Sudah hampir dua jam Firly dan Denis berjalan-jalan tanpa arah tujuan di mall. Mereka berhenti cukup lama di area permainan dan menghabiskan banyak waktu di sana. Setidaknya ini bisa menghilangkan kekesalan Firly pada Dimas. Puas bermain, Firly mengajak Denis ke Pujasera. Mereka duduk tenang sambil menikmati es krim.
Tanpa Firly sadari, sedari tadi Dimas terus mengikuti kemana gadis itu pergi. Dia terpaksa membatalkan acaranya dengan Pertiwi karena tak tenang meninggalkan Firly dengan Denis. Terlebih setelah mendengar pengakuan Firly kalau sudah jadian dengan Denis.
“Jadi gimana Ly, lo mau kan bantuin gue sama Bilqis?”
“Hmm..”
“Kok hmm doang. Ayo bantuin dong,” rengek Denis.
“Iya, iya, bawel lo. Tapi gue ngga janji ya kalau dia mau sama elo. Soalnya lo bukan tipenya dia.”
“Emang tipenya dia kaya gimana?”
“Ganteng, kalem ngga pecicilan kaya elo.”
Firly memang mengetahui kalau Bilqis memiliki perasaan pada Reyhan, adiknya Rain. Tapi Firly tidak tahu kalau antara Bilqis dan Reyhan tidak diperkenankan ada hubungan lebih, karena mereka adalah saudara satu ASI.
“Yah, elo mah matahin semangat gue sebelum berjuang.”
“Cemen lo baru gitu doang udah nyerah. Usaha dong.”
“Ya tapi lo bantuin gue ya.”
“Hmm..”
“Ham hem ham hem mulu loh,” Denis mendengus kesal.
“Ily!” Firly tersentak mendengar suara Dimas tepat di belakangnya. Dia berbalik dan melihat Dimas berdiri di belakangnya dengan tangan terselip di saku celananya. Sungguh gayanya benar-benar cool abis di mata Firly.
“Udah selesai kan jalan-jalannya? Ayo pulang!”
“Ngga mau! Ily dianter Denis aja.”
“Dia ngga bawa helm, kamu pulang sama om!”
“Ngga mau!”
“Pulang sama om atau om telepon papi kamu sekarang?”
“Cih bisanya ngancem doang,” dengan malas Firly mengambil tas selempangnya kemudian berdiri.
“Gue balik duluan Den.”
Denis hanya mengangguk. Pemuda itu seakan tidak punya daya untuk bersuara melihat tatapan penuh intimidasi Dimas kepadanya. Dengan cepat Dimas menggandeng tangan Firly kemudian membawanya menjauh dari Denis. Dada Firly berdebar kencang kala tangannya digenggam erat oleh Dimas.
Dimas membukakan pintu mobil untuk Firly, kemudian memutari badan mobil dan naik ke kursi sebelah. Tak lama kendaraannya melaju meninggalkan area mall. Suasana hening di dalam mobil. Firly masih kesal mengingat kedekatan Dimas dengan Pertiwi.
“Kamu kenapa dari tadi manyun terus?”
“Itu ibu Pertiwi kemana?” Firly malah balik bertanya.
“Udah pulang.”
“Ngga jadi kencannya? Ngga kreatif banget sih om, pacaran sama wali kelas Ara. Sambil menyelam nangkep ikan ya,” ejek Firly.
“Kamu sendiri kenapa mau pacaran sama anak culun kaya gitu?” kini giliran Dimas bertanya balik.
“Kenapa? Ngga boleh? Om Dimas juga pacaran sama ibu Pertiwi.”
“Dia bukan pacar om. Baru hari ini om ketemu sama dia.”
Hati Firly bersorak mendengar jawaban Dimas, berarti dia masih punya kesempatan untuk menikung. Senyum mengembang di bibirnya. Moodnya sudah lebih baik kali ini. Dimas yang melihat perubahan pada sikap Firly ikut tersenyum.
Tak terasa mereka sudah sampai di rumah. Dimas menghentikan mobilnya di depan rumah Irzal. Dia memutuskan menunggu Ara yang masih berjalan-jalan dengan Poppy. Setelah melepas sabuk pengamannya, dia berbalik ke arah Firly yang baru saja melepas seat beltnya.
“Eh, kamu belum jawab pertanyaan om. Kenapa kamu mau pacaran sama anak culun itu hah?”
“Iseng aja.”
PLETAK
Sebuah sentilan mendarat di kening Firly. Gadis itu mengusap keningnya yang sedikit nyeri akibat ulah Dimas. Bibirnya maju beberapa senti tanda protes.
“Kamu masih kecil ngga boleh pacaran!”
“Kalau nikah boleh?”
“Apalagi nikah. Kamu mau nikah sama bocah ngga jelas itu?”
“Bukanlah.”
“Terus mau nikah sama siapa?”
“Sama om boleh?” Dimas tersentak, ditatapnya wajah gadis itu yang terlihat berucap tanpa beban.
“Jangan bercanda Ily!”
“Ily ngga bercanda. Ily emang pengen nikah sama om Dimas karena Ily cinta sama om Dimas. C I N T A,” Firly mengeja kata cinta untuk memperjelas ucapannya.
“Ily!”
“Kenapa? Kita kan ngga ada hubungan darah, jadi perasaan ini ngga salah kan? I love you om. Ily ngga akan minta jawaban om sekarang. Om pikirin aja dulu. Tapi yang jelas di hati Ily cuma ada om seorang, om Dimas Saputra, papanya Ara.”
CUP
Belum hilang rasa terkejut Dimas mendengar pengakuan Firly, sebuah ciuman mendarat di pipinya. Firly turun dari mobil kemudian berlari menuju rumahnya. Dimas masih termenung. Tak menyangka akan menerima pernyataan cinta dari gadis ingusan yang sering diasuhnya dulu.
🍁🍁🍁
Semenjak pernyataan cinta Firly beberapa hari lalu. Dimas semakin dibuat pusing oleh tingkah gadis itu. Hampir setiap hari Firly berkunjung ke rumah atau kantornya atau mengirimkan pesan ucapan selamat pagi hingga selamat tidur. Parahnya lagi, putri semata wayangnya mendukung usaha Firly. Keduanya bersekongkol membuat Dimas terjatuh dalam jeratan cinta Firly.
Ara sering memuji Firly terang-terangan di hadapan Dimas dan mengatakan keinginannya menjadikan Firly sebagai ibu sambungnya. Dimas sudah kehabisan kata dan akal menghadapi duo maut ini. Ingatannya melayang pada pembicaraan mereka sore tadi.
Flashback On
Dimas mengajak Firly berbicara serius di halaman belakang tanpa kehadiran Ara. Bagaimana pun kegilaan ini harus dihentikan. Dia tak mau dicap sebagai pedofil karena menjalin hubungan dengan anak SMA. Terlebih dia sudah menganggap Firly sebagai keponakannya sendiri.
“Ly, tolong dengarkan om. Om rasa kamu sekarang sedang merasakan puber pertama. Biasanya cinta pertama anak perempuan adalah ayahnya. Dan om rasa kamu sedang dalam fase itu.”
“Cinta pertama Ily emang sama papi, di mata Ily papi itu sosok yang sempurna. Tapi apa yang Ily rasakan pada om berbeda dengan yang Ily rasakan sama papi. Om ngga percaya kalau Ily serius jatuh cinta sama om?”
“Bukan ngga percaya tapi ini salah Ily.”
“Salahnya di mana om? Kita berlainan jenis kelamin dan tidak ada hubungan darah. Jadi hubungan di antara kita normal dan wajar.”
“Kamu sadar berapa perbedaan usia kita? Kita berbeda 20 tahun Ily. Saat ini kamu adalah buah yang baru tumbuh, masih ranum sedangkan om seperti buah yang sudah terlalu matang bahkan hampir busuk. Apa kamu ngga malu menikah dengan pria tua? Terus bagaimana dengan reaksi mami papi kamu kalau tahu soal ini.”
“Kalau masalah usia itu bukan alasan om. Karena cinta tidak memandang usia atau status seseorang. Rasulullah saja hampir berusia 50 tahun saat menikahi Aisyah dan pernikahan mereka langgeng sampai beliau meninggal di pangkuan Aisyah.
Soal mami papi, itu biar jadi urusan Ily. Lagi pula mereka sudah mengenal om. Lebih baik menyerahkan putri mereka pada lelaki yang sudah dikenal dengan baik dari pada dengan lelaki lain yang belum tentu baik.”
Dimas menepuk keningnya, sungguh sulit sekali berbicara dengan gadis ini. Ada saja argumen untuk mematahkan ucapannya.
Flashback Off
Dimas menghembuskan nafas panjang. Setelah dipikirkan baik-baik akhirnya dia memilih usulan Poppy, melakukan pendekatan dengan Pertiwi. Sepertinya menerima perjodohan dengan Pertiwi adalah jalan keluar yang terbaik. Selain cantik, wanita itu juga tampak tulus menyayangi anaknya dan Ara juga sudah mengenalnya dengan baik. Dengan berat hati dia menghubungi Poppy mengatakan keputusannya. Walaupun belum ada cinta untuk Pertiwi di hatinya, namun dia yakin seiring berjalannya waktu rasa itu akan tumbuh dengan sendirinya.
🍁🍁🍁
**Wah Ily udah berani ngatain perasaannya. Ayo dong om Dimas jujur dong. Om juga cinta kan sama Ily?? Ayo ngaku (mamake maksa)😅
Jangan lupa ya ritualnya gaess
Like..
Comment..
Vote..
Danke😘**
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 316 Episodes
Comments
mrs.yudi🌽
ily pejuang 😅
2023-06-28
0
Uneh Wee
wow ily berani juga yh ..tp emng harus dipikir mateng " sih ..kn ily masih abg masih labil ....perlu pemikiran yg mateng
2022-12-19
1
lestari saja💕
kerjaan mamake kan bikin nano nano perasaan baper ku....ada aja cara buat ngasih mereka cobaan
2022-08-31
1