Selama di kelas X, aku mengikuti dua ektrakurikuler. Yaitu pramuka dan PMR. Arsy, Anti, Dedi dan Coco juga ikut keduanya. Alasanku ikut kedua ekskul itu, salah satunya karena melihat kak Ilham, kakak sepupuku yang juga senior Pramuka dan PMR di sekolah. Dia sangat aktif berorganisasi. Kemampuan komunikasinya juga berkembang pesat sejak ikut ekskul. Aku juga ingin menambah pengalaman dan kebetulan juga banyak temanku yang ikut makanya aku akhirnya menekuni dua ekskul itu. Oya, untuk pramuka di sekolahku itu adalah ekskul wajib jadi semua siswa kelas X wajib ikut latihan pramuka setiap hari Jumat jam 13.00 siang. Sementara PMR adalah ekskul pilihan yang aku pilih.
Biasanya setelah mengikuti beberapa kali latihan PMR, di awal semester diadakan acara Pelantikan Junior PMR Baru yaitu OPAB (Orientasi dan Pelantikan Anggota Baru). Acara diadakan setelah Ujian Tengah Semester 1, pas hari Sabtu Minggu. Acara diselenggarakan mulai Sabtu sore sampai Minggu siang.
Acara diawali dengan upacara pembukaan di lapangan sekolah. Kami para junior PMR berbaris dengan rapi. Ada kurang lebih 70 anak kelas X yang ikut. Untuk ukuran ekskul pilihan, peserta segitu adalah yang terbanyak. Karena memang PMR di sekolahku adalah yang paling banyak peminatnya. Maklum saja, karena PMR sekolahnya salah satu yang terbaik di kotaku. Kami sering mengikuti lomba dan meraih kejuaraan PMR tingkat provinsi. Bahkan saat itu, PMR-ku adalah pemegang juara umum JUMBARA (Jumpa Bhakti dan Gembira) PMR tingkat provinsi. Trophy bergilir Gubernur yang tingginya hampir 1 meter terpajang rapi di etalase piala sekolahku. Makanya aku juga bangga menjadi junior PMR.
Setelah upacara pembukaan usai, kami diminta panitia acara untuk duduk sejenak setelah lelah berdiri selama upacara. Dimana-mana yang namanya berdiri saat upacara adalah hal yang paling melelahkan dan membosankan. Kami harus berdiri tegak dengan sikap sempurna selama upacara.
Begitu panitia memperbolehkan kami berteduh di sekitar lapangan upacara, aku dan Anti langsung berlari ke arah pohon beringin yang ada di belakang tak jauh dari tempatku berbaris. Kebetulan Dedi, Coco dan beberapa temanku yang lain juga memilih berteduh di sana.
Acara selanjutnya adalah drama treatikal yang diperankan oleh kakak senior PMR. Drama treatikal yang bercerita tentang perjuangan kemerdekaan Indonesia. Ada yang berperan sebagai pahlawan dan ada yang berperan sebagai penjajah Belanda. Bisa kulihat, kakak-kakak senior sangat totalitas mempersiapkan drama itu. Mereka yang jadi pahlawan, terlihat dicoreng wajahnya dengan tinta hitam mirip tentara yang berperang. Mereka juga membawa tongkat pramuka yang disulap menjadi bambu runcing. Mereka memakai kostum yang seolah menggambarkan pahlawan jaman dulu. Celana hitam, kaos putih compang camping, sarung dan peci. Sementara mereka yang berperan sebagai penjajah, kulihat membawa pistol mainan laras panjang yang biasanya dipakai anak kecil main tembak-tembakan. Mereka juga memakai kostum loreng-loreng mirip tentara Belanda lengkap dengan sepatu boots.
Drama itu diawali dengan sebuah narasi yang dibacakan seorang kakak senior yang sudah direkam sebelumnya. Tampak beberapa orang membawa karung goni dengan jalan yang tertatih-tatih. Tentara Belanda kemudian datang sambil menendang rakyat jelata yang tertatih-tatih tadi.
Adegan tiap adegan disuguhkan dengan sangat apik. Backsound yang mengiringi drama ini juga menurutku bagus.Seolah-olah menggambarkan penindasan dan perjuangan melawan Belanda.
Ketika tiba adegan perlawanan melawan Belanda, aku sempat kaget hingga berteriak. Karena kakak senior menggunakan meriam bambu yang suara dentumannya sangat menggelegar. Dedi dan Coco sempat menertawakanku karena aku berteriak tadi. Namanya juga kaget. Kan wajar jika refleks berteriak.
Adegan perlawanan terlihat sangat seru karena kakak senior saling berlarian ke sana kemari seperti orang tawuran. Saling baku hantam. Ga beneran tentunya. Bom asap warna merah juga dilemparkan ke lapangan, sehingga menambah kesan seolah benar-benar terjadi pertempuran. Selama pertempuran, backsound yang digunakan tampak meyakinkan. Membuat kami yang menonton ikut hanyut dalam drama itu.
Ditengah-tengah adegan pertempuran antara Indonesia-Belanda, tampak beberapa anggota senior PMR berperan sebagai PMI masa kemerdekaan, datang membawa tandu, membawa para pejuang yang terluka. Digambarkan pejuang tersebut ada yang patah kaki, patah tangan dan terluka di beberapa bagian tubuhnya. Sehingga pejuang tersebut mendapat pertolongan pertama gawat darurat.
Kuakui drama teratikal itu sangat seru dan bagus. Kakak senior mempersiapkannya dengan sangat matang. Hampir tak ada cela. Walaupun ada juga beberapa adegan lucu seperti saat kakak senior yang membawa tandu hendak mengangkat pasien yang terluka, tapi karena tak kuat akhirnya malah pasien itu jatuh. Aku dan teman-temanku sampai tertawa melihatnya. Kasihan kakak senior yang menjadi pasien. Ga sakit malah jadi sakit beneran gara-gara jatuh.
Setelah drama treatikal itu, acara dilanjutkan pembagian kelompok. Saat itu tiba-tiba seorang kakak senior berteriak dengan sangat lantang, meminta kami berkumpul lagi ke tengah lapangan. Dia juga menghitung mundur. Membuatku dan teman-teman yang masih asyik berteduh kocar kacir berlarian menuju sumber suara. Setelah kami berbaris rapi, kakak senior meminta kami berhitung 1-10 dan diulang. Aku kebagian nomor 5. Ternyata nomor itu dijadikan patokan untuk kami yang memiliki nomor sama bergabung menjadi satu kelompok. Aku satu kelompok dengan Arsy dan Coco serta beberapa teman yang lain. Total ada 7 anak di kelompokku. Tiga cowok dan empat cewek termasuk aku.
Acara berikutnya adalah materi dan pengarahan Pembina PMR selama hampir 1 jam. Kemudian dilanjutkan acara ishoma. Saat acara makan malam, kami dikumpulkan di lapangan tenis, lapangan yang biasanya digunakan untuk latihan PMR. Kami dikumpulkan berdasarkan kelompok. Masing-masing kelompok disediakan satu tampah bambu berisi makanan.
Menjadi junior memang tidak mengenakan. Kami selalu menjadi bahan permainan kakak senior. Berasa di ospek lagi oleh kakak senior. Bagaimana tidak, kami diminta berdiri melingkari tampah bambu itu, lalu dalam tiga hitungan harus duduk untuk makan. Kami duduk harus serempak. Semua peserta. Jika ada yang ketinggalan aba-aba, maka kami harus berdiri lagi sampai semua anak mengikuti instruksi dengan baik. Kami mengulangi duduk berdiri itu sampai 4-5 kali. Membuatku dan teman-teman mendengus kesal.
Makan malam saat itu menurutku lumayan enak. Menunya adalah nasi liwet. Dengan lauk ayam dan telur rebus serta beberapa lalapan terdiri dari mentimun dan daun kemangi serta sambal tomat. Kulihat teman-teman juga menikmati makan malam yang disediakan panitia.
“Nasinya lumayan nih”ucap Arsy pelan
“Iya..enak. Ayamnya juga empuk dan gurih”
“Iya..ya”
Setiap kelompok harus makan bersama dalam satu tampah itu. Dan menghabiskan semua nasi dan lauk yang disediakan. Kami berbincang dengan suara pelan supaya tidak dimarahi kakak senior. Karena kelompok sebelahku yang ngobrol dengan suara keras, dianggap mengganggu kelompok lain dan akhirnya mereka dihukum waktu makan mereka dikurangi 5 menit.
Kami diberi waktu makan malam 30 menit. Agak lama, karena nasi yang disediakan lumayan banyak. Aku tak bisa membayangkan jika aku harus menghabiskan nasi liwet itu seorang diri. Aku pasti takkan kuat. Apalagi kami hanya diberi satu gelas air mineral untuk minum. Bisa-bisa aku muntah-muntah karena kekenyangan.
“Waktu makan kalian tinggal lima menit lagi” teriak salah seorang kakak senior.
“Apaaaa?” teriak teman-teman hampir bersamaan.
“Wah..kak tambah waktunya dong. Ini nasinya banyak banget” protes salah seorang temanku sesama junior.
“Iya kak” seru yang lain
Suasana berubah jadi gaduh. Ramai sekali. Karena teman-temanku sesama junior protes pada kakak senior.
“Ya sudah..saya tambah..2 menit”jawab kakak senior yang lain
“Yahhh..masak cuma 2 menit..10 menit kak..10 menit”tawar temanku.
Karena suasana berubah tak terkendali, tawar menawar waktu mengalami jalan buntu. Ketua PMR saat itu, Kak Ilham langsung menengahi keadaan.
“Perhatiaaan semuaanyaa” teriak kak Ilham. Suaranya yang nge-bass, terdengar menggelegar memecah keramaian. Membuat nyali kami semua, junior PMR langsung ciut. Suasana langsung sunyi senyap tak ada yang berani membuka mulutnya untuk protes. Aku pun langsung takut begitu mendengar suara kak Ilham berteriak. Ga nyangka kak Ilham yang biasanya murah senyum dan suka bercanda, bisa setegas itu.
Kak Ilham kemudian menurunkan nada suaranya.
“Waktu kalian tinggal 5 menit dari sekarang. Jika sampai batas waktu masih ada yang belum menghabiskan makanannya maka sekelompok akan menerima hukuman. Mengertiiiii” ucap kak Ilham tegas.
“Mengerti kak” jawab semua junior PMR.
“Gawat..nasinya masih banyak” seru Intan panik.
Aku juga panik karena nasi kami masih lumayan banyak. Kami semua panik.
“Cepetan Co, Ar, Tan..kalian habisin nasinya” teriakku pada Coco, Arsy dan Titan. Tiga cowok yang satu kelompok denganku.
Sebenarnya aku kasihan pada mereka bertiga. Tapi mau gimana lagi. Daripada kami kena hukuman karena tidak menghabiskan makanan. Kami terpaksa. Arsy saking semangatnya, sampai- sampai menggunakan kelima jarinya untuk meraup nasi yang ada. Coco juga kulihat mulutnya sampai penuh dengan makanan. Mengunyah dengan kesusahan. Aku dan keempat cewek di kelompokku juga ikut membantu, tapi tentu saja kami tak bisa makan sebanyak porsi anak cowok. Perutku saat itu benar-benar kekenyangan.
“10..9..”
Kakak senior semakin tak berperasaan. Menghitung mundur saat waktu makan kami kurang 10 detik. Untungnya nasi kelompokku sudah habis tak tersisa.
“8..7..6..”
“Bentar kak..jangan cepat-cepat”
“5..4..3..2..1”
“Yak, Waktu habis..silahkan kalian semua berdiri menghadap ke arah saya. Tinggalkan makanannya. Kakak-kakak senior silahkan diperiksa tampah kelompok mana yang belum habis nasinya” perintah kak Ilham
Kali ini suara kak Ilham terdengar lebih santai, membuat suasana tidak sengeri tadi. Saat kak Ilham berteriak tadi. Kulihat Coco yang berdiri di sampingku. Mulutnya masih penuh dengan makanan. Bahkan beberapa nasi belum masuk mulutnya. Aku terkekeh melihat dia yang biasanya rapi jadi belepotan kayak gitu.
“Apa ada yang lucu de’?” tanya kak Prita, salah satu senior cewek paling killer diantara senior cewek PMR yang lain.
“Ga kak”jawabku dengan mulut masih penuh makanan.
“Apa nasinya masih kurang?”
“Ga kak, makasih”
Kakak senior ini kenapa jutek banget ya sama aku? Masak ketawa gitu aja dimarahi? Aku bingung sendiri dibuatnya.
Semua tampah sudah selesai diperiksa. Tinggal 2 kelompok yang belum menghabiskan makanannya.
“Untuk 2 kelompok yang belum selesai, seperti tadi yang sudah saya sampaikan, ada hukuman untuk kalian. Kalian saya hukum…”ucap kak Ilham. Jantungku ikut deg-degan penasaran hukuman apa yang diberikan kakak senior pada kelompok itu.
Semua terlihat serius mendengarkan hukuman dari kak Ilham.
“Menghabiskan makanan kalian lagi dalam waktu 5 menit” ucap Kak Ilham
Yahhh..kirain hukuman apa? Hukuman berat gitu..ga taunya disuruh menghabiskan makanannya. Enak banget hukumannya. Tau gitu tadi kelompokku ga usah buru-buru.
“Kok hukumannya gampang kak..ga adil dong. Kita dah mati-matian menghabiskan makanan” protes teman-temanku
“Iya kak” sahut teman-temanku yang lain.
“Kenapa kalian protes? Mau saya hukum makan satu tampah lagi?”seru kak Ilham
“Wahh..ga kak..ga jadi..ga jadi”
Kak Ilham ini susah ditebak. Kadang serius kadang bercanda. Sekalinya bercanda tapi serius malah bikin ngeri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 138 Episodes
Comments
Anonymous
seru.
2022-05-11
1
Mari ani
serasa kembali ke sekolah tor......
2021-09-09
1