Keadaanku dan Coco mulai berubah ketika kami naik kelas XI IPA 7. Aku sekelas lagi dengan dia. Anti berbeda kelas denganku. Anti di kelas XI IPA 3. Padahal selama ini hanya dia teman baikku. Sahabatku. Yang satu frekuensi denganku. Aku sedih membayangkan setahun di kelas XI, anaknya asyik juga seperti kelas X ku atau tidak. Aku bisa betah tidak disana. Karena satu tahun bukannya waktu yang pendek, ada 12 bulan disana. 365 hari. Walaupun ada hari libur, tapi tetap saja satu tahun itu lama.
Ketika pembagian kelas diumumkan, aku sempat sedih. Bagaimana tidak, dari 30 siswa sekelasku yang baru, hanya sedikit yang aku kenal. Dari kelasku yang lama, hanya ada 5 anak yang masuk kelas XI ku yang sekarang. Termasuk aku dan Coco. 3 anak lagi aku tidak terlalu dekat. Jadilah aku sendirian di kelas yang baru.
Untungnya aku kenal Tika, Tiwi dan Ana. Mereka adalah teman-temanku di PMR. Akhirnya aku sebangku dengan Tika. Sedangkan Tiwi dan Ana duduk di belakangku.
“Vi, kamu duduk di belakangku ya?”ucap Coco padaku
“Aku sama Dito duduk sini ya?”katanya lagi sambil duduk di bangku depanku.
Dalam hati aku tak percaya, dia mau mengajak aku bicara.
“Eh..iya..ga papa”kataku
Jadilah sejak hari pertama di kelas XI kami duduk berurutan. Dia duduk di bangku depan dengan Dito. Aku deret kedua dengan Tika. Tiwi dan Ana duduk di deret ketiga.
Sebenarnya aku sedikit tidak nyaman dengan teman-teman sekelasku ini. Menurutku mereka anaknya, terutama yang cowok, sedikit urakan dan nakal. Mereka suka sekali nongkrong di kantin belakang yang merupakan basecamp anak-anak bad boy. Yang suka bolos sekolah. Yang suka ngomong jorok dan kasar. Yang suka semaunya sendiri. Seragam juga ga pernah rapi. Langganan dipanggil guru BK. Pokoknya bukan tipe ku banget lah.
Bisa dibilang kelasku berisi anak-anak urakan itu. Dan aku benar-benar ga nyaman dengan kelasku ini. Itu sebabnya sebisa mungkin aku tidak berinteraksi dengan mereka. Bukannya mendiskreditkan mereka semua, tapi memang sejak kecil aku terbiasa dalam lingkungan yang anaknya sopan, tidak pernah ngomong jorok apalagi kasar. Sehingga itu membentuk pribadiku seperti sekarang.
Mungkin yang aku alami ini juga dia alami. Si cowok sombong muka datar itu kelihatannya juga tidak nyaman di kelas ini. Karena aku tak pernah melihat dia berinteraksi dengan cowok-cowok sekelasku kecuali Dito. Apalagi dia kan anaknya pemilih.
Alih-alih ngobrol dengan Dito yang duduk di sampingnya, dia lebih memilih ngajak ngobrol aku. Yang duduk dibelakangnya.
Setiap kali ada tugas dari guru, dia memilih diskusi denganku. Aku sih ga masalah.
“Bukannya rumusnya begini?”katanya sambil menuliskan sebuah rumus fisika
S\=Vot+1/2 at2 ditulisnya di catatanku
“Emmm..bukannya itu rumus GLBB ya?”
“Lha kan ini gerak vertical ke atas?” Tanyaku lagi
“Bukannya gini ya rumusnya …“
H \= Vot -1/2 gt2 tulisku dibawah rumus yang ditulisnya tadi.
"Vertikal ke atas kan termasuk GLBB tapi dipengaruhi gravitasi” katanya
“Lha terus kita pakai rumus yang mana nih?” tanyaku bingung
“Yang ini aja ya?”kataku sambil menunjuk rumus yang kutulis
“Ya yang ini lah” katanya sambil menunjuk rumus yang ditulisnya..
“Yang ini aja”kataku sedikit memaksa
“Yang ini”katanya
Kami berebutan dalam menentukan rumus fisika yang akan kami gunakan dalam mengerjakan tugas. Saking gemesnya, jari tanganku disingkirkan dari atas catatanku. Aku sampai kaget karena tingkah usilnya itu. Dan aku yang tidak terima juga mendorong jarinya dari catatanku. Jadilah kami berebutan hanya karena rumus fisika.
Karena terlalu berisik, teman-teman yang lain menatap ke arah kami dengan tatapan yang sinis. Seolah mata mereka mengatakan “Ihhh berisik banget sih..ngerjain tugas doang berisik banget”.
“Sssttttt…kita berisik Co.. ga usah keras-keras suaranya”kataku sambil memberi isyarat padanya.
“Emang siapa yang berisik?” tanyanya enteng
“Kalian berdua ini”kata Dito sambil tersenyum
“Tu kan.. dibilangin ngeyel”
“Sapa juga yang ngeyel”katanya tanpa merasa bersalah
“Iiih..dasar” kataku sambil memukul bahunya
“Aduh..”dia mengaduh tapi kemudian tersenyum
Kami pun melanjutkan mengerjakan tugas berdua. Akhirnya dia mengalah, dan memilih menggunakan rumus yang kutuliskan.
*
*
*
*
Sedikit demi sedikit aku mulai mengenal sifatnya yang rupanya sangat menyenangkan. Kadang cenderung manja padaku. Menurutku. Jika sedang malas mencatat pelajaran yang dituliskan di papan tulis, dia pasti memintaku mencatatkan.
“Catetin Vi”ucap Coco padaku sambil menyerahkan buku catatannya.
“Hehehehe…Manja banget Co?”goda Dito.
“Catatannya banyak, aku males”ucap Coco enteng.
"Sini aku catetin. Nanti aku bawa pulang ya"
Dia mengangguk.
Karena aku tidak masalah dengan itu maka aku catatkan pelajaran di catatannya. Kemudian catatannya kubawa pulang untuk kusalin di rumah. Jadinya aku belajar 2x.
Sejak di kelas XI ini aku mulai perhatikan sikapnya padaku pun mulai berubah. Setiap kali akan keluar kelas, entah itu hanya ke toilet atau ke kantin, dia pasti pamitan padaku. Setiap balik dari kantin, dia pasti membagi jajannya denganku. Lalu kami akan ngobrol berdua.
Aku memang paling malas ke kantin, karena jaraknya lumayan jauh. Untuk ke kantin, aku harus jalan melewati 3 kelas XI IPA, perpustakaan, kemudian belok kanan berjalan melalui parkir motor, ruang pramuka barulah sampai di kantin. Bisa sih setelah dari perpus, belok kiri melewati lab fisika dan kimia. Tapi kemudian harus melewati kelas XII IPA. Aku malas harus melewati kakak kelas.
Hari itu,
“Kamu ga mau ke kantin?”tanyanya
“Males”kataku singkat
“Ga laper?”tanyanya lagi
“Laper sih..tapi aku malas aja. Kalo lewat parkiran, pasti melewati kantin belakang. Kalo lewat kelas XII, ehhhhmmm..mending ga usah aja lah”kataku menjelaskan
“Mau aku temani ke kantin?”ajaknya
“Kamu ga ke kantin sama Dedi?”tanyaku penasaran. Karena tidak biasanya dia begitu.
“Dedi ga masuk..sakit”jawabnya
Berarti dia mau aku nemenin dia nih..aku kira dia beneran ngajak ke kantin. Aku sudah kege-eran aja dibuatnya.
“Kirain beneran mau nganterin”kataku
“Ternyata…ada udang dibalik rempeyek”kataku sambil bercanda
Dia tersenyum.
“Ya udah, sini aku temenin”
Dia pun tersenyum sumringah.
Jadilah kami berdua pergi ke kantin bersama. Kami berjalan agak berjauhan supaya tak memancing gossip dan rumor aneh. Misalnya, aku dan Coco pacaran. Karena walaupun aku suka dia, kami kan hanya teman biasa.
“Lewat mana Co?”tanyaku ketika sudah sampai di depan perpustakaan sekolah.
“Lewat sana aja..lebih deket”tunjuk Coco ke arah kelas XII IPA.
Siap-siap deh digodain kakak kelas..
Sabarrrr..saabaarrr…
Kami memilih lewat kelas XII karena rute itu yang terpendek. Ketimbang harus melewati tempat parkir. Memakan waktu lebih lama.
“De’ Vivi..”goda kakak kelas
“Vi..vi”
“Cantikkk”
“Suittt..suitttt..”kakak kelas bersiul ketika aku lewat di depan mereka.
“Wah..dah ada yang punya..patah hati deh aku”ucap kakak kelas saat melihat Coco yang jalan di dekatku. Teman-teman kakak kelas itu langsung tertawa terbahak-bahak mendengar temannya patah hati.
“Coocooo…”panggil seorang kakak kelas cewek dengan nada suara ganjen.
“Gantengg..lihat sini dong” goda kakak kelas pada Coco. Coco-nya sih tetep cuek bebek.
Beberapa kakak kelas cewek kulihat ngobrol dengan temannya. Suara mereka seperti sengaja dikeraskan supaya aku mendengarnya.
“Mereka yang kemarin menang, ga sih?”tanya seorang kakak kelas
“Iya lah..couple of the year”ledek kakak kelas
Sejak aku menang kontes kemarin, kakak kelas cowok semakin aktif menggodaku. Sementara kakak kelas cewek sepertinya banyak yang iri dengki. Karena mereka selalu mengeluarkan kata-kata yang menusuk setiap kali aku lewat di depan mereka. Dah berasa di ospek lagi sama kakak kelas..
Ketika melewati kelas XII, aku merasakan dia selalu berjalan di sampingku. Seperti body guard ku. Melindungiku dari kakak kelas yang selalu memanggil-manggil namaku.
Sepanjang perjalanan menuju kantin kami berbincang-bincang berdua. Kadang tertawa bersama.
Sesampainya di kantin sekolah, kantin sudah penuh dengan anak-anak kelas X, XI dan XII. Di sana aku bertemu dengan teman-teman yang kukenal. Sesekali mereka menggodaku karena ketahuan pergi ke kantin bersama Coco.
“Ciee..ciee..yang jalan barengan”
“Udah jadian ya kalian, ke kantin aja barengan..jangan lupa PJ makan makannya”
Aku hanya tersenyum mendengar godaan mereka. Aku tak masalah dengan candaan itu karena niatku kan hanya menemani dia. Toh, aku juga tidak ikut mengantri di kantin. Aku hanya menunggu tak jauh dari kerumunan antrian anak-anak yang di kantin. Dia yang membeli jajanan di kantin.
“Aku disini aja ya Co?”
“Ga ikut jajan?”tanya Coco padaku
“Ga ah..rame gitu kantinnya..pasti nanti lama. Aku disini aja lah”
“Ya udah, aku jajan dulu..tunggu disini..aku kesana sebentar”
“Oke”
Aku duduk di sebuah dudukan terbuat dari beton dan semen. Aku menunggu Coco yang sedang antri jajan. Selesai mengantri, dia membagiku beberapa makanan. Padahal aku tak memintanya.
“Ini”katanya enteng sambil menyerahkan beberapa jajan ke tanganku
“Eh, Aku ga usah..Aku ga papa kok”
“Udah makan aja” katanya sambil berjalan meninggalkan aku.
Aku susul dia. Aku jalan disampingnya.
“Makasih ya”kataku sambil tersenyum
Dia juga tersenyum. Manis sekali.
“Sering-sering aja ya nraktirnya” kataku bercanda
Kami berjalan beriringan kembali ke kelas sambil ngobrol. Tak kuhiraukan pandangan mata orang-orang yang melihat kami berjalan berdampingan. Dia pun tampaknya juga ga perduli.
Sesampainya di kelas, kami membagi jajanan yang dibelinya tadi. Tiwi yang melihat kami berdua, jadi ikut nimbrung.
“Wah, jajannya banyak banget nih..Aku minta ya”kata Tiwi
“Ambil aja”jawab Coco
Sebenarnya aku tak suka dengan sikap Tiwi. Entah kenapa. Mungkin ya karena aku cemburu. Tapi aku sadar aku sama sekali tak punya hak buat cemburu. Kami kan hanya teman biasa. Walaupun sebenarnya aku merasa ada yang tak biasa dalam hatiku buat dia.
“Eh..iya..ambil aja”kataku pada Tiwi.
Akhirnya kami ngobrol bersama sambil menikmati jajan yang dibelikannya tadi. Ditambah Dito, Ana dan Tika yang juga akhirnya ikut nimbrung. Jadilah kami ngobrol bersama-sama.
Sebenarnya aku malas mendengar celotehan Tiwi. Karena Tiwi anaknya memang cerewet. Tapi kupaksakan diri mendengarkan celotehannya. Sambil sesekali tersenyum mendengar candaan Tiwi.
Entah disengaja atau tidak, sesekali Coco menatap ke arahku. Dari raut mukanya seolah dia tahu aku malas mendengar celotehan dan candaan Tiwi, Dito dan Ana. Jika sudah ketahuan seperti itu, aku pasti hanya tersenyum padanya. Dan dia balas tersenyum padaku. Unch..unchh..senyumnya padaku benar- benar manis.
Diantara kami berenam, memang mereka bertiga, Tiwi, Dito dan Ana, yang suka mendominasi pembicaraan. Sementara aku, Coco dan Tika lebih sebagai pendengar setia. Kadang ketika mereka sudah asyik ngobrol seperti itu, aku dan Coco hanya saling pandang. Lalu kami sama-sama tersenyum. Cekikikan berdua. Walaupun tak ada yang lucu. Entahlah. Memang kami agak ga jelas gitu.
Tetapi yang paling tak kusuka adalah ketika Tiwi sudah mulai bersikap manja pada Coco. Merengek-rengek seperti anak kecil. Aku benar- benar tak suka. Sama sekali tak suka. Ya..Aku cemburu. Cemburu berat. Coco memang “hangat” hanya padaku. Tetapi dia juga tak pernah acuh pada Tiwi. Dan itu membuatku semakin cemburu.
Setiap dia mulai manja seperti itu, aku pasti memilih melakukan aktivitas yang lain. Aku tak mau melihat dia bermanja-manja dengan Coco. Apalagi di depanku. Jika sudah begini, biasanya Coco akan mulai mengusili aku. Sampai akhirnya aku bisa tersenyum, tertawa bahkan marah karena sikap usilnya itu. Seolah-olah dia ingin menghiburku. Dan itu membuatku semakin suka padanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 138 Episodes
Comments
Bunda Liah
Thor aku pernah nih ngalamin godain adek kelas cowok, klo lewat aku panggilan, klo jauh aku sun jauh wkwkwk sampe dia salting banget dan temen2 cowok dikelas pada ngetawain deh, sumpah seru beut
2022-06-25
1