Arsy Mahendra. Cowok tampan yang sekelas denganku. Yang selalu mencari gara-gara denganku. Cowok dengan tinggi 178 cm dan berat badan 65 kg. Rambutnya hitam sedikit ikal. Kulitnya lumayan putih untuk ukuran cowok. Walaupun tidak seputih Coco. Sekilas wajahnya lumayan imut dengan bibirnya yang tipis. Terutama saat dia tersenyum. Anaknya juga asyik diajak ngobrol. Apalagi diajak debat dan berantem, dia jagonya. Tapi kalo sama cewek gebetannya sikapnya akan mendadak lembut dan manis. Namanya juga playboy. Dia seperti punya seribu satu cara untuk mendapatkan perhatian dan simpati cewek-cewek gebetannya. Mungkin sudah naluri. Entahlah!
Dia akan dengan sukarela membantu dan berlagak sok pahlawan jika sudah di dekat cewek gebetannya. Membuat cewek-cewek merasa dilindungi jika sudah didekatnya. Rayuan-rayuan mautnya terbukti sangat ampuh membius cewek-cewek, tak hanya yang ada di sekolahku tapi juga beda sekolah.
Di luar sekolah, reputasinya sebagai playboy sudah tersebar luas. Aku tahu karena teman-teman SMP ku yang dulu, sempat bercerita tentang kondangnya nama Arsy sebagai playboy. Makanya aku selalu berusaha menjaga jarak agar tidak terlalu dekat dengan cowok playboy yang satu ini. Jangan sampai aku masuk perangkap lelaki buaya seperti Arsy.
Aku kan belum pernah pacaran sebelumnya. Masak aku yang “suci” ini harus terjerat cinta playboy sekolah sekaliber Arsy? Ogah lah.. Aku akan menjaga kesucian cintaku ini. Dan ternyata yang berhasil menjerat hatiku adalah si cowok cool muka datar. Siapa lagi kalau bukan Coco. Untung Coco ganteng, hahaha…
Sejak kejadian aku menjerit di makam itu, Arsy terus-terusan meledekku. Yah, walaupun dia tidak menyebarkannya ke siapa pun, ga seperti Coco, tetapi tetap saja aku jengkel jika dia sudah mengungkit-ungkit masalah itu. Itu kan aibku. Aku ga rela jika sampai orang lain tahu.
Pernah waktu itu, saat jam olahraga, Arsy mengungkit-ungkit masalah jeritan itu. Waktu itu, materi jam olahraga adalah lari jarak jauh. Aku dan teman-teman sekelas berkumpul di lapangan sepakbola. Sebelumnya kami melakukan pemanasan terlebih dahulu supaya tidak cedera selama melakukan olahraga.
Anang, teman sekelasku yang juga seksi olahraga, memimpin pemanasan.
“1..2..3..4..5..6..7..8..”
Setiap gerakan pemanasan terdiri dari 8 hitungan. Pak Willy, guru olahragaku kulihat malah enak berteduh di bawah pohon beringin besar yang ada di ujung lapangan sepakbola. Sementara kami dibiarkan panas-panasan. Waktu itu sudah jam 8 lebih, jadi matahari sudah mulai menunjukkan sorotnya yang kadang sangat menyilaukan.
Selesai pemanasan, Pak Willy berjalan ke arah kami.
“Yak..hari ini adalah penilaian lari jarak jauh”ucap Pak Willy
“Yahhh..pak..kok lari sih?”protes teman-temanku sekelas hampir serempak. Karena lari jarak jauh tentu saja rutenya juga jauh.
“Mau dinilai apa ga? Udah ga usah protes”ucap Pak Willy lagi.
“Nanti rutenya yang ke kanan apa ke kiri yaa?”tanyaku pelan pada Anti yang berdiri di sampingku.
“Semoga aja ke kanan. Rutenya panjang tapi kan jalannya lumayan landai jadi ga terlalu capek”jawab Anti
“Iya..ya..semoga ke kanan”Aku pun berpikiran sama dengan Anti.
Akhirnya Pak Willy memberitahu kami.
“Nanti kalian lari dari sini terus ke…”Pak Willy sengaja tak meneruskan ucapannya membuat teman-teman berebutan memberikan pendapatnya.
“Kanan pak”
“Iya pak..kanan pak”
“Kanan aja Pak”
“Plisss pak..kanan pak”
Rata-rata semua anak memilih rute kanan karena memang itu rute yang lebih mudah dilalui ketimbang rute kiri yang lebih menanjak.
“Kiri aja Pak”ucap Anang tiba-tiba, membuat sebagian besar teman-teman cewek yang memang lebih memilih jalur kanan langsung menengok ke arahnya dengan tatapan penuh kemarahan.
“Apaan sih Anang ini? Cari gara-gara aja..heran deh”ucapku pelan pada Anti.
“Iya..emang dasar anak itu..ga tau apa kakiku terakhir lewat sana sampe gempor”gerutu Anti
Yang diliatin teman sekelas malah senyum-senyum sendiri ga jelas.
“Sudah..sudah.. Bapak lanjutkan ya..dari sini kalian terus belok..kiri”ucap Pak Willy yang langsung disambut kata "yahhhhh” berjamaah dari teman-teman sekelasku.
“Udah tau ya..belok kiri berarti kemana?”tanya pak Willy
“Iya pak”jawab kami dengan nada malas.
Malas karena harus lari dengan rute jalan yang menanjak. Karena rutenya yang seperti lagu anak-anak, naik-naik ke puncak gunung. Semakin lama semakin menanjak.
“Oke..siappp..pritttttttt”Pak Willy kemudian meniup peluitnya tanda kami sudah bisa mulai berlari.
Aku berlari bersama Anti. Di belakangku ada Coco dan Dedi yang berlari dengan langkah sangat pelan. Mungkin karena mereka mau menghemat energi. Sementara beberapa temanku yang lain, begitu mendengar suara peluit tadi, langsung tancap gas. Lari sekuat tenaga.
Aku dan Anti memilih lari kecil-kecil supaya bisa menghemat tenaga karena rute yang kami lalui lumayan jauh dan menanjak. Kami berlari di pinggir sepanjang trotoar. Kami berlari melewati ruko-ruko, rumah warga dan toko-toko yang berdiri di sepanjang trotoar.
Sesekali kulihat beberapa temanku ada yang berhenti untuk membeli minuman di toko kelontong atau minimarket yang kami lewati.
“Beli minum juga apa ga ni Vi?”tanya Anti
“Ga ah..aku masih ada minum di kelas, kalo mau beli minum buruan..aku tungguin”
“Sama..aku juga udah ada minum”
Akhirnya aku dan Anti berlari lagi. Kali ini tanjakan pertama yang kami lewati. Aku dan Anti berlari sedikit lebih pelan karena jalan menanjak ini bisa menguras energi jika kami nekat lari. Padahal perjalanan baru seperempat jalan. Masih ada tiga per empat jalan lagi yang harus kami tempuh dan setengahnya adalah jalur menanjak yang lebih tinggi dari tanjakan pertama ini.
Aku dan beberapa temanku sedikit kelelahan melewati tanjakan ini. Kulihat beberapa anak putri ada yang duduk-duduk sambil selonjoran di pinggir jalan saking capeknya. Aku dan Anti berjalan mendahului mereka.
Kami melanjutkan perjalanan, jalannya semakin menanjak. Aku dan Anti jalan lebih pelan. Aku sampai memegangi lututku sambil berjalan. Jalan ini sangat berat. Aku sampai ngos-ngosan berjalan.
“Kami duluan ya Vi”ucap Dedi tiba-tiba padaku dan Anti.
Coco juga hanya tersenyum melihat aku berjalan sambil memegangi lututku.
“I..ya..”jawabku sambil terengah-engah.
Pak Willy benar-benar menyiksa kami..Kakiku sampai sakit di bagian betis. Jalan menanjaknya kenapa ga habis-habis sih..Huhhh
Setelah berjuang sekuat tenaga, akhirnya aku dan Anti bisa melewati jalan menanjak tadi. Kali ini jalan yang kami lalui melandai. Semakin ke arah sekolah jalannya terus menurun. Karena merasa sudah kuat, aku dan Anti akhirnya memilih berlari. Dengan jalan yang agak menurun tentu ini memberi kami tambahan tenaga untuk bisa sampai ke sekolah.
Aku dan Anti berlari sampai melewati Dedi dan Coco yang sebelumnya sudah menyalip kami.
“Duluan ya”kataku pada mereka berdua sambil terus berlari
Aku juga sempat berpapasan dengan Arsy.
“Duluan ya Ar”kataku saat melewati Arsy.
“Hei Vi..tunggu”
Arsy yang tadinya duduk-duduk selonjoran di pinggir jalan bersama beberapa temanku, sekarang berlari mengikutiku. Dia berlari mensejajari aku dan Anti.
“Ga capek Vi lari terus?”tanya Arsy saat disampingku
“Ya capek lah..tapi aku pingin cepet sampai sekolah biar bisa cepetan istirahat”
“Eh Ar..dapat salam dari Bila”ucap Anti
“Bila kelas X.2?”tanya Arsy
“Bila..masak kamu lupa? Nabila Putri SMA XX?”ucap Anti mengingatkan Arsy
“Oo..Bila itu..ya salam balik”jawab Arsy
“Gebetanmu banyak bangeet sih Ar.. Sampe cewek SMA lain kenal kamu juga”
“Mereka itu yang ngefans aku..Akunya sih B aja”jawab Arsy dengan penuh kepercayaan diri.
“Situ artis?”ucapku sinis
“Eh Vi..di belakangmu itu apa?”tanya Arsy tiba-tiba
“Apaan sih?”aku refleks berhenti berlari lalu menengok ke belakang. Kosong. Tak ada apa-apa. Hanya ada Coco dan Dedi yang berlari kecil ke arahku.
“Ga ada apa-apa”jawabku lalu aku menoleh ke arah Arsy.
“Huuaaaa”tepat ketika kepalaku menengok ke arah Arsy, Arsy sengaja mengagetkanku.
“Aaaaaaa…”
Aku spontan berteriak karena aku memang kaget. Suara teriakanku membuat beberapa bapak tukang becak yang ada tak jauh dari kami, menengok ke arahku lalu tertawa.
“Hahahahaa”suara tawa Arsy benar-benar mengejekku. Rasanya pingin aku sumbat mulut itu.
“Iiihhhh, apaan sih Ar? Ngangetin aja..sini kamu jangan lari”Aku kejar Arsy yang malah lari lalu bersembunyi di belakang Coco dan Dedi.
“Hahahaha..makanya jangan kagetan”seru Arsy
“Kalo berani jangan ngumpet kamu..sini”Aku gemas sekali melihat kelakuan Arsy.
Arsy terus menerus bersembunyi. Dia berlari mengitari Coco dan Dedi.
“Minggir kamu Co..”pintaku lalu aku menyusup diantara Coco dan Dedi. Lalu aku kejar Arsy. Anak itu terus lari jadinya kami kejar-kejaran sampai ke sekolah.
Aku dan Arsy sampai terengah-engah karena saling kejar.
“Larimu..kenceng..juga Vi”ucap Arsy dengan terengah-engah
“Baru..tau ya”
Sejak saat itu, baik saat latihan PMR ataupun saat sedang istirahat, Arsy jadi sering menggangguku dengan mengagetkan aku. Karena dia tahu aku kagetan. Sialan si Arsy!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 138 Episodes
Comments
Kristina Kaka
cerita kurang bagus 🙏🙏.
harus kayak bikin percakapan gitu 🙏🙏
ini mah kayak cerita sendiri aja 😂
2022-09-13
1