Perpisahan begitu menyakitkan ketika cerita belum usai, tapi kita harus menutup bukunya.
🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼
Sepulang berkeliling mencari barang incarannya, Sakha berbenah membereskan barang-barangnya ke dalam koper.
Malam terakhir di kota Kembang, singkat tetapi sangat bermakna.
Banyak hal yang tak terduga, banyak keajaiban-keajaiban yang membuatnya takjub. Salah satunya, bertemu dengan Shara.
Sakha sejenak terdiam, mendudukkan tubuhnya di tepi ranjang. Mengingat kembali moment pertama, dimana ia bertemu dengan seorang perempuan yang mengalihkan semua dunianya. Perempuan yang tanpa ia undang, mampu memenuhi isi pikirannya. Perempuan yang tanpa melakukan apapun, sudah mampu dengan mudah membuatnya jatuh hati.
Kadang Tuhan mempertemukan kita dengan orang yang salah, sebelum mempertemukan kita dengan orang yang tepat. Tidak apa terlambat asal dengan orang yang tepat, dari pada terburu-buru dengan orang yang keliru.
Suara dering ponsel memecahkan lamunannya, Sakha meraih benda pipih yang ia simpan di atas nakas itu.
"Airin?" ucapnya tanpa suara.
"Assalamuallaikum, Airin."
"Wa'allaikumussalam, hay Sakha." Airin menjawab di balik ponsel.
"Hay, kenapa? Apa kau baik-baik saja disana?" tanya Sakha saat mendengar suara Airin yang seperti tengah menahan tangis.
"Aku baik-baik saja, aku hanya senang mendengar suaramu." Airin terisak pelan.
Sakha terdiam, hatinya terenyuh mendengar isakkan perempuan yang selama tiga tahun menemaninya itu.
"Jangan menangis, kau tahu aku tak bisa melihat wanita menangis." Sakha menenangkan Airin.
"Aku merindukanmu," ucap Airin lirih.
"Aku juga," jawab Sakha seadanya. Entah benar atau tidak, tapi dua kata itu tiba-tiba saja keluar dari mulutnya.
"Pulanglah, aku ingin sekali bertemu denganmu." Airin memohon.
"Besok aku pulang, ini malam terakhirku disini."
"Benarkah? Syukurlah. Oh iya, kau menginap dimana selama disana?" tanya Airin.
"Aston Braga Hotel," jawab Sakha.
"Oh, baiklah. Aku tunggu kepulanganmu."
"Iya, sudah dulu. Assalamuallaikum," pamit Sakha.
"Wa'allaikumussalam,"
Percakapan pun berakhir...
Sakha menghembuskan nafasnya kasar, setiap mendengar suara Airin ia seakan tak tega jika harus berucap hal yang mungkin akan menyakitinya. Tiga tahun bersama, tak mudah melupakan semua kenangan di antara mereka. Apalagi jika di ingat, Airin adalah perempuan yang banyak di kagumi semasa kuliah dulu. Dari sekian banyak pria yang mendekatinya, ia malah memilih Sakha yang bahkan hanya seorang fotograper freelance.
"Apa yang harus aku lakukan,?" gumam Sakha.
***
Shara berniat memberi kabar Umi-nya, kalau ia tidak jadi pulang besok. Ia belum siap kembali pada kehidupannya yang penuh kekangan, bukan dari orang tuanya tetapi dari Adam.
"Bismillah, Umi pasti mengerti." Shara mulai menelpon Umi-nya.
Tak lama panggilan terhubung, suara lembut menyapanya di sebrang sana, "Assalamuallaikum, Ra."
"Wa'allaikumussalam Umi, apa kabar? Ara rindu."
"Baik, Nak. Kamu apa kabar? Jadi pulang besok?" tanya Umi.
"Alhamdulillah, emm sepertinya tidak Umi," ucap Shara dengan merasa bersalah.
"Lho, kenapa?" tanya Umi.
"Ara masih ada urusan, lusa baru pulang," jawab Shara, ia terpaksa berbohong.
"Urusan apa? Seminar kamu hanya sehari sisanya kamu bilang liburan," sahut Umi sedikit kesal.
"Satu hari lagi saja, bolehkan Umi?" Shara memohon.
"Huh, ya sudah satu hari jangan nambah lagi!" seru Umi, terpaksa memberi izin pada anak kesayangannya itu.
"Alhamdulillah, terima kasih Umi."
"Iya, ya sudah kamu tidur, jangan lupa makan nasi!" pinta Umi.
"Iya, Umi juga, yah."
"Tentu,"
"Ya sudah, Ara tutup. Assalamuallaikum."
"Wa'allaikumussalam,"
Shara menyimpan kembali ponselnya, ia lega karena Umi-nya sudah memberi izin. Setelah itu Shara segera berniat untuk beristirahat.
***
Entah kenapa tidur Sakha semalam nyenyak sekali, sampai-sampai ia bangun lebih siang. Jadwal kereta pagi adalah pukul sembilan, Sakha bergegas untuk pergi menuju stasiun kereta. Ia memastikan kembali barangnya, agar tidak ada yang terlewat satu pun.
Setelah dirasa semua lengkap, Sakha segera keluar dari kamarnya. Segera Sakha mengetuk pintu kamar Shara, untuk mengajaknya pulang bersama.
"Assalamuallaikum, Ara." Sakha mengetuk pintu kamar itu.
"Wa'allaikumussalam, iya, sebentar."
Terlihat Shara yang keluar dari kamarnya, seperti biasa ia selalu terlihat anggun.
"Ayo, jadwalnya jam sembilan. Setengah jam lagi," ucap Sakha.
Shara hanya mengangguk, ia tak berniat memberitahu kalau ia tak jadi pulang.
Kini mereka segera pergi menuju stasiun, karena kalau sampai terlambat mereka harus menunggu jam berikutnya.
Jalanan ramai hari ini, bahkan bisa di bilang padat. Selama perjalanan menuju stasiun, banyak kendala yang mereka hadapi. Sampai mereka setengah berlari saat tahu waktu keberangkatan tinggak sepuluh menit lagi.
"Ara, ayo cepat!" ujar Sakha sembari sedikit berlari.
Shara yang terlihat capek, tidak ikut berlari mengejar Sakha. Ia memilih berjalan, mengantar pria itu pulang.
"Selamat tinggal, Sakha." Shara berucap sembari menatap punggung Sakha yang mulai menjauh.
Sakha yang tengah berlari, tak menyadari bahwa Shara tertinggal jauh darinya, "ayo, Ra." Sakha menoleh ke arah belakang.
"Lho, Ara kemana?" Sakha mengedarkan pandangannya.
Matanya kini tertuju pada perempuan yang berdiri tepat sepuluh meter di depannya.
"Lha, kenapa Ara masih berdiri disana?" gumam Sakha, ia segera berlari mendekatinya.
"Ra, ayo." Sakha kembali mengajak Shara.
"Ara tidak jadi pulang," ucap Shara membuat Sakha terhentak.
"Kenapa?" tanya Sakha.
"Tidak apa-apa, Akha pulanglah lebih dulu," pinta Shara.
Sakha terdiam, rasanya ia tak ingin kembali tanpa Shara.
Terdengar suara yang mengatakan bahwa kereta akan segera berangkat.
"Akha, cepat masuk, kereta sudah akan berangkat!" seru Shara.
Sakha tak bergeming, ia menatap lekat pada Shara.
"Akha, kenapa malah diam saja?" tanya Shara.
"Akha tidak akan pulang," ucap Sakha.
"Apa?" Shara terkejut.
"Akha tidak bisa membiarkan Ara sendiri disini," ucap Sakha.
"Akha, sekarang atau nanti sama saja. Kita akan kembali pada kehidupan masing-masing," tutur Shara.
"Kenapa kita tidak bisa bersama, hari ini atau sampai kapanpun?" tanya Sakha sedikit meninggi.
"Akha, kau jangan berkata seperti itu!" seru Shara.
"Kenapa? Aku akan tetap disini, bersamamu!" tukas Sakha, ia menatap tajam pada perempuan itu untuk pertama kalinya.
Shara terdiam, baru kali ini Akha meninggikan suaranya. Kenapa juga Sakha malah ingin tetap menemaninya, ini malah membuat Shara semakin sulit melupakannya.
"Jangan seperti ini Sakha, aku mohon. Jangan membuatku semakin sulit, sekarang atau pun nanti sama saja. Kau tidak bisa menjadi milikku, pergilah Sakha."
Kalimat itu bahkan tak bisa di ucapkan Shara dengan mudah, ia memilih diam. Sakha sangat keras kepala, bahkan sekarang pria itu malah berlalu meninggalkan stasiun kereta.
Shara menghela nafasnya kasar, kalimat istigfar terus ia ucapkan. Langkah kakinya kini kembali membawanya dengan perasaan yang tak dapat tergambarkan.
Kenapa bisa ia merasakan perasaan ini pada Sakha, kenapa dia sulit melupakan pria yang baru saja dikenalnya. Pertanyaan-pertanyaan itu begitu bising di dalam kepalanya, saling bersahutan tanpa ada satu pun jawaban.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
Kiky Kurnia Arma
shaka kok gitu, memberi harapan kpd 2 wanita sekaligus..
2021-05-26
0
Erwien Diandaniy
😥😥😥
2020-05-02
0
Zaky Badut Pekanbaru D'Kompenk
😢
2020-03-24
0