BRUK
“Aduh!”
Firly mengusap-ngusap keningnya karena berbenturan dengan kening seseorang. Dia mengangkat kepalanya dan melihat Denis juga sedang melakukan hal yang sama dengannya.
“Denis!”
“Firly! Busyet deh pala lo keras bener!”
“Lo ngapain di sini?”
“Mancing!!” Firly berdecak kesal.
“Lagian lo nanya ngga mutu banget. Ya mau main lah.”
“Main bareng gue yuk, gue bete nih.”
“Ayo siapa takut!” Firly dan Denis mulai menjajal semua permainan yang ada di area ini. Firly senang dia mempunyai partner untuk melampiaskan semua kekesalan dan kesedihannya saat ini.
Ara keluar dari area trampolin. Wajahnya sudah penuh dengan keringat. Pertiwi mengeluarkan tisu dan mengelap semua keringat dari wajah Ara. Dimas memberikan minuman pada putri kecilnya ini.
“Sekarang mau main apalagi?”
“Hmm.. apa ya,” Ara berjalan memilih permainan lainnya diikuti Dimas dan Pertiwi di belakangnya. Kemudian matanya tertuju pada kerumunan orang-orang yang sedang menonton permainan pump it up. Ara mendekat ke arah kerumunan orang itu.
Penonton berdecak kagum pada sepasang anak muda yang sedang bermain dance simulator itu. Sudah cukup lama kaki mereka bergerak mengikuti irama lagu dan gerakan mereka selalu mencetak nilai sempurna. Ara yang penasaran merangsek ke depan untuk melihat siapa tokoh utama permainan ini. Dimas yang mengekor di belakangnya ikut maju ke depannya. Matanya membelalak saat melihat orang yang menjadi tontonan adalah Firly dengan temannya, si bocah tengil.
Permainan pump it up berakhir dengan mencetak rekor baru. Firly dan Denis ber’tos’ ria merayakan keberhasilan mereka. Keringat membasahi wajah dan baju mereka. Firly terkejut melihat begitu banyak orang yang menonton aksinya. Saat dia berbalik, matanya bertabrakan dengan mata Dimas dan suara yang tak asing langsung menyapa pendengarannya.
“Kak Ily!”
“Eh Ara! Lagi main di sini juga?” Firly berpura-pura terkejut melihat Ara. Dimas menatap tajam ke arahnya juga Denis bergantian.
“Kalian ngapain di sini?” Dimas melontarkan pertanyaan bodohnya.
“Nyangkul!” ketus Firly, Ara dan Denis terkikik mendengarnya.
“Kak Ily main bareng Ara yuk.”
“Duh maaf ya Ra, kakak mau nonton sama kak Denis. Bentar lagi film kita mulai. Lagian kakak ngga mau mengganggu keharmonisan keluarga cemara” wajah Ara sendu mendengar penolakan Firly. Pertiwi tersipu malu mendengar kata keluarga cemara.
“Kak Ily pergi dulu ya. Daaahh Ara, om Dimas, ibu Pertiwi.”
Firly segera menarik tangan Denis keluar dari arena bermain. Walaupun bingung dia pasrah saja kemana Firly menariknya dari pada tidak punya sekutu mendekati Bilqis. Dimas mengusap wajahnya dengan kasar. Melihat Firly berduaan dengan Denis sungguh membuat hatinya tak nyaman. Ingin rasanya dia menarik tangan Firly pulang tapi tak enak dengan Pertiwi.
“Pa, kita nonton juga yuk,” ajak Ara.
“Hmm boleh.”
Ara menarik tangan Dimas menuju eskalator. Mereka harus dua kali melewati eskalator karena bioskop berada di lantai 10. Sementara itu Firly dan Denis sekarang sudah berada di lobi bioskop setelah membeli tiket.
“Ly, lo ngga salah nonton nih film? Ini kan film anak kecil.”
“Berisik lo, gue yang bayarin jangan protes.”
“Sekalian sama minum and makanannya dong.”
“Ngelunjak lo!”
Sambil mendengus kesal, Firly membawa Denis menuju counter makanan. Tanpa malu-malu Denis memesan semua makanan yang diinginkannya. Selesai membeli makanan mereka segera masuk ke dalam studio.
Ara bersama Dimas dan Pertiwi sampai di bioskop dan langsung memesan tiket. Sebelum masuk Dimas membelikan minuman dan camilan. Ketiganya bergegas memasuki studio karena pertunjukkan akan segera dimulai.
DEG
Mata Dimas menangkap sosok Firly dan Denis duduk di deretan tengah. Dia terus naik menuju tempatnya. Ternyata kursinya berseberangan dengan deretan Firly. Mereka sama-sama duduk di bagian pinggir. Mata Dimas terus mengawasi dua pasang ABG yang menikmati pertujukkan dengan santainya.
Dimas sama sekali tak menikmati pertunjukkan. Matanya lebih banyak tertuju pada dua anak manusia di deretan sebelah. Tak ada yang pergerakan yang mencurigakan dari keduanya. Si bocah tengil khusyu menonton sambil tangannya tak henti memasukkan camilan ke dalam mulutnya. Begitu pula Firly yang menonton tanpa banyak bergerak, karena sebenarnya gadis itu sedang memikirkan kedekatan Dimas dan Pertiwi.
Dua jam berlalu, pertunjukkan pun usai. Firly memasukkan sampah bekas makanan dan minuman ke dalam kantong plastik kemudian memberikannya pada Denis.
“Lo yang buang!”
“Iye.. iye,” Denis mengambil kantong plastik itu. Firly mengambil tas selempangnya, saat akan pergi Dimas sudah berdiri di depannya.
“Kak Ily!” panggil Ara, Firly menoleh ke arah Ara. Anak itu langsung menggandeng tangan Firly.
“Ayo kak kita pulang,” ajak Ara.
“Eh, kakak bawa mobil sendiri Ra.”
“Ya udah Ara pulang sama kak Ily aja.”
“Eh jangan,” kalau Ara pulang dengannya berarti Dimas pulang berdua dengan Pertiwi. Firly tak rela calon imamnya berduaan dengan rivalnya.
“Kak Ily masih ada perlu sama kak Denis.”
Wajah Ara terlihat sendu, dia menatap Denis yang dirasa sebagai pengganggu. Sedang Denis hanya cengar-cengir ngga jelas.
“Kalian keluar dulu, papa mau ngomong sama kak Ily,” Ara mengangguk kemudian mengajak Pertiwi keluar studio. Denis yang masih setia berdiri di samping Firly langsung mendapat tatapan tajam dari Dimas.
“Kenapa masih di sini?”
“Oh iya om, Ly gue keluar duluan ya.”
Denis bergegas keluar studio. Beberapa orang yang tersisa di dalam juga sudah keluar. Firly bermaksud untuk pergi namun segera ditahan oleh Dimas.
“Kamu pulang bareng om.”
“Om ngga denger? Ily bawa mobil om.”
“Ini kan mall papi kamu, ngga masalah kalau mobil kamu ditinggal di sini.”
“Ily ngga mau! Sana om pulang bareng ibu Pertiwi aja, kalian kan lagi merajut ikatan menuju keluarga cemara yang bahagia,” cibir Firly kemudian melengos pergi. Dengan cepat Dimas menarik tangan Firly.
“Kamu ngga mau pulang bareng om karena mau jalan lagi sama bocah culun itu kan?”
“Denis om, namanya Denis.”
“Terserah mau namanya siapa. Tapi om ngga ijinin kamu jalan lagi sama dia. Kamu pulang bareng om sekarang.”
“Ily ngga mau!”
“Kalau kamu ngga mau...”
“Om mau ngadu ke papi? Silahkan om, papi tahu kok kalau Ily pergi sama Denis,” Firly memotong ucapan Dimas.
“Ini udah sore Ily. Ngga baik anak gadis keluyuran menjelang maghrib. Kamu pulang bareng om aja ya,” suara Dimas terdengar melunak. Dia sadar tak bisa memaksa gadis ini dengan cara keras.
“Om ngga usah peduli sama Ily sekarang. Kemana aja om selama seminggu ini? Bahkan Ily juga susah banget mau ketemu Ara. Om sengaja kan menghindar dari Ily? Jadi Ily mau pergi sama siapa, pulang jam berapa bukan urusan om.”
Kata-kata Firly sukses membungkam mulut Dimas. Firly bergegas meninggalkannya, setengah berlari dia keluar dari studio. Dimas menyusul kepergian Firly. Sementara itu Ara, Pertiwi dan Denis menunggu Dimas dan Firly tak jauh dari pintu keluar. Melihat Firly, Ara segera menghampiri.
“Kak, kakak pulang bareng Ara ya. Ara kangen sama kak Ily,” Ara menggenggam tangan Firly seraya melayangkan tatapan sendu membuat Firly tak tega. Firly menghembuskan nafas panjang kemudian mengangguk. Ara terpekik senang, Dimas yang sudah ada di belakang mereka menyunggingkan senyum.
Setelah mengantarkan Pertiwi pulang, Ara mengajak Firly ke rumahnya. Lagi-lagi Firly tak bisa menolak keinginan anak itu. Sehabis shalat dan makan malam, Ara mengajak Firly ke kamarnya. Ternyata dia mempunyai banyak stok cerita untuk disampaikan pada Firly. Gadis itu memasang telinganya baik-baik, mendengarkan semua cerita Ara dan sesekali memberikan tanggapan.
“Ara suka ya sama ibu Pertiwi?”
“Iya kak, bu Pertiwi baik sama Ara juga papa.”
“Syukur deh, mudah-mudahan dia bisa jadi mama baru buat Ara ya.”
“No kak! Ara emang suka sama bu Pertiwi, tapi bukan dia orang yang Ara mau buat jadi mama baru Ara.”
“Terus siapa? Tante Brina?”
“Ish.. ish.. ish.. bukan kak. Ara mau kak Ily yang jadi mama baru Ara.”
Merona wajah Firly mendengar ucapan Ara. Rasanya dia ingin loncat-loncat sambil berteriak kencang. Ara menginginkannya menjadi mama barunya yang artinya akan menjadi istrinya Dimas. Tapi ditahannya semua itu. Firly berusaha tetap tenang di hadapan Ara.
“Tapi belum tentu papa mau Ra.”
“Tenang aja nanti Ara yang bakal bujuk papa. Kak Ily juga usaha dong biar papa mau. Hoaamm, Ara ngantuk kak.”
“Sekarang Ara tidur ya,” Ara berbaring di kasur, diikuti Firly. Tanpa sadar dirinya menepuk-nepuk pelan paha Ara. Tak berapa lama, Ara sudah tertidur. Firly menyelimuti tubuh Ara kemudian mencium keningnya. Setelah mematikan lampu, Firly keluar dari kamar.
Dimas sedang menonton televisi saat Firly turun dari tangga. Matanya terus mengawasi pergerakan Firly sampai berhenti di hadapannya. Dia menepuk ruang kosong di sebelahnya, Firly pun mendudukkan diri di dekatnya.
“Ily mau pulang om, Ara udah tidur.”
“Sebentar ya, sampai acaranya habis.”
Firly melihat ke arah televisi yang menayangkan program debat, entah apa yang mereka perdebatkan. Yang jelas tidak ada yang mau mengalah di antara mereka. Dimas melirik Firly yang masih melihat ke layar tv. Sebenarnya acara itu tidak menarik sama sekali baginya, itu hanya alasan agar dirinya bisa berlama-lama dengan gadis cantik itu.
“Om.”
“Hmm..”
“Om masih inget kan apa yang Ily omongin waktu itu?”
“Omongan yang mana?”
“Ck.. ngga usah pura-pura lupa deh om. Apa karena sekarang udah ada ibu Pertiwi makanya omongan Ily waktu itu dianggap angin lalu sama om? Om jahat, tanpa mempertimbangkan perasaan Ily om udah jalan aja sama ibu Pertiwi. Ily tahu kok di mata om tuh Ily masih dianggap anak kecil, tapi apa yang Ily bilang ke om itu serius, tulus dari lubuk hati Ily yang paling dalam. Ily cuma minta dikasih kesempatan buat membuktikan ucapan Ily waktu itu. Tapi om malah menghindar dari Ily.”
“Ily, om minta maaf kalau seminggu ini terkesan menghindar dari kamu. Om udah pikirin ucapan kamu dan om akan kasih jawabannya sekarang. Ily...” Firly menaruh jari telunjuknya di bibir Dimas.
“Please om jangan jawab sekarang, Ily belum siap menerima penolakan om. Om bisa kasih jawaban ke Ily begitu Ily selesai unas. Cuma dua minggu kok om, setelah unas apapun keputusan om akan Ily terima. Tapi selama dua minggu itu juga Ily harap om ngga menghindar dari Ily dan biarkan Ily ketemu sama Ara,” Dimas meraih tangan Firly dan menjauhkan dari bibirnya.
“Ily..”
“Please om, just two weeks more. Kasih Ily kesempatan selama dua minggu untuk dekat sama om. Demi keberhasilan unas Ily, tolong kabulin permintaan Ily.”
Dimas mengangguk membuat senyum gadis itu terbit. Waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Dimas memutuskan mengantarkan Firly pulang. Sesampainya di depan rumah Firly, Dimas mengelus puncak kepala Firly.
“Belajar yang rajin.”
“Iya om.”
Dimas mencium kening Firly sekilas. Ada gelanyar aneh saat benda kenyal miliknya menyentuh kening Firly. Firly yang senang mendapat perlakuan manis dari Dimas membalas dengan memberi kecupan di pipi. Setelah itu bergegas turun seraya melambaikan tangan disertai senyum manis. Dimas menyandarkan punggungnya, pusing memikirkan kelakuan gadis itu sekaligus bingung dengan perasaannya.
Aaaaaggghhh Ily, kenapa aku ngga bisa berhenti memikirkannya. Kenapa aku kesal melihatnya bersama lelaki lain. Aaaggghhh Ily.. Ily.. Ily.. kamu membuatku gila.
🍁🍁🍁
**Nah pusing kan om, makanya jangan mengingkari hati. Udah ngaku aja kalau udah cinta ama Ily, nanti keburu Ily diambil orang.
Jangan lupa ritualnya gaess
Like..
Comment..
Vote..
Thanks😘😘😘**
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 316 Episodes
Comments
Ajusani Dei Yanti
semangat ily kamu pasti bisa
2023-05-11
2
Diandra Kirana
ayo Ily berjuanglah...mang sakit kalau cinta terkendala, tapi tetaplah berjuang luluh kan hati oom Dimas yang sebenarnya juga mulai ada rasa untukmu
2023-04-10
1
Kinan Rosa
semangat ly
jujur aja om
2022-05-21
1