Sementara itu di rumah sebelah, Dimas sedang berbicara serius dengan Poppy dan Irzal di ruang kerja Irzal. Poppy nampak kesal karena Dimas membatalkan rencana lamarannya untuk Pertiwi. Padahal sedari siang dia sudah berburu barang untuk hantaran acara lamaran yang rencananya akan diadakan akhir pekan nanti.
“Apa kurangnya Tiwi? Dia cantik, baik, dewasa, dan sayang sama Ara.”
“Aku ngga cinta sama Tiwi teh.”
“Cinta itu bisa datang seiring berjalannya waktu. Kamu lihat teteh sama aa, awalnya kita dijodohkan tapi akhirnya bisa saling mencintai.”
“Aku mencintai perempuan lain teh. Dia juga baik, cantik dan menyayangi Ara dengan tulus. Bahkan Ara sudah setuju kalau kami menikah.”
“Siapa?”
“Ily,” Poppy memejamkan matanya. Ternyata kecurigaannya selama ini benar. Irzal masih belum memberi tanggapan, masih ingin mendengar apa yang akan disampaikan adik iparnya ini.
“Dim, kamu sadar dengan keputusan kamu? Ily itu anak kemarin sore, umurnya belum genap 18 tahun. Bayangkan perbedaan usia di antara kalian, apa kamu ngga memikirkan masa depannya? Di usia semuda itu dia harus menjadi istrimu dan juga ibu sambung untuk Ara, apa kamu sudah pikirkan hal itu? Apa kamu yakin perasaan yang dia miliki bukan sekedar cinta monyet yang bisa hilang sewaktu-waktu?”
“Aku sudah pikirkan ini matang-matang teh. Tolong jangan remehkan dia teh, dia lebih dewasa dari kelihatannya. Salah satu alasan kenapa Ara bisa lebih nyaman dengan dirinya dibanding Rain atau Yunda karena Ily bisa mengisi kekosongan yang Ara rasakan akan sosok ibu.”
“Tapi bagaimana kalau di perjalanan kalian nanti hatinya berubah. Dia masih muda dan cantik, bukan tidak mungkin dia terpikat dengan laki-laki lain yang usianya lebih muda darimu.”
“Aku akan membuat dia ngga mampu berpaling dariku. Tapi kalau ternyata dia terpikat dengan lelaki lain, maka aku akan terima resiko itu dan melepaskannya jika dia sudah jenuh bersamaku.”
“Dimas!! Kamu benar-benar sudah gila!!”
“Iya teh, aku memang sudah gila. Mati-matian aku menyangkal semua yang kurasakan selama dua bulan ini tapi aku ngga bisa. Kalian selalu memintaku untuk memulai lembaran baru, membuka hatiku untuk perempuan lain. Tapi ketika aku sudah melakukannya, teteh menentangku. Aku pun masih takut dengan keputusan yang kuambil, aku berharap teteh ada di belakangku untuk mendukungku, menguatkanku tapi teteh bahkan mendoakan hal buruk terjadi padaku sebelum semuanya dimulai.”
Mulut Poppy terbungkam, tersadar apa yang diucapkannya tadi adalah kesalahan. Kata-kata adalah doa, dan dia sudah mengatakan hal-hal buruk tentang hubungan adiknya dengan Firly sebelum mereka memulai hubungan itu sendiri.
“Apa kamu benar-benar mencintainya?” kini Irzal mulai bersuara.
“Iya kak. Bahkan aku cemburu melihatnya dekat dengan bocah culun teman sekolahnya,” Dimas tersenyum getir menertawakan kebodohannya.
“Aku berterima kasih pada kakak telah mengenalkan Tiwi. Dia perempuan yang baik, tapi aku tidak mencintainya. Maaf kalau aku sudah mengecewakan kakak.”
“Aku hanya mengenalkan saja, soal kamu bersedia atau tidak mutlak ada di tanganmu. Jika kamu serius dengan Ily, aku akan mendukungmu. Tapi harus kamu ingat, jalanmu mungkin tidak akan mudah. Meyakinkan Alea dan Ega adalah urusanmu, aku tidak akan ikut campur.”
“A! Harusnya aa menasehatinya, mengingatkannya bukan mendukungnya seperti ini. Perempuan itu Ily a, Ily! Bagaimana mungkin dia mau menikahi keponakannya.”
“Tidak ada hubungan darah di antara keduanya. Apa yang salah dengan itu? Aa tahu kekhawatiranmu tapi tidak bisakah kamu mendukungnya? Apa kamu tidak melihat bagaimana bahagianya Ara akhir-akhir ini? Apa kamu tidak lihat senyum yang kembali hadir di wajah adikmu? Itu semua karena Ily.”
Poppy terdiam, diakuinya semua yang dikatakan suaminya itu benar adanya. Namun tak bisa dipungkiri ada ketakutan dalam hatinya, takut adiknya kembali terluka dan terpuruk. Dimas bangkit dari duduknya kemudian berjongkok di depan kakanya. Dia menggenggam kedua tangan Poppy erat kemudian merebahkan kepalanya di pangkuan kakaknya itu.
“Tolong restui aku teh. Aku butuh doamu, dukunganmu karena jalan yang akan kulalui terjal dan berliku. Aku takut terjatuh teh, aku butuh dirimu untuk menguatkanku.”
“Teteh hanya takut kamu dihina, direndahkan, dihujat. Orang yang baik pada kita belum tentu dapat bersikap baik saat tahu kita menginginkan miliknya yang berharga. Teteh tahu Ega dan Alea menyayangimu tapi teteh ngga yakin kalau mereka akan dengan mudah melepas anak perempuan satu-satunya menikah denganmu. Status dan usiamu adalah kelemahanmu di mata mereka dan itu bisa saja menutupi semua kebaikan yang ada pada dirimu. Terkadang orang lebih melihat kekurangan dari pada kelebihan, lebih melihat keburukan dari pada kebaikan. Ingat, hujan sehari bisa menghapus kemarau setahun. Bukan tidak mungkin ini terjadi padamu nanti.”
“Aku tahu teh. Karena itu aku butuh teteh juga kakak untuk mendukungku. Aku takut aku tidak cukup kuat menghadapi badai yang menerjang nanti.”
Poppy menangkupkan kedua tangannya ke wajah Dimas. Dipandanginya wajah sang adik cukup lama. Adik kecilnya sudah tumbuh menjadi pria matang dan dewasa. Poppy menarik tubuh Dimas kemudian memeluknya erat. Buliran bening lolos dari mata indahnya.
“Teteh merestuimu. Kejarlah cintamu, teteh akan ada di belakangmu. A Irzal, Elang, Farel dan Yunda ada di belakangmu. Rena juga mendukungmu, teteh yakin ada andil Rena dibalik ini semua,” Dimas terkekeh, sahabatnya itu memang tidak perlu diragukan lagi kemampuannya sebagai mak comblang. Akal bulusnya tidak pernah lekang dimakan zaman.
“Ehem!! Dim, jangan lama-lama meluknya.”
“Ya ampun kak, dia kan kakakku,” protes Dimas sambil mengurai pelukannya.
“Tapi dia istriku,” sengit Irzal tak mau kalah. Poppy memutar bola matanya, suaminya ini masih saja cemburuan padahal usia mereka sudah tidak muda lagi. Dimas terkekeh, kebucinan kakak iparnya tak mengenal status.
“Makasih kak, teh. Aku pulang ya, sudah malam, kasihan Ara.”
“Hmm.. kamu jangan terlalu sibuk, ingat ada Ara yang membutuhkan perhatianmu.”
“Siap tetehku tersayang. Oh iya aku akan ke Milan melihat pembangunan restoran di sana. Kakak mau dibelikan apa?”
“Tidak perlu, aku masih sanggup membelikan semua barang yang dibutuhkan tetehmu,” sela Irzal membuat Dimas berdecak kesal.
“Ya udah aku pulang. Teh, mendingan ajak suami teteh ke kamar terus kasih jurus sipjin. Kayanya dia kurang belaian dari tadi ngegas mulu,” ejek Dimas.
“Yang kurang belaian tuh kamu,” Irzal melemparkan pulpen yang ada di atas meja kerjanya. Dimas tergelak melihat kekesalan kakak iparnya kemudian keluar dari ruangan panas itu.
Poppy menepuk keningnya melihat tingkah absurd suami dan adiknya. Dia berdiri hendak keluar dari ruangan namun tangan Irzal sudah melingkar di perutnya. Dia menarik tubuh istrinya ke belakang merapat ke tubuhnya.
“Mau kemana?”
“Ke kamar, aku ngantuk mau tidur.”
“Sendirian? Ngga mau ngajak aa?”
“Aa kan masih banyak kerjaan. Udah sana urusin aja berkas-berkas aa yang ngga ada habisnya. Lepasin.”
Bukannya melepas pelukannya, Irzal malah membopong tubuh mungil istrinya. Poppy memekik, seketika mengalungkan tangannya ke leher suaminya. Pandangan mereka bertemu dan saling mengunci. Irzal ******* bibir mungil yang menjadi candunya sambil melangkah menuju kamarnya melalui pintu penghubung.
🍁🍁🍁
Setelah menempuh perjalanan selama hampir enam belas jam, pesawat yang ditumpangi Dimas dan Firly mendarat di bandara internasional Malpensa. Waktu sudah menunjukkan pukul tiga sore waktu setempat. Dalam perjalanan dinasnya kali ini, Dimas tidak hanya ditemani Ringgo dan Arini, tapi juga Sisil, anak Arini. Dimas meminta Arini mengajak Sisil untuk menemani Firly saat dia bekerja. Usia Sisil dan Firly sepantar, Dimas yakin mereka bisa berteman baik.
Seorang pria berusia tiga puluhan mengangkat sebuah kertas karton bertuliskan Mr. Dimas Saputra, dia adalah Pedro, supir yang dikirim rekan kerja Dimas di sini untuk menjemputnya. Dimas menghampiri Pedro, mereka berbincang sejenak kemudian berjalan mengikutinya. Pedro membantu membawakan koper Dimas dan Firly.
Firly memperhatikan pria yang berjalan di depannya. Tingginya setara dengan Dimas, kulitnya putih, wajahnya khas orang Italia, dengan jambang dan janggut menghiasi wajahnya.
“Dia siapa om?” bisik Firly.
“Pedro, supirnya Mr. Fazio, partner bisnis om.”
“Ya ampun supirnya aja ganteng gini, gimana majikannya,” cetus Firly spontan yang membuat Dimas mendelik ke arahnya.
“Oh jadi dia ganteng?”
“Iya, tapi lebih ganteng yang disamping aku,” Ily terkikik seraya menggandeng tangan Dimas Pria itu mengulum senyum simpul, Ringgo hanya menggelengkan kepala melihat pasangan beda generasi yang sedang dimabuk cinta.
Dua buah kendaraan yang menjemput kedatangan Dimas dan lainnya sudah meninggalkan area bandara. Dimas dan Firly berada di mobil yang disupiri oleh Pedro. Mereka memasuki jalan tol Milano-Verese yang merupakan jalan penghubung bandara internasional Malpensa dengan Milan.
Tak berapa lama dua kendaraan itu berhenti di sebuah hotel mewah tempat mereka menginap selama berada di kota mode ini. Firly membaca nama hotel yang tertera di depan gedung, Bvlgari Hotel Milano. Hotel ini merupakan salah satu hotel terkenal di Milan dan banyak diminati oleh wisatawan manca negara.
Dimas menyewa empat kamar di hotel ini, Firly memilih sekamar dengan Sisil karena takut tidur sendiri di tempat yang baru didatanginya. Kamarnya berada tepat di samping kamar Dimas. Firly menghempaskan tubuhnya ke kasur sesaat setelah memasuki kamar. Tubuhnya terasa penat berada di dalam pesawat setengah hari lebih. Belum lagi perbedaan waktu enam jam membuat tubuhnya harus beradaptasi lebih. Sepertinya dia mengalami jetlag.
Sisil yang baru pertama kali pergi keluar negeri juga merasakan hal yang sama. Dia berbaring di kasur sebelah. Kakinya menjutai ke bawah kasur, matanya menatap langit-langit kamar. Dia melirik Firly yang posisinya sama persis seperti dirinya.
“Ly, gimana rasanya pacaran sama om-om?”
“Hah?”
“Lo pacaran kan sama om Dimas? Gimana rasanya pacaran sama pria dewasa?”
“Hmm.. gimana ya, belum tahu juga. Orang gue baru..... empat hari jadian sama dia,” Firly menghitung dengan jarinya. Kemudian terkikik geli mendengar ucapannya sendiri.
“Katanya lebih enak pacaran sama pria dewasa. Lebih pengertian, romantis dan ngemanjain kita banget,” Sisil menerawang membayangkan wajah pria yang dicintainya diam-diam.
“Lo suka sama om Ringgo ya,” tebak Firly. Tak perlu Sisil jawab Firly sudah tahu dari wajah Sisil yang merona.
“Emang om Ringgo duda juga?”
“Ngga, dia masih punya istri.”
“Bujug buneng lo naksir suami orang?”
“Kata ibu gue pernikahannya udah ngga harmonis.”
“Tapi bukan alesan juga buat lo deketin suami orang. By the way om Ringgo udah punya anak?”
“Justru itu yang jadi masalah mereka. Istrinya belum mau punya anak, padahal mereka udah lima tahun nikah.”
“Lah ngga inget umur istrinya om Ringgo. Emangnya dia masih muda gitu?”
“Kalau ngga salah umurnya 26 tahun. Dia masih sibuk dengan karirnya sebagai model.”
“Wah dapet daun muda ternyata om Ringgo.”
“Iya, om Ringgo emang dapet daun muda. Tapi om Dimas dapet pucuk hahahaha,” Firly ikut tertawa mendengar ucapan Sisil.
“Kalau gue pucuk, om Dimas uletnya hahaha,” kedua gadis itu kembali terpingkal.
“Udah ah gibah mulu. Mending shalat dulu,” Firly bangun dari tidurnya kemudian masuk ke kamar mandi untuk berwudhu. Keluar dari kamar mandi dia mengambil ponselnya untuk mengetahui arah kiblat kemudian menggelar sajadahnya dan memulai shalatnya.
“Lo ngga shalat?” Firly melepas mukenanya.
“Lagi libur.”
Firly hanya manggut-manggut sambil melipat mukena dan sajadahnya kemudian kembali berbaring di kasur. Tubuhnya benar-benar lelah, tak berapa lama dengkuran terdengar dari kedua gadis itu.
🍁🍁🍁
**Hadeuh nih dua abege penggemar om om semua ternyata😂
Om Dimas jangan lupa oleh2 buat mamake.
Buat readers mamake ngga minta oleh2 cuma minta jempolnya aja digoyang buat
Like..
Comment..
Vote..
Love you😘😘😘**
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 316 Episodes
Comments
Nabila hasir
ya ampun ily ma sisil obrolannya bikin ketawa sambil baca
ulet ma pucuk
2024-05-16
1
Uneh Wee
hahahaah nih abgeeh lagi pada demen om.om ..tp ga sembarang om yah
2022-12-19
2
lestari saja💕
duda lebih menggoda😋😋😋😋ily mah......
2022-08-31
1