Setibanya di Milan, Dimas langsung bekerja. Firly dan Sisil memilih berisitirahat di hari pertamanya. Setelah makan malam, mereka memilih tidur karena besok akan berjalan-jalan di kota yang terkenal dengan klub sepak bolanya, AC Milan dan Inter Milan.
Pagi harinya setelah sarapan, Dimas berangkat menuju lokasi restoran. Dia sudah menyewa seorang pemandu wisata untuk menemani Firly dan Sisil berkeliling. Bel kamar yang ditempati Firly berbunyi. Sisil bergegas membukakan pintu. Nampak seorang perempuan muda berdiri di hadapannya.
“Pagi mbak, saya Lina yang akan memandu mbak berkeliling,” Sisil mempersilahkan Lina masuk selagi dia dan Firly bersiap-siap. Lina adalah mahasiswa asal Indonesia yang sedang menempuh pendidikan S1 di kota ini.
Sepuluh menit kemudian, kedua gadis yang ditunggunya sudah siap. Ketiganya keluar kamar, siap untuk menjelajahi kota Milan. Seorang supir sudah menunggu mereka di depan lobi.
Milan adalah salah satu kota mode dunia yang dipenuhi bangunan tua nan artistik. Destinasi pertama adalah Duomo Milan. Duomo Milan adalah katedral yang berada di tengah Piazza de Duomo. Merupakan salah satu tempat wisata terkenal di kota ini. Katedral Santa Maria Nascente yang dikenal dengan sebutan Il Duomo adalah salah satu gereja terbesar dan paling megah di dunia. Bangunan tua yang tinggi ini memberikan seni yang terlihat sangat sempurna.
Katedral ini juga terkenal di kalangan wisatawan dan menjadi salah satu spot foto terfavorit saat berada di Milan. Firly dan Sisil berjalan menyusuri Il Duomo, matanya mengagumi keindahan arsitektur bangunan tersebut. Lina dengan fasih menerangkan tentang sejarah berdirinya gedung ini juga apa saja yang ada di sana.
Setelah puas berkeliling dan befoto-foto, Lina mengajak kedua gadis itu menuju destinasi selanjutnya. Mata Firly melihat ke arah bangunan yang berwarna keemasan. Kini mereka sedang berada di Fondazione Prada, sebuah galeri seni yang menampilkan karya seni kontemporer.
Lina kembali menerangkan tentang bangunan ini. Dia mengajak Firly dan Sisil naik ke rooftop. Di sini mereka dapat melihat keindahan kota Milan dari ketinggian. Firly mengeluarkan ponselnya, dia mulai berswafoto dengan latar pemandangan kota Milan.
“Kalian mau lanjut ke lokasi selanjutnya atau mau makan dulu?”
“Makan dulu aja ya kak, kita laper nih. Kaki juga pegel dari tadi jalan mulu.”
Lina tertawa kecil, ketiganya kembali ke bawah lalu menuju kendaraan mereka. Lina meminta supir membawa mereka ke Layali cafe untuk makan siang. Cukup banyak restoran di Milan yang menyajikan menu halal khusus untuk kaum muslimin. Namun lebih didominasi oleh makanan khas Timur Tengah. Oleh karenanya Dimas bersemangat sekali membuka restoran di kota ini yang menyajikan menu khas nusantara.
Sambil menunggu pesanan, Firly melihat foto-foto hasil jepretannya kemudian mengirimkannya pada Dimas. Firly menikmati kebab pesanannya, sekali-kali matanya melihat pada ponselnya. Foto yang dikirimkannya tadi masih belum dibuka oleh Dimas. Gadis itu menghela nafas panjang, sepertinya kekasihnya itu sedang sibuk hingga tak sempat membuka ponselnya. Lalu sebuah notifikasi pesan terdengar, dengan cepat Firly membuka pesannya.
From Dimas :
Cantik.
To Dimas :
Miss you.
From Dimas :
Miss you too. Udah makan?
To Dimas :
Lagi makan. Om udah makan?
From Dimas :
Udah. Habis ini mau kemana?
To Dimas :
Mau pulang aja, cape. Besok lagi aja lanjutin jalan-jalannya. Lagian ngga seru, ngga ada om di sini😔
From Dimas :
Kalau kerjaan om udah beres kita jalan-jalan. Om kerja lagi ya, hati-hati di jalan. Kabari om kalau sudah sampai hotel. Love you.
To Dimas :
Ok. Love you too calon imamku😘
Firly mengakhiri chat-nya dengan Dimas kemudian melanjutkan makannya. Selesai makan siang Firly meminta langsung kembali ke hotel. Tapi Sisil merengek minta mampir ke Brera. Dia ingin membeli oleh-oleh untuk temannya. Di sini banyak menjual kerajinan lokal warga setempat dan harga lebih murah dibanding toko yang berada di pusat kota Milan. Puas berbelanja oleh-oleh, mereka kembali ke hotel. Lina akan kembali menjemput mereka besok pagi untuk melanjutkan turnya.
🍁🍁🍁
Firly benar-benar kesal, sudah dua hari berada di Milan tapi dia tak punya banyak waktu berduaan dengan Dimas. Mereka hanya bertemu saat sarapan saja. Untung ada Sisil yang menemaninya hingga dia tak mati kebosanan.
Sore ini Firly dan Sisil sudah berada di kamar hotelnya lagi setelah berkeliling sedari pagi. Wajah Firly nampak masam, tak jauh berbeda dengan Sisil. Gadis itu juga sulit sekali bertemu dengan Ringgo. Baru saja Firly akan menelpon Dimas, terdengar suara bel. Bergegas Firly membukakan pintu, berharap Dimas yang datang. Kening Firly berkerut melihat seorang pria paruh baya berdiri di depan pintu sambil membawa paper bag.
“Maaf dengan mba Firly?”
“Iya.”
“Ini ada titipan dari pak Dimas. Mba ditunggu pak Dimas untuk makan malam,” Firly mengambil paper bag dari tangan pria itu. Terlihat sebuah gaun di dalamnya. Senyum Firly terbit, ternyata Dimas tak melupakannya.
“Saya tunggu di lobi ya mba.”
“Iya pak.”
Firly bergegas mandi, hatinya senang bukan kepalang Dimas mengajaknya makan malam. Dia mematut dirinya di depan cermin. Sebuah dress selutut berwarna navy melekat di tubuhnya. Firly memoles tipis wajahnya dengan bedak kemudian memakai lipstik warna bibir, tak lupa menyemprotkan parfum untuk menyempurnakan penampilannya. Setelah dirasa cukup, disambarnya tas selempangnya lalu keluar kamar sambil bersenandung.
Mobil yang dikendarainya berhenti di depan sebuah bangunan yang tampak sepi. Firly turun dari dalam mobil, menatap intens pada bangunan di depannya. Sebuah nama terpampang jelas di atas bangunan itu, ARCIPELAGO.
“Mari mba,” Firly terjengit saat supir yang mengantarnya sudah berada di sampingnya. Dia memandu Firly masuk ke dalam.
Bangunan yang dimasuki Firly adalah restoran baru Dimas yang masih dalam tahap pengerjaan. Nampak di beberapa sisi bangunan masih memerlukan polesan. Supir tadi terus naik ke lantai dua, lanjut ke lantai tiga menuju rooftop. Firly termangu melihat pemandangan di depannya.
“Silahkan mba, saya permisi dulu.”
Setelah mengantar Firly, lelaki paruh baya itu berlalu pergi. Firly masih diam menatap ke depan. Sebuah meja dengan dua buah kursi lengkap dengan lilin di atasnya, di sampingnya berdiri seorang lelaki gagah nan tampan mengenakan jas senada dengan warna bajunya sambil membawa sebuket bunga mawar merah.
Tak dapat digambarkan bagaimana perasaan Firly saat ini. Ternyata Dimas sudah menyiapkan makan malam romantis untuknya. Perlahan Dimas berjalan menghampiri dirinya yang masih terpaku di tempatnya.
“Kenapa diam?” Dimas menyerahkan buket bunga di tangannya
“Kaget aja, ngga nyangka om nyiapin candle light dinner untukku. Dan makasih buat bunganya.”
“Maaf karena selama di sini om sibuk dengan pekerjaan.”
Dimas menggenggam tangan Firly lalu berjalan menuju meja. Dia menarik kursi kemudian mempersilahkan Firly duduk. Seorang pelayan datang membawakan makanan untuk mereka. Dimas sudah duduk di hadapan Firly.
“Ini semua om yang masak?”
“Iya. Om sengaja masak kesukaan kamu.”
“Makasih om.”
Keduanya mulai menikmati makan malam romantis di rooftop restoran sambil memandangi pemandangan kota. Firly menceritakan pengalamannya berkeliling kota Milan dua hari ini. Dimas tersenyum senang melihat gadis yang dicintainya ini terlihat bahagia.
Selesai makan, Firly berdiri di menatap keindahan kota Milan yang mulai beranjak gelap. Dimas berjalan mendekatinya lalu berdiri di belakangnya. Dari saku jasnya dia mengeluarkan sebuah benda berkilauan.
“Sayang, angkat rambutmu,” bisiknya di telinga Firly. Gadis itu menuruti ucapannya. Firly mengangkat rambutnya, kemudian Dimas memasangkan kalung ke leher jenjangnya. Sebuah kalung emas putih dengan liontin lumba-lumba yang matanya berhiaskan berlian. Firly memandangi liontin lumba-lumba yang tergantung cantik di lehernya.
“Kamu suka?” Dimas kembali berbisik di telinganya. Firly membalikkan tubuhnya menghadap pada Dimas. Dipandanginya pria yang masih terlihat tampan di usianya yang sudah tak muda lagi. Malam ini dia mengetahui sisi Dimas yang lain. Tak pernah terbayangkan sebelumnya kalau omnya yang kerap jahil mampu bersikap romantis.
“Suka, suka banget om. Makasih buat kejutannya, Ily suka om.”
Dimas melingkarkan tangannya di pinggang Firly sambil menatapnya intens. Dia mendekatkan wajahnya kemudian mencium kening Firly dengan mesra. Tiba-tiba Firly kembali terbayang ciuman panasnya dengan Dimas beberapa hari lalu yang membuat wajahnya merona.
“Apa yang kamu pikirkan?”
“Ehem.. hmm.. ngga ada,” jawab Firly gugup. Malu kalau sampai Dimas mengetahui apa yang dipikirkannya saat ini.
“Sekarang kita jalan-jalan.”
“Kemana?”
“Ikut aja,” Dimas menggandeng tangan Firly.
Keduanya menuruni tangga keluar dari restoran. Supir tadi masih setia menunggu di bawah. Dia langsung membukakan pintu setelah melihat Dimas dan Firly.
Firly bertanya-tanya kemana Dimas akan membawanya, setahunya hampir semua tempat wisata di Milan sudah dijelajahinya. Setelah berkendara selama lima belas menit, kendaraan mereka berhenti di sebuah tempat yang belum pernah dikunjunginya. Dimas mengajaknya turun kemudian menyusuri jalan yang di bagian tengahnya terdapat kanal.
“Ini namanya Milano Navigli. Kamu belum pernah ke sini kan?” Firly hanya menggeleng.
Navigli adalah sistem kanal yang saling berhubungan di dan sekitar Milan, berada di wilayah Lombardy sejak abad pertengahan. Kanal ini berada di tengah-tengah jalan yang di sisinya berdiri bangunan seperti cafe, restoran atau toko souvenir. Di sini juga menyediakan wisata boat untuk menyusuri kanal. Dimas dan Firly berjalan menyusuri jalanan yang mulai ramai dipenuhi pengunjung. Jari jemari mereka saling bertautan erat.
Dimas mengajak Firly menyusuri kanal menggunakan boat. Firly menatap keramaian pengunjung di sisi kanan kiri kanal yang dilintasinya. Tangannya tak henti mengabadikan keindahan tempat ini dengan ponselnya. Dimas melepas jasnya kemudian memakaikannya pada gadis di depannya. Tangannya melingkar indah di perut Firly. Firly mengarahkan kamera ponselnya pada wajah mereka berdua. Beberapa gambar berhasil diabadikannya, termasuk saat Dimas mencium pipinya.
Puas melintasi kanal dengan boat, Dimas melanjutkan kebersamaannya dengan menikmati kopi di salah satu cafe yang ada di sini.
“Ya ampun om, Ily lupa kalau mami minta dibeliin tas limited edition Gucci,” Firly menepuk keningnya. Bagaimana dia bisa melupakan barang yang menjadi jalan dirinya memperoleh ijin pergi bersama Dimas. Padahal besok mereka sudah kembali ke tanah air.
“Besok sebelum pulang kita mampir ke Galleria Vittorio. Tenang aja, kita kan ambil penerbangan sore.”
“Iya om. Bisa bahaya kalau Ily sampai lupa beli pesanan mami,” Dimas terkekeh.
Setelah menikmati secangkir kopi dan sepotong kue, mereka memutuskan kembali ke hotel. Dimas mengantar Firly sampai ke depan pintu kamarnya.
“Makasih ya om buat malam ini, Ily seneng banget.”
CUP
Firly mencium pipi kiri dan kanan Dimas. Tak ada reaksi dari lelaki di hadapannya ini. Netra hitamnya menatap dalam ke manik gadis cantik yang menjadi tambatan hatinya. Dadanya bergemuruh hebat, jakunnya naik turun menahan hasrat yang membuncah dalam dirinya. Sebagai lelaki normal yang telah bertahun-tahun tak merasakan belaian wanita, tak dapat dipungkiri kalau dia sangat ingin menyentuh gadis di hadapannya ini, bahkan mungkin membawa masuk ke kamarnya. Beruntung akal sehatnya masih berfungsi dan menahannya berbuat sesuatu yang akan disesalinya nanti.
“Sudah malam, kamu tidur ya. Besok pagi kita belanja oleh-oleh.”
“Iya om, sleep tight.”
“Have a nice dream, sweet heart,” Dimas mencium sekilas kening Firly lalu meminta gadis itu masuk ke kamarnya. Tak lama setelahnya dia masuk ke dalam kamarnya.
🍁🍁🍁
**Uuh om Imas so sweet deh. Mamake juga mau dong dikasih kalung, jangankan pake liontin lumba2, pake liontin ikan piranha juga mamake mau😂
Readers jangan ngiri ya, mending kasih jejak aja buat mamake
Like..
Comment..
Vote..
Maacih😘😘😘**
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 316 Episodes
Comments
Yuli Indri
sweet banget sih om dimas,mau satulah yg kaya dimas hahaa
2023-02-11
2
Li2ks
aku sih maunya ikan paus lebih besar pasti lebih mahal karena lebih berat😂😂🤣🤣
2022-12-12
1
lestari saja💕
klo ikan sapu2 mau nggak mak?
2022-08-31
1