Teman Satu Meter

Sakha berdecak kagum dengan apa yang Shara ucapkan saat mengisi seminar, ia benar-benar dibuat terpesona olehnya.

Tanpa ia sadari, sudah hampir satu setengah jam Sakha menyimak materi seminar yang diberikan oleh Shara.

"Kenapa kali ini, aku tidak bosan mengikuti acara semacam ini?" gumamnya.

Sakha terus memandangi wanita yang kini tengah berbicara dihadapan orang banyak, setiap apa yang diucapkannya seakan membuat hati Sakha tenang.

"Indah sekali ciptaan-Mu," kata-kata itu lolos begitu saja dari mulut Sakha.

"Astagfirulloh, kenapa aku ini?" Sakha menggelengkan kepalanya, ia menutup wajah menggunakan kedua telapak tangannya.

***

Acara seminar telah selesai, tetapi para peserta masih mengantri untuk meminta tanda tangan Shara.

Satu persatu para peserta telah mendapatkan yang mereka inginkan, sampai tersisa satu orang.

Shara tersenyum, menyapa seseorang yang kini tengah berdiri dihadapannya.

"Mau tanda tangan juga?" tanya Shara.

"Tidak."

"Lalu?" Shara mengernyitkan dahinya.

"Aku mau waktumu," sahut Sakha.

"Aku masih harus menyelesaikan ini," seru Shara.

"Aku tunggu," jawab Sakha cepat.

Shara menghela nafasnya, "Yasudah, terserah kau saja."

Sakha menunggu dengan sabar, sesekali ia memainkan ponselnya untuk mengurangi rasa bosannya.

"Lama?" pertanyaan Shara membuat Sakja dengan cepat menoleh ke arahnya.

"Lumayan," Sakha terkekeh.

"Kenapa harus menunggu?" seru Shara.

"Karena aku mau waktumu, jadi aku harus menunggu." ujar Sakha.

"Memangnya mau apa?" tanya Shara sembari membereskan barang-barangnya.

"Berteman," sahut Sakha asal.

"Berteman?" Shara mengulangi perkataan lelaki yang kini ada di sampingnya, jarak diantara mereka sekitar satu meter.

"Iya, selama aku berlibur disini, aku ingin kita berteman." tutur Sakha.

"Aku tidak biasa berteman dengan lawan jenis," sahut Shara.

"Kita biasakan, lagipula aku bisa berjaga jarak denganmu." Sakha seperti tahu akan maksud ucapan Shara.

Shara terdiam sejenak, ia terlihat menimbang-nimbang ajakan Sakha terlebih dulu.

"Satu meter seperti sekarang," lanjut Sakha.

"Yasudah," jawab Shara.

"Alhamdulillah..." Sakha lega dengan jawaban yang diberikan Shara.

"Kenapa?" tanya Shara.

"Mengucap syukur," jawaban Sakha membuat sedikit kesal Shara.

"Aku tahu, maksudku kenapa mengucapkan Hamdallah segala?" tukas Shara.

"Karena aku bisa berteman, dengan wanita hebat sepertimu." perkataan Sakha terdengar sangat jujur.

"Aku hanya wanita biasa, jangan menilaiku berlebihan!" seru Shara.

Kini ia beranjak dari tempatnya, membuat Sakha mengernyitkan keningnya.

"Kenapa berdiri?" tanya Sakha sembari mengangkat sedikit wajahnya.

"Kau tidak lihat, panitia seminar sedang membereskan kursinya." seru Shara.

Sakha memutarkan kepalanya, terlihat beberapa orang yang memang tengah membereskan area bekas seminar dilangsungkan.

"Yasudah, kita pergi." Sakha ikut beranjak dari tempatnya.

"Kemana?" tanya Shara.

"Kita mengeksplor keindahan kota Kembang ini," sahut Sakha sembaki berjalan mendahuli Shara.

Sebuah senyuman terbit pada salah satu sudut bibir ranum Shara, ia dengan cepat berjalan di belakang Sakha.

***

Dua anak manusia ini berjalan menelurusuri setiap jengkal trotoar di sekitar kawasan Asia Afrika, sesekali mereka juga berbincang ringan walau dengan jarak satu meter membatasi ruang mereka.

"Oh iya, panggil aku Akha," ujar Sakha.

"Baiklah, Akha." sahut Shara.

"Aku akan memanggilmu, Ara."

Shara terdiam persekian detik, tak lama ia menganggukan kepalanya.

"Ara, ada cuanki, mau?" Sakha mengacungkan telunjuknya ke arah yanh di maksud.

"Boleh..."

Sakha dan Shara kini berjalan mendekati abang cuanki, dan segera memesan dua porsi cuanki.

"Mang, dua nya, campur."

"Akha bisa bahasa sunda?" tanya Shara saat mendengar Sakha yang lancar berbahasa daerah kota Kembang itu.

"Lumayan, memangnya kamu gak bisa?" Sakha berbalik bertanya.

"Bisa, aku tinggal di Bogor. Disana juga kadang berbicara bahasa sunda."

Shara mendudukan tubuhnya di tikar yang di sediakan oleh pedagang itu.

"Akha dari Jakarta, tapi lumayan lama juga di Bogor." sahut Sakha sembari mengikuti Shara duduk.

"Oh, sedang apa di Bogor?" tanya Shara.

"Akha kuliah dan kerja disana," jawab Sakha sembari meraih dua mangkok cuanki yang diberikan oleh si abangnya.

"Nuhun, mang."

Sakha memberikan satu mangkok pada Shara.

"Tapi sekarang sudah lulus," lanjutnya.

"Akha kerja apa?" tanya Shara.

"Tukang foto... Bismillah." jawab Sakha sembari menyuapkan satu sendok cuanki ke dalam mulutnya.

"Bismillah," Shara juga ikut menyantap makanannya.

Seperti sudah paham satu sama lain, mereka menikmati cuanki tanpa berbicara sepatah katapun.

"Apabila salah seorang di antara kamu akan makan, hendaklah membaca, Basmalah. Apabila ia lupa pada permulaan makan, hendaklah membaca, Bismillahi awwalahu wa akhirahu"

(H.R Abu Dawud dari Aisyah no.3275)

***

Drrt

Drrt

Drrt

Shara menghentikan sejenak aktifitas makannya, ia merogoh ponselnya yang sedari tadi bergetar.

Raut wajahnya berubah masam, sesekali ia juga membuang nafasnya kasar.

"Siapa?" tanya Sakha.

"Temen," jawab Shara.

"Kenapa gak Ara angkat?" tanya Sakha.

Dengan terpaksa, Shara menerima panggilan telponnya.

"Assalamuallaikum, kenapa?" tanya Shara ketus.

"Kamu dimana?" tanya seseorang dibalik telpon.

"Bandung," jawab Shara singkat.

"Kau kesana tapi tidak memberitahu aku? Dengan siapa kau disana?" suara seseorang di sebrang sana terdengar meninggi.

"Apa aku harus selalu meminta izin padamu? Kau bukan orang tuaku!" seru Shara, emosinya mulai mencuat.

"Jangan berbicara dengan suara tinggi padaku!" bentak seseorang itu.

Sakha dengan lancang meraih ponsel Shara, ia lalu menekan tombol load speaker.

"Shara, kau masih bisa mendengarku?" tanya seseorang itu.

Sakha memberi isyarat pada Shara agar menyauti pertanyaan si penelpon.

"Iya," jawabnya singkat.

"Bersama siapa kau disana?" tanya si penelpon itu, lagi-lagi suaranya terdengar marah.

"Teman."

"Jawab yang benar Shara! Jangan berbohong!" bentak si penelpon itu lagi.

Shara kesal, ia meraih kembali ponselnya. Tangannya menekan tombol merah, pertanda ia mengakhiri panggilan.

Sakha diam melihat raut wajah Shara yang seperti sedang menahan tangisnya, dengan hati-hati ia mencoba mencari tahu identitas si penelpon.

"Ara kenapa?" tanya Sakha lembut.

Shara hanya menggeleng, dadanya seakan sesak.

"Ara mau nangis?" tanya Sakha lagi.

Shara mengangguk.

"Jangan nangis, nanti Akha juga ikutan nangis."

Shara beralih menatap Sakha, perkataan polos Sakha membuat senyumnya kembali muncul.

"Nah, kalau gitu kan cantik," ujar Sakha.

Shara menunduk, ia masih sedikit kesal.

"Dia siapa? Pacar Ara?" tanya Sakha.

"Bukan," tegasnya.

"Lalu? Abang Ara?" Sakha masih menerka-nerka.

"Ara ga punya Abang," sahutnya.

"Lalu siapa?" tanya Sakha menyerah.

"Namanya Adam, dia anak temannya Umi Ara. Dari kecil, Umi selalu menyuruh Adam untuk menemani Ara kemanapun pergi," tutur Shara.

"Akha kira, dia calon Ara."

Shara menggeleng cepat.

"Kenapa dia membentak Ara?" Sakha merasa tidak suka pada sikap Adam pada Shara.

"Dia memang seperti itu, kalau Ara pergi gak ngasih kabar." jawab Shara.

"Akha gak suka sama dia!" seru Sakha.

Shara terdiam, "kenapa?" tanyanya.

"Akha gak suka Ara di bentak-bentak," ucapnya dengan tegas.

Shara hanya tersenyum mendengar perkataan Sakha, ia sedikit menerima pembelaan dari Sakha. Entah kenapa, hatinya merasa tenang mendengar ucapan Sakha.

Terpopuler

Comments

Sriza Juniarti

Sriza Juniarti

panggilan namanya kyk anak kecil 😊

2022-12-02

0

Titin Sumarni

Titin Sumarni

hahahahaaha...Thor, aku ngerasa kaya anak kecil batita gitu atau balita yang cadel dengan nyebut nama. Semangat yaaa...

2021-08-05

0

Kiky Kurnia Arma

Kiky Kurnia Arma

kereenn thor..setiap bab disisipi ilmu..

2021-05-25

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!