Dasar si Arsy nakal dan usil banget. Saat menyanyikan lagu Bruno Mars itu, kebetulan kan aku duduk di depannya. Jarakku dengan Arsy kira-kira 3 meter-an lah. Bisa-bisanya saat menyanyi itu dia terus tersenyum dan tatapan matanya seolah ke arahku.
Ni anak kesambet apa lagi, dari tadi senyum- senyum gitu..mana ngliatin aku terus..
Nisa yang duduk di sampingku sampai menggodaku.
“Arsy nyanyiin lagu itu buat kamu ya Vi..kok dari tadi perasaan ngliatin kamu terus”tanya Nisa
“Enggak lah..mana mungkin..dia kan emang gitu anaknya. Aneh”jawabku
“Eh..iya, beneran deh Vi..dari tadi aku perhatiin juga matanya ke arah kamu terus”Lily ikut nimbrung
“Lehernya tengeng (kaku) kali”Titan ikut menimpali.
Aku hanya bisa tertawa mendengar ucapan Titan. Bisa kulihat Coco juga tertawa mendengar candaan Titan.
Lagu itu memang bagus. Entah kenapa sangat cocok dengan jenis suara Arsy. Sepertinya dia sering menyanyikan lagu itu untuk cewek-ceweknya. Karena kelihatan menjiwai sekali.
Setelah selesai menyanyi, Arsy kembali ke tempatnya. Duduk bersama kelompok kami.
“Hei Ar, lehermu tengeng ya?”tanya Titan
“Enggak tuh..emang kenapa?”jawab Arsy
“Kalo ga sakit, dari tadi berarti kamu ngliatin Vivi.. Kamu nyanyiin lagu itu buat Vivi ya?”tanya Lily
Arsy yang diberondong pertanyaan Titan sama Lily malah cuma senyum-senyum ga jelas. Malah nanya ke aku.
“Suaraku bagus kan Vi?”tanya Arsy
Aku cuma manggut-manggut sambil kuacungkan jempolku padanya. Sempat tanpa sengaja aku menoleh ke arah Coco yang duduk di belakangku. Dia kelihatan fokus menikmati penampilan kelompok lain, dan tak menghiraukan pertanyaan-pertanyaan Titan dan Lily ke Arsy.
Jika saja yang menyanyikan aku lagu Bruno Mars itu si Coco, pasti aku akan sangat bahagia. Kubayangkan dia akan menyanyikan sebuah lagu untukku. Menyanyi untukku sambil menatapku. Oh..so sweet!
Membayangkan seorang cowok cool setampan Coco menyanyikan sebuah lagu cinta untukku sambil menatapku membuat perasaanku merasa hangat. Membayangkan saja bisa membuat jantungku berdetak tak karuan. Kebanyakan mendengarkan lagu cinta, membuat jiwa halu ku memberontak. Dasar halu! Karena ekspektasi memang kadang tak seindah kenyataan.
Acara pentas seni selesai kira-kira jam 10 malam. Acara berikutnya adalah penjelajahan sekitar sekolah dilanjutkan acara jurit malam. Semua lampu di sekolah dipadamkan semua oleh kakak kelas, membuat suasana sekolah gelap gulita. Untung saja malam itu bulan purnama yang bersinar terang sehingga suasana sekolah tidak terlalu mencekam.
Maklum saja, sekolahku termasuk sekolah tua, walaupun juga sekolah terbaik di kotaku. Tapi tak bisa dipungkiri sebagai sekolah tua, aroma mistis sekolah ketika malam gelap gulita sangatlah kental. Aku sebenarnya tidak takut gelap jadi aku sih biasa aja. Ga terlalu takut juga.
Kami, para junior diminta berbaris sesuai kelompok. Kemudian kami diminta mengikat bandana slayer PMR yang kami punya untuk menutup mata. Kakak senior terus mengingatkan, ikatan kami harus kuat dan tak boleh mengintip.
Setelah mata kami ditutup, kami harus diam di tempat. Tiba-tiba sebuah tangan menuntunku.
“Ikuti saja instruksi saya”ucap kakak senior lirih.
“Baik kak”
Kakak itu menuntunku entah kemana.Memberiku beberapa perintah seperti,
“Awas ada lubang de’, lompat!”
Aku pun lompat sesuai instruksi. Aku kan ga bisa lihat apa-apa, jadi aku menurut saja.
“Ada pohon de’..cepat menunduk”
Aku awalnya ga menunduk terlalu rendah karena setahuku pohon yang ada di sekitar sekolah tinggi-tinggi. Tapi ga tau gimana, ada ranting yang aku tabrak. Ranting itu mengenai dahiku. Agak sakit.
“Dibilangin ada pohon, ga mau nunduk sih”ucap kakak senior menyalahkanku yang tak menuruti instruksinya.
“Maaf kak”
Kakak itu terus menuntunku, sampai di satu tempat aku diminta berhenti.
“Berhenti dulu de’..sekarang kamu pegang ini” Kakak senior itu mengarahkan tanganku untuk memegang sesuatu. Sepertinya itu seragam PMR. Ya, aku yakin itu kaos seragam PMR dari tekstur kainnya. Aku pun memegang kaos itu dengan kuat.
Dalam kondisi mata tertutup itu, aku bisa mendengar beberapa kakak senior memberi perintah pada teman-temanku yang lain. Karena perintah, “awas ada lubang” atau “menunduk ada pohon” sayup-sayup masih kudengar.
Sayup-sayup juga kudengar kakak senior yang berbisik pada temannya.
“Ini pasangan yang kemarin menang ya?”
Aku hanya menduga-duga saja. Apa mungkin kaos seragam yang saat ini aku pegang adalah kaos milik Coco? Entahlah.. Aku juga ga tahu. Aku hanya terus memegang kaos itu dengan kuat.
Aku bisa merasakan kakak senior menuntun kami di lorong kelas, karena aku bisa merasakan adanya lantai keramik di bawah kakiku.
“Pelan-pelan ya de’..angkat kakinya agak tinggi karena ada tangga di depan kalian”
“Iya kak”
Kenapa aku merasa mendengar suara Coco ya? Atau itu hanya perasaanku saja?
Aku pun menuruti instruksi kakak senior tadi. Aku berjalan perlahan, dan ketika sampai di tangga yang dimaksud aku melangkah sambil merasakan pijakanku. Aku berjalan sangat pelan, hingga akhirnya aku berhasil menaiki tangga itu. Sayangnya ada yang tidak berhasil sepertiku. Karena aku mendengar sepertinya ada anak yang terjatuh saat menaiki tangga. Aku bisa mendengar suara sesuatu terjatuh dengan keras.
“Brukkkk” begitu suaranya
“Aduhh..sakitt”suara selanjutnya yang kudengar.
Selanjutnya aku merasakan pijakan kakiku menyentuh sesuatu yang berbeda dari lantai keramik tadi. Oh..rupanya kakak senior menuntunku ke lapangan sepakbola. Kakak itu terus menuntun kami. Sampai akhirnya kami diminta membuka ikatan bandana slayer yang menutupi mata kami.
“Ternyata kamu Co yang tadi di depanku?”tanyaku pada Coco begitu melihat dia berdiri di depanku.
“Kayaknya sih gitu”
“Bukan kamu kan yang tadi jatuh?”tanyanya
“Bukan..sepertinya sebelahku yang jatuh. Kasihan.. jatuhnya keras banget”
“Iya”
Di lapangan sudah ada beberapa anak yang diijinkan membuka ikatan penutup mata. Aku lihat beberapa anak masih dituntun kakak senior berputar-putar sekitar lapangan. Rupanya kami hanya dikerjain kakak senior. Makasih ya kak..udah bikin kita jalan-jalan keliling sekolah..
Waktu semakin malam. Bisa kurasakan angin malam yang berhembus menyapa kulitku. Membuatku sempat kedinginan. Jalanan di depan sekolah juga tampak sangat lengang. Menandakan waktu yang semakin mendekati tengah malam.
Setelah semua anggota kelompok kami berkumpul, kakak senior memberitahu kami bahwa acara selanjutnya adalah jurit malam. Kami diarahkan melakukan penjelajahan tengah malam. Kelompok yang dipilih untuk jalan terlebih dahulu dipilih secara acak oleh kakak senior yang bertugas di lapangan.
Sambil menunggu kelompok kami diberangkatkan, kami diperbolehkan duduk di lapangan. Akhirnya kami ngobrol. Kebetulan Anti ada di kelompok sebelahku. Aku senang sekali bisa ketemu Anti. Bahkan kami berpelukan saat bertemu.
“Antiiii”
“Viviii”
Lalu kami berpelukan sambil pura-pura menangis, seperti saudara yang sudah bertahun-tahun lama tak berjumpa. Lebay memang. Aku dan Anti memang suka mendramatisir keadaan. Makanya aku bilang kami cocok. Sefrekuensi soalnya, hahahaha..
“Mulai”celetuk si Coco
“Apaan sih Co?”tanyaku dan Anti bersamaan.
“Lebay”jawab Dedi yang duduk di dekat Coco.
Rupanya Anti dan Dedi satu kelompok. Tak kuhiraukan Coco dan Dedi yang sedang berkicau, aku asyik ngobrol dengan Anti.
“Jadi yang jatuh tadi kamu, An?”tanyaku setelah mendengar cerita Anti yang tersandung saat menaiki tangga.
“Yang jatuh, brukkk keras banget tadi kamu?” tanyaku
“Bukan, aku cuma kesandung ga sampai jatuh sekeras itu. Aku juga dengar kok pas ada yang jatuh tadi”jawab Anti
“Tapi kamu ga luka kan?”tanyaku lagi memastikan. Aku takut Anti terluka.
“Kayaknya lecet dikit sih” kata Anti sambil menunjukkan bagian kakinya yang terluka akibat tersandung tadi. Tapi karena suasana lapangan sangat gelap, aku jadi tak bisa melihat luka lecet yang dimaksud Anti.
“Ded, pokoknya aku titip Anti ya.. kalau sampai Anti kenapa-kenapa, kamu yang tanggungjawab”pintaku setengah memaksa pada Dedi.
“Ogah..enak aja aku harus tanggungjawab”jawab Dedi. Anak ini kalau diperhatikan kadang sama menyebalkan dengan sahabatnya itu.
“Ga mau tau..pokoknya aku titip Anti”pintaku lagi.
Dedi kemudian hanya diam dan berbisik-bisik pada Coco. Entah apa yang mereka berdua obrolkan. Kulihat Coco hanya geleng-geleng sambil tersenyum. Maklum saja penerangan di lapangan itu hanyalah cahaya rembulan malam yang untungnya bersinar sangat terang.
“Hei Vi..nanti kalo takut kamu pegang tanganku aja”goda Arsy padaku
“Ga mau..ngapain juga aku pegang-pegang tanganmu. Makasih ya tapi aku ga takut”kataku pada Arsy
“Beneran ga takut? Kalau nanti ada mbak kunti gimana?”Arsy menakut-nakutiku
“Ihhh..ga usah bawa-bawa mbak kun deh”Lily malah yang jadi takut setelah mendengar ucapan Arsy.
“Tuh kan Ar..kamu malah bikin Lily takut.. tanggung jawab kamu udah nakut-nakuti Lily juga”pintaku pada Arsy.
“Nah Ly..kalo kamu takut, nanti pegangan Arsy aja..dia siap kok”
“Aku kan tadi nawarin kamu, bukan Lily”sungut Arsy dengan wajah kesal
“Gimana sih Ar..plin plan deh”kataku
“Emang”jawab Arsy enteng
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 138 Episodes
Comments