka kita bisa berteman kembali." Shara menjawab tanpa menoleh kearah Sakha.

"Kalau tidak?" tanya Sakha dengan nada melemah.

Shara menelan salivanya, ia juga menundukkan wajahnya. Ada rasa perih di dalam hatinya, ia seakan tengah mencari jawaban atas apa yang saat ini tengah dirasakannya.

"Kalau tidak, berarti Allah tak mengizinkan kita bertemu lagi,"

Shaka terdiam seketika, jawaban yang di berikan Shara begitu berhasil membuat hatinya terasa perih. Ia menakupkan rapat bibirnya, menahan rasa perih yang menjalar dalam dadanya.

"Ya Allah, apa aku salah jika meminta agar dipertemukan kembali dengan Shara suatu saat nanti?" doa tulus Sakha dalam hatinya.

Terpopuler

Comments

Kiky Kurnia Arma

Kiky Kurnia Arma

bagus sihh mau jujur soal orang2 yg lagi dekat sama mereka...

2021-05-25

0

Tirai Berduri

Tirai Berduri

ngapain pacaran klau gk mau nika..cuma lelaki pecundang yg seperti itu

2020-12-27

5

Iklima kasi💕

Iklima kasi💕

ara sepertinya lebih tegas ketimbang shaka,ya maklum aja dia kan motifator masa iya mlempem😁

2020-10-11

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!