Mari Berjuang Bersama

Setelah beberapa menit, Shara akhirnya mendapatkan kembali kesadarannya. Sakha yang sedari mencemaskannya, kini sedikit bisa bernafas lega.

"Ara, Alhamdulillah." Sakha mengucap syukur.

Shara mulai membuka matanya perlahan, mencoba untuk memfokuskan lagi penglihatannya yang kabur.

"Akha, maaf Ara merepotkanmu." Shara berucap dengan suara yang masih terdengar lemah.

Sakha menggeleng, "Ara jangan berkata seperti itu, Akha sangat khawatir tadi." Sakha menunduk.

Shara tertegun melihat raut wajah Sakha yang memang terlihat sangat mencemaskannya, hatinya tersentuh seketika.

"Terima kasih," ucap Shara lirih.

"Tidak ada kata terima kasih untuk..." Sakha terdiam.

"Untuk? Untuk apa, kenapa tidak di lanjutkan?" tanya Shara penasaran dengan kalimat Sakha yang tiba-tiba terpotong.

"Tidak ada kata terima kasih untuk cinta, Ara." Sakha hanya dapat mengatakannya dalam hati.

"Bukan apa-apa, sudah Ara istirahat lagi. Akha pamit dulu, mau membeli makan untuk Ara," Sakha beranjak dari tempatnya, dan berlalu meninggalkan Shara.

Shara menatap punggung Sakha yang perlahan lenyap, ia menghela nafasnya pelan.

"Sikapmu yang membuatku jatuh hati, Sakha."

***

*Saat pertama ku mengenalmu

Ku rasa sesuatu yang berbeda

Ku ingin mendekatimu

Tapi ku takut kau menjauh

Semakin lama rasa ini terpendam

Semakin aku ingin mendekatimu

Dari kejauhan ku melihatmu

Ku berharap kau pun merasakan

Iman dan takwamu yang meluluhkan, Rasa ini menjadi cinta

Kekasih idaman yang ku harapkan

Semoga cinta ini menjadi nyata

Ana uhibbuka fillah

Ku mencintaimu karena Allah

Jika dia yang terbaik untukku

Dekatkanlah hati kami ya Allah*

Aci Cahaya - Ana Uhibbuka Fillah

***

Sakha tengah membelikan bubur untuk Shara, pagi itu semua rencananya di urungkan. Niat hati ingin berkeliling mencari barang yang ia inginkan, tetapi karena melihat kondisi Shara keinginannya pun lenyap seketika.

Setelah semua yang ia butuhkan terpenuhi, Sakha bergegas kembali menuju kamar hotel Shara.

Setibanya disana, dengan ragu Sakha melangkah masuk ke dalam kamar Shara.

"Assalamuallaikum, Ara." Sakha duduk di sofa yang ada di dalam kamar Shara.

"Wa'allaikumussalam, maaf yah Ara merepotkan," ucapnya pelan.

"Tidak merepotkan, Akha ikhlas jagain Ara." Sakha menyiapkan bubur ke dalam wadah dan memberikannya pada Shara.

"Kuat makan sendiri kan? Akha gak bisa suapin Ara," tanya Sakha.

"Iya bisa kok, sekali lagi terima kasih," Shara mulai menyuapkan bubur ke dalam mulutnya.

"Akha bilang tidak ada kata terima kasih untuk," lagi-lagi kalimatnya tertahan.

"Lanjutkan Akha, jangan setengah-setengah begitu!" seru Shara.

"Untuk, cinta." Sakha menjawab pelan, namun telinga Shara dapar mendengar kata itu dengan jelas.

Mereka terdiam, Shara mengunyah makanannya dengan rasa tidak karuan. Begitupun Sakha, tubuhnya bergetar hebat saat mengucapkan kalimat itu. Sebelumnya ia pernah menyatakan cinta pada wanita yaitu Airin, namun perasaan yang ia rasakan saat ini sungguhlah berbeda jauh.

"Ya Allah, apa-apaan aku ini? Kenapa kata itu lolos dari mulutku?" gumamnya dalam hati.

"Ya Allah, apa aku tidak salah mendengar? Apa maksud kata-kata Sakha tadi? Astagfirulloh," ucap Shara dalam batinnya.

Suasana di antara mereka kini berubah canggung, Shara menelan suapan demi suapan bubur dengan susah payah. Sakha juga hanya tertunduk dan sesekali terdengar kalimat istigfar terucap dari bibirnya.

"Ara,"

"Akha,"

Mereka memanggil bersamaan, hal itu tentunya membuat mereka semakin gelagapan.

"Ara saja dulu," ujar Sakha.

"Umm, Ara boleh minta tolong?" tanya Shara dengan gugup.

"Tentu, Ara butuh apa?" tanya Sakha.

"Obat Ara, disana." Shara menunjuk ke arah tas yang tergeletak di meja rias.

Sakha mengangguk, dan sebera beranjak dari tempatnya. Di ambilnya obat yang tersimpan di dalam tas Shara, dengan hati-hati ia membuka resleting dan segera merogoh obat yang di maksud Shara.

"Ini?" tanyanya sembari menunjukkan beberapa obat pada Shara.

Shara mengangguk, "iya."

Sakha berjalan mendekati Shara, ia memberikan obat dan segelas air putih pada Shara.

"Ara punya magh?" tanya Sakha saat melihat label yang tertera pada botol obat itu.

"Iya, Ara punya magh dan sudah cukup parah," jawabnya saat hendak meminum obat.

"Innalillahi, sejak kapan?" tanya Sakha.

"Sudah cukup lama, waktu sekolah menengah kejujuran Ara sempat di vonis gejala radang ginjal," tutur Shara.

"Astagfirulloh, lalu sekarang bagaimana?" tanya Sakha dengan raut wajah khawatir.

"Sudah baik-baik saja, tetapi kalau Ara terlalu banyak makan pedas atau telat makan pasti kambuh," ujar Shara.

Sakha tertegun, "kemarin Akha tidak menyuruh Ara makan nasi, ini semua salah Akha," ucap Sakha dengan nada bersalah.

"Jangan menyalahkan diri sendiri, ini bukan salah Akha," pinta Shara.

Sakha menghela nafasnya pelan, ia benar-benar merasa bersalah pada Shara.

"Akha," panggil Shara.

"Iya, kenapa?" jawab Sakha sembari mengangkat wajahnya.

"A-apa maksud kata-kata tadi?" tanya Shara dengan gugup.

Sakha terdiam, ia mencoba menjawab pertanyaan Shara dengan hati-hati.

"Bismillah, Akha menyukai Ara." Sakha menundukkan wajahnya kembali.

Shara terkesiap, ia menelan salivanya. Hatinya benar-benar dibuat tak karuan oleh ulah Sakha.

"Iya, Ara tau. Buktinya, Akha mau berteman dengan Ara." Shara mencoba mengartikan ucapan Sakha.

"Akha tidak ingin menjadi teman Ara," ucap Sakha.

"Maksudnya? Akha tidak mau lagi berteman dengan Ara? Kenapa? Apa Ara memiliki salah? Katakan!" seru Shara.

Sejenak Sakha menatap Shara, ia sudah memantapkan hatinya untuk mengungkapkan apa yang sebenarnya ia rasakan.

"Bismillah, Ara. Akha mau Ara menjadi istri Akha," ujar Sakha dengan tegas namun terdengar lembut.

Shara terkejut, jantungnya seakan berhenti berdetak. Tubuhnya melemas, ia masih tak menyangka dengan apa yang di ucapkan oleh Sakha.

"Ara, kenapa diam?" tanya Sakha.

Shara mencoba memfokuskan dirinya kembali, ia berusaha untuk tetap tenang menanggapi pernyataan Sakha.

"Akha, jangan main-main dengan ucapan." Shara menundukkan wajahnya.

"Akha tidak sedang main-main, entah sejak kapan, tetapi rasa itu semakin hari semakin besar. Akha sering meminta Ara pada Allah, karena hanya itu yang bisa Akha lakukan saat ini." Sakha bertutur dengan penuh penekanan.

"Apa Ara tidak memiliki rasa yang sama?" imbuhnya.

Sejenak Shara terdiam, matanya mulai berkaca-kaca. Ia tak menyangka ternyata di dalam doa Sakha terselip namanya.

"Akha, Ara tidak tahu perasaan apa yang saat ini ada di dalam hati Ara. Setiap hari, Ara memohon agar Allah menjatuhkan hati Ara pada seseorang yang memang menjatuhkan hatinya pada Allah. Ara akui bahwa saat ini Ara nyaman berada di dekat Akha, tapi pikiran Ara selalu berkata bahwa ini adalah kesalahan. Akha sudah memiliki pasangan."

"Mari kita berjuang bersama, saling meminta pada sang maha pemilik segalanya, Akha bersungguh-sunguh dengan ucapan yang Akha ucapkan barusan."

"Kita jalani alur yang ada, Akha menunggu keputusan dari Ara."

Shara termenung, hatinya berkata iya, namun pikirannya selalu berusaha menolak.

"Tidak perlu tergesa-gesa, Akha sabar menunggu Ara. Sebaiknya Akha kembali ke kamar, Ara harus banyak istirahat." Sakha beranjak, dan berbalik menuju ke kamarnya.

Tanpa ucapan apapun, Sakha berlalu pergi meninggalkan Shara yang masih terdiam.

"Ya Allah, berilah petunjukMu." Shara memejamkan matanya, buliran air mata mulai menetes membasahi wajah mulusnya.

Terpopuler

Comments

Sriani Dewi

Sriani Dewi

ara , akha kok jafi alay sih....

2023-09-02

0

Azkayravelora

Azkayravelora

ceritanya bagus

2023-02-12

0

maura shi

maura shi

gercep ama si saka

2020-08-22

1

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!