Firly berdandan cantik hari ini. Ara mengabarkan kalau papanya sudah pulang dari Menado dan akan makan siang bersama di La Premiere. Ara mengajak Firly bergabung dalam acara makan siang ini. Firly mematut dirinya di depan cermin, memastikan kalau penampilannya sudah sempurna.
Shift dress selutut dengan lengan sesiku berwarna kuning melekat cantik di tubuhnya. Tatanan rambutnya simple, hanya dikuncir kuda saja. Tak lupa dia memoles wajahnya dengan bedak tipis dan liptint warna bibir.
Sambil bernyanyi-nyanyi Firly menuruni anak tangga. Ega yang sedang duduk bersantai terkejut melihat anaknya yang sudah rapi jali.
“Mau kemana Ly?”
“Nge-mall, masa hari Minggu di rumah aja, bete tau.”
“Kamu mau nge-mall tapi dandanannya kaya mau kencan.”
“Ish papi tau aja,” Firly tersenyum memperlihatkan deretan gigi putihnya.
“Emang kamu udah punya pacar?”
“Baru calon pi, calon imam.”
“Siapa?”
“Ra-ha-si-a,” Firly meraih tangan Ega kemudian mencium punggung tangannya.
“Ily pergi dulu ya pi, assalamu’alaikum.”
“Waalaikumsalam. Sebelum maghrib harus udah pulang,” Ega mengingatkan yang hanya dijawab dengan acungan kedua jempolnya. Di depan rumah, ojek online pesanannya sudah menunggu. Firly sengaja tidak membawa kendaraan sendiri biar diantar pulang oleh Dimas nantinya.
Dua puluh menit kemudian Firly sudah sampai di gedung Artha Boga. Dia menuju lift kemudian memencet tombol 6. Kotak besi itu bergerak naik tak lama setelahnya.
TING
Pintu lift terbuka, Firly bergegas keluar. Jantungnya berdegup kencang menuju detik-detik pertemuannya dengan sang pujaan hati. Seorang pelayan menyambut kedatangannya dengan ramah.
“Selamat siang, dengan tamunya pak Dimas ya. Mari mba saya antar.”
Firly tersenyum senang mendapatkan pelayanan istimewa, membuatnya semakin terbang melayang. Sebelumnya Ara memang sudah meninggalkan pesan pada pelayan untuk menyambut kedatangan Firly karena jamuan makan diadakan di VIP room. Pelayan tersebut membukakan pintu dan mempersilahkan gadis cantik itu masuk.
Firly menarik nafas sejenak sebelum kakinya melangkah masuk. Ara yang melihat ke arah pintu langsung menyambut kedatangan Firly dengan sumringah. Lain lagi dengan Dimas yang terkejut melihatnya. Firly sendiri tak kalah terkejutnya karena tidak hanya Dimas dan Ara saja yang berada di meja makan, tetapi juga Poppy dan seorang perempuan yang diperkirakan usianya di atas 25 tahun.
“Kak Ily sini,” Ara melambaikan tangannya. Mau tak mau Firly mendekat. Hatinya sedikit tercekat mendapat tatapan dari Dimas, Poppy dan perempuan yang tak dikenalnya.
“Bunda, Ara yang undang kak Ily ke sini, ngga apa-apa kan?”
Poppy hanya mengangguk menyunggingkan senyum yang sedikit dipaksakan. Dia sudah bisa membaca jalan pikiran keponakannya ini. Sedang Dimas merasa tak karuan melihat penampilan Firly yang begitu cantik, terlebih sudah seminggu lebih dia tak melihatnya. Firly memilih duduk di samping Ara.
“Kamu sendirian Ly?” tanya Poppy.
“Iya bunda. Tadi pagi Ara telepon suruh ke sini.”
“Oh iya kenalkan ini tante Pertiwi, wali kelasnya Ara.”
Perempuan yang bernama Pertiwi itu mengulurkan tangannya sambil tersenyum manis. Firly merasa makan siang kali ini bukan makan siang biasa. Tak mungkin wali kelas Ara diundang makan siang private seperti ini kalau bukan ada maksud terselubung. Seketika dada Firly menjadi sesak. Dia sudah bisa menebak ke mana arah acara siang ini.
Pasti bunda Poppy mau ngejodohin tante ini sama om Dimas. Oh ya ampun, Sabrina terhempas, Pertiwi terpampang nyata. Hiks.. nasib lo sedih amat sih Ly.
Semua hidangan sudah tertata di atas meja. Kalau dalam kondisi normal sudah pasti Firly akan memakan semua yang tersaji, tapi tidak kali ini. Mendadak selera makannya hilang terbawa senyuman Dimas yang ditujukan pada ibu Pertiwi. Belum lagi Poppy yang terlihat antusias sekali mendekatkan dua makhluk berbeda jenis kelamin itu. Sialnya, ibu Pertiwi juga mampu membuat Ara ikut masuk dalam pembicaraan mereka. Kini Firly merasa seperti obat nyamuk tak berasap di antara mereka.
“Ly, kenapa makannya sedikit? Ngga enak atau ngga suka sama menunya?” tanya Dimas.
“Ngga om. Tadi di rumah udah nyemil pempek, oleh-oleh dari temennya papi, jadi masih agak kenyang,” Firly berbohong, padahal sedari pagi dia hanya makan selembar roti saja.
“Oh iya, abis ini bunda sama Ara mau jalan-jalan ke mall. Ily mau ikut?”
“Om Dimas sama ibu Pertiwi ngga ikutan?” Dimas hampir saja tergelak mendengar cara Firly memanggil Pertiwi seperti judul salah satu lagu kebangsaan.
“Ngga Ly, kalau mereka kayanya punya acara sendiri,” Poppy melirik pada Dimas dan Pertiwi.
“Oh.. Ily sebenernya ada janji nyari buku sama temen abis makan siang,” lagi-lagi gadis itu berbohong.
Akhirnya makan siang yang memuakkan itu berakhir juga. Semuanya meninggalkan ruangan VIP itu dengan tujuan yang berbeda. Suasana hening saat di dalam lift. Firly yang biasanya berisik, lebih banyak diam seperti ponsel yang di silent. Poppy bukannya tidak menyadari itu, namun dia memilih mengabaikannya, takut untuk berspekulasi. Lift sampai di lantai dasar. Baru saja Firly melangkahkan kaki keluar dari lift, sebuah suara memanggilnya.
“Firly!”
Firly menoleh, beberapa meter di depannya tampak Denis, teman sekelasnya yang gayanya tengil level akhir sedang melambaikan tangan ke arahnya sambil tersenyum lebar. Demi apapun Firly begitu bersyukur melihat makhluk satu itu, dengan cepat dia menghampiri Denis.
“Ngapain lo di sini?” sembur Denis saat Firly sampai di dekatnya.
“Nah elo ngapain di sini?”
“Abis nonton film. Kan temen gue bikin film indie dan tayang di bioskop ini.”
“Kebeneran lo di sini. Nanti kalau bunda gue tanya bilang lo mau cari buku bareng gue ya,” Firly mengarahkan matanya pada Poppy yang sedang melangkah ke arah mereka.
“Boleh tapi ngga gratis. Imbalannya lo harus comblangin gue sama Bilqis, oke?”
“Serah lo dah.”
Poppy, Dimas, Ara dan Pertiwi sampai di tempat Firly dan Denis mengobrol. Dimas memandangi lelaki muda yang berdiri di samping Firly. Ada rasa tak suka melihat keakraban Firly dengannya.
“Ini temen yang kamu bilang itu Ly?” tanya Poppy.
“Iya bunda. Ily pergi dulu ya, bunda, Ara, om Dimas, ibu Pertiwi. Ayo Den.”
“Eh, lo bawa kendaraan ngga?”
“Gue bareng elo aja.”
“Gue cuma bawa helm satu,” Denis nyengir kuda.
“Ya udah gue naik ojek online aja dari pada lo kena tilang,” kelutus Firly.
“Kalian mau kemana?” tanya Dimas.
“The Ocean,” celetuk Denis.
“Ciwalk,” ujar Firly bersamaan dengan ucapan Denis. Kening Dimas berkerut mendengar jawaban berbeda dari dua ABG ini.
“Lo mau ngapain ke The Ocean,” sembur Firly.
“Elo ngapain ke Ciwalk?” Denis tak mau kalah.
“Ssssttt.. kalian bisa ngga diem. Udah mending ke The Ocean aja, om antar kamu ke sana.”
“Ngga mau, bosen!”
“Gaya lo bosen kaya sering belanja di sono aja,” ledek Denis. Denis memang tidak tahu kalau Firly adalah anak pemilik hotel, mall dan apartemen The Ocean.
“Jadi gimana? Ke The Ocean aja ya, biar ngga terlalu jauh juga dari rumah. Teteh mau ke The Ocean juga kan?”
“Eh ngga, teteh mau ke tempat lain kok. Ya udah Ara kita pergi,” Poppy menarik tangan Ara untuk pergi.
“Ayo cabut,” ajak Firly pada Denis. Baru saja keduanya akan melangkah, suara Dimas kembali terdengar.
“Ily, ayo om anter.”
“Ngga usah om. Om kan masih ada acara sama ibu Pertiwi. Ily sama Denis aja. Nanti kita beli helm dulu.”
“Kamu ikut om atau om antar pulang!” ancam Dimas. Sungguh dia tidak rela membiarkan Firly berboncengan dengan Denis. Mau tak mau Firly mengikuti keinginan Dimas yang sedikit memaksa. Denis pun bergegas menuju parkiran motor.
Di dalam mobil Firly duduk di kursi belakang sambil mengutak-atik ponselnya. Telinganya panas mendengar pembicaraan Dimas dengan Pertiwi yang seperti sedang mengakrabkan diri. Tiba-tiba ponselnya berdering, sebuah panggilan dari nomor tak dikenal. Sebenarnya Firly malas mengangkatnya, tapi dari pada jadi kambing congek, dia memutuskan untuk menjawab panggilan.
“Halo, siapa nih?”
“....”
“Oh Ical, ada apa Cal?”
“....”
“Ck.. lo masih ngeyel aja. Kalau gue bilang ngga ya ngga.”
“....”
“Penting banget emangnya lo tahu alasan gue?”
“....”
“Gue udah jadian sama Denis!”
Firly langsung memutuskan panggilan. Dia kesal pada Ical yang terus mengejarnya padahal sudah ditolak berkali-kali. Dimas yang sedari tadi menyimak pembicaraannya, sontak melihat Firly dari kaca spion.
“Kamu pacaran sama anak tadi?”
“Bukan urusan om!” Firly balas menatap Dimas dari arah spion kemudian membuang pandangannya ke samping.
Tak lama mobil yang ditumpanginya sampai di The Ocean. Dengan cepat Firly turun mobil tanpa mempedulikan teriakan Dimas kemudian berlari memasuki salah satu mall terbesar di kota Bandung ini.
🍁🍁🍁
**Hmmm om Dimas roman-romannya jealous nih. Teruskan Ly, biar om Dimas kebakaran jenggot😂
Jangan lupa ya
Like..
Comment..
Vote**..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 316 Episodes
Comments
Debbie Teguh
wiih ada yg panas tp bukan kompor wkwkwk
2022-10-25
2
lestari saja💕
cemburu menguras emosi
2022-08-31
1
Kinan Rosa
bagus ili bikin Om Dimas cemburu
2022-05-21
1