Dua bulan berlalu setelah acara curhatan bersama Rain. Firly terus menjalankan semua rencananya demi mengejar cinta Dimas. Gayung bersambut, Ara memang mendukung usaha Firly untuk dekat dengan papanya. Firly semakin rajin berkunjung ke kantor Dimas atau menginap di rumahnya dengan alasan menemani Ara.
Namun ada satu penghalang yang membatasi pergerakan Firly mendekati Dimas yaitu Sabrina. Wanita itu juga tak kalah gesitnya, hampir setiap hari dia menyempatkan diri bertemu atau menghubungi Dimas. Entah soal pribadi atau berkaitan dengan pekerjaan. Jika ada Sabrina, sudah pasti Firly akan menjadi sosok yang disingkirkan, karena wanita itu menggunakan alasan pekerjaan sebagai cara memonopoli Dimas.
Selesai makan malam Firly memilih langsung ke kamarnya. Dua bulan lagi dia akan mengikuti ujian nasional, tapi malas sekali rasanya mengulang pelajaran. Akhir-akhir ini pikirannya selalu dipenuhi dengan Dimas, Dimas dan Dimas saja. Sedang lelaki itu masih belum menyadari perasaan Firly. Dia masih menganggap gadis itu keponakan imutnya.
Dddrttt.. ddrrrtt..
Dengan malas Firly mengambil ponselnya. Matanya langsung berbinar melihat nama yang tertera adalah Ara. Dengan cepat dia menerima tombol panggilan.
“Assalamu’alaikum.”
“Waalaikumsalam. Kaaaak.. tolong kak, papa sakit!” teriak Ara dari seberang.
“Apa?? Ya udah kakak ke rumah sekarang.”
Setelah mengakhiri panggilan, dengan cepat Firly menyambar jaketnya. Tanpa mengganti piyamanya dia bergegas turun. Suasana di lantai bawah sudah sepi, mami dan papinya sedang ke Jakarta menjemput oma Santi. Firly membuka pintu kemudian berlari ke luar. Saat yang bersamaan Elang baru saja pulang. Firly segera menghampirinya.
“El, anterin gue ke rumah om Dimas.”
“Ngapain?’
“Tadi Ara telepon katanya om Dimas sakit. Udah ayo cepetan jalan,” Firly langsung naik ke belakang Elang. Tanpa menunggu lama Elang langsung tancap gas menuju kediaman Dimas.
Lima menit kemudian mereka sampai. Bergegas keduanya masuk ke dalam rumah yang memang sengaja belum dikunci. Ara yang mendengar suara motor segera keluar dari kamar Dimas.
“Ra, om Dimas sakit apa?” tanya Elang.
“Badan papa panas mas El.”
Firly menerobos masuk ke kamar Dimas. Terlihat lelaki tampan itu sedang terbaring lemah di atas kasur. Firly mendekat lalu meletakkan telapak tangannya di kening Dimas. Suhu tubuhnya memang panas.
“Ra, ambil thermometer,” titah Firly. Ara bergegas menuju lemari penyimpanan obat dan mengambil thermometer dari dalamnya lalu memberikan pada Firly. Firly mengarahkan alat pengukur suhu ke telinga Dimas. Setelah tanda bip dia segera melihat hasilnya.
“Badan om Dimas panas banget, 39 derajat El.”
“Bi Parmi mana Ra?”
“Bi Parmi lagi pulang kampung.”
“Ya udah kamu ambil air di baskom, isi air hangat sama jangan lupa handuk kecilnya. Kita kompres dulu,” Ara bergegas mengambil apa yang diminta Firly.
“Gue pulang mau jemput bunda sama kasih tahu papa Regan.”
Elang segera kembali ke rumahnya. Tak berapa lama Ara datang membawa sebaskom air hangat dan handuk kecil. Firly membasahi handuk, memerasnya kemudian menaruhnya di dahi Dimas. Ara memperhatikan apa yang dilakukan Firly, anak itu terlihat cemas sekali.
“Papa dari kapan sakit Ra?’
“Kayanya pas pulang kerja. Papa langsung masuk kamar begitu pulang. Ara juga langsung ke kamar, tapi pas mau ngajak papa makan Ara baru tahu kalau papa demam.”
“Kamu udah makan belum?’
“Belum.”
“Ya ampun. Ayo kamu makan dulu.”
“Papa gimana kak?”
“Ngga apa-apa, nanti kakak cek lagi sambil ganti kompresan,” Firly segera mengajak Ara ke ruang makan. Tak ada apapun tersaji di sana, Firly berinisiatif ke dapur. Dibukanya kulkas mencari bahan makanan yang tersedia.
“Kamu mau makan apa Ra?”
“Apa aja kak, yang gampang aja.”
“Bikin omelet aja gimana biar cepet.”
“Boleh kak.”
Firly bergerak cepat membuat omelet untuk Ara karena dia juga harus mengecek kondisi Dimas. Sepuluh menit kemudian omelet sudah siap.
“Nih Ra, kamu makan dulu. Kakak mau lihat papa,” Ara mengangguk. Diambilnya piring yang berisi omelet kemudian menambahkan nasi ke atasnya. Dia makan dengan lahap karena perutnya memang sudah terasa lapar.
Sementara itu di dalam kamar, setelah mengganti kompresan, Firly duduk di sisi ranjang memandangi wajah pucat Dimas.
“Sy.. jangan tinggalin aku Sy.. aku kangen kamu Sy.”
Dimas mengigau. Hati Firly mencelos mendengar Dimas memanggil nama Sissy. Sepertinya lelaki itu masih belum bisa melupakan istrinya yang telah tiada. Firly menggenggam erat tangan Dimas.
“Om, please jangan seperti ini. Ikhlaskan tante Sissy, biarkan dia tenang di alam sana. Om jangan terus terpuruk seperti ini. Lihat Ily om, ada Ily di sini. Ily akan terus ada di samping om. I love you om,” lirih Firly.
Firly kembali mengambil kompresan, memasukkannya ke dalam baskom kemudian menaruhnya kembali ke dahi Dimas. Firly mengusap lembut wajah Dimas, namun tanpa disangka Dimas menarik tangan Firly hingga tubuhnya terjatuh di atas tubuh Dimas. Dengan cepat Dimas memeluknya. Firly berusaha melepaskan diri, namun ucapan Dimas menghentikannya.
“Jangan pergi, please sebentar saja seperti ini. Aku kangen kamu Sy.”
Lagi-lagi hati Firly menjerit karena hanya nama Sissy yang terus digumamkan Dimas. Dengan gerakan cepat dia melepaskan pelukan Dimas kemudian berlari keluar kamar. Dari arah depan masuk Poppy, Regan dan juga Elang. Firly buru-buru menghapus airmatanya yang sudah menggenang.
“Ly, gimana keadaan om Dimas?” tanya Poppy cemas.
“Masih tidur bunda. Dari tadi om ngigo terus.”
Regan segera masuk ke kamar memeriksa Dimas diikuti Poppy. Elang memilih bersama Firly memperhatikan dari luar kamar saja. Sekilas Elang melihat mata Firly yang nampak merah. Ara yang sudah selesai makan bergabung dengan Elang dan Firly. Selesai memeriksa Dimas, Regan keluar menghampiri Elang.
“El, tolong ke apotik belikan obat untuk om Dimas,” Regan memberikan secarik kertas pada Elang. Tanpa bertanya lagi, dia bergegas keluar rumah.
“Bi Parmi kemana Ra?” tanya Poppy begitu keluar dari kamar Dimas.
“Bi Parmi pulang kampung tadi siang bunda.”
“Kamu udah makan belum?”
“Udah bunda tadi kak Ily bikinin omelet.”
“Keadaan Dimas ngga bahaya kan mas?”
“Ngga, Dimas cuma kecapean. Kalau dia bangun suruh makan lalu minum obatnya. Minta dia bedrest minimal dua hari untuk memulihkan kondisinya.”
“Makasih mas.”
“Aku pulang dulu, kalau ada apa-apa telepon aku. Ily kamu mau ikut pulang?”
“Ngga pa, Ily mau di sini nemenin Ara.”
“Ya udah, papa pulang dulu. Assalamu’alaikum.”
“Waalaikumsalam.”
Sepeninggal Regan, Poppy menuju dapur untuk membuatkan bubur. Dia meminta Ara dan Firly menemani Dimas di kamar. Sesekali Firly mengganti kompresan, sedang Ara berbaring di samping papanya. Elang yang sudah kembali setelah membeli obat ikut bergabung di kamar.
Perlahan Dimas membuka matanya. Dia meraba dahinya yang terasa basah. Diambilnya handuk untuk mengompresnya.
“Om udah bangun?” Firly mengambil handuk dari tangan Dimas. Elang membantu Dimas yang hendak duduk kemudian menyandarkannya di head board.
“Papa,” Ara mendekat pada Dimas.
“Maafin papa, kamu pasti kaget ya nak.”
“Ara takut papa kenapa-napa. Ara telepon kak Ily tadi.”
“Papa ngga apa-apa sayang,” Dimas mengecup puncak kepala anaknya.
“Kata papa Regan om kecapean dan harus bedrest minimal dua hari. Bunda Poppy lagi bikin bubur, nanti om makan terus minum obatnya,” Dimas hanya tersenyum mendengar ocehan Firly.
Poppy masuk ke kamar membawa nampan yang berisi semangkok bubur dan segelas air putih. Firly berdiri memberikan ruang untuk Poppy duduk.
“Makan dulu Dim, terus minum obatnya.”
“Ara suapin ya pa,” Ara mengambil mangkok bubur kemudian mulai menyuapi papanya. Poppy tersenyum memandangi gadis kecil itu yang sudah menunjukkan perhatiannya pada sang papa.
Entah karena lapar atau karena Ara yang menyuapi, bubur di mangkok tandas dimakan oleh Dimas. Kini giliran Elang yang menyodorkan obat pada Dimas. Dengan cepat diminumnya dua buah tablet yang telah disiapkan untuknya.
“Kamu istirahat aja di rumah, ngga usah kerja dulu. Nanti teteh suruh Dini ke sini buat bantu-bantu selama bi Parmi pulang kampung.”
“Ara udah ngerjain PR belum?” tanya Firly.
“Belum kak.”
“Ayo mas El temenin ngerjain PR-nya,” Elang menggandeng tangan Ara keluar kamar. Firly juga memutuskan keluar sambil membawa nampan.
Poppy masih duduk di sisi ranjang memandangi adiknya yang terlihat pucat. Hatinya miris melihat kehidupan sang adik setelah ditinggal Sissy. Matanya nampak berkaca-kaca. Dimas yang melihat itu, menggenggam tangan kakaknya.
“Teteh kenapa?”
“Kamu jangan seperti ini terus Dim. Ikhlaskan kepergian Sissy, mulailah hidup baru dengan orang yang baru. Biarkan Sissy menjadi kenangan indah dalam dirimu. Kamu harus memikirkan Ara. Dia membutuhkan sosok seorang ibu, dari lubuk hatinya dia juga menginginkan keluarga yang utuh. Jika kamu tidak bisa melakukan untuk diri sendiri, setidaknya lakukan untuk Ara.”
“Aku ngga tahu teh. Sampai saat ini aku masih belum kepikiran soal itu.”
“Cobalah untuk membuka hatimu. Bagaimana dengan Sabrina? Sepertinya dia perempuan yang baik dan teteh lihat dia sepertinya menyukaimu,” Dimas mendesah pelan, dia benar-benar tidak memiliki perasaan apapun terhadap wanita itu.
“Dicoba dulu Dim. Dekatkan dia dengan Ara. Kalau Ara mau menerimanya, singkirkan egomu demi kebahagiaan anakmu. Teteh yakin seiring berjalannya waktu perasaan itu akan tumbuh dengan sendirinya.”
“Baiklah teh, Dimas akan coba.”
DEG
Firly berdiri mematung setelah mendengar pembicaraan kakak beradik itu. Tanpa disadari butiran bening lolos dari kedua matanya. Tak dapat dipungkiri hatinya begitu sakit mendengar Dimas bersedia untuk mencoba hubungan dengan Sabrina.
“Ily,” panggil Dimas ketika melihat gadis itu berdiri tak jauh dari pintu. Firly berbalik sebentar untuk menghapus airmatanya kemudian masuk ke dalam kamar. Sebisa mungkin dia berusaha untuk tersenyum.
“Teteh pulang dulu ya Dim, kamu tahu sendiri kan a Irzal gimana. Ily, bunda titip om Dimas sebentar ya. Sehabis mengantar bunda, Elang bakal ke sini lagi.”
“Iya bunda, tenang aja.”
“Teteh pulang Dim, assalamu’alaikum.”
“Waalaikumsalam.”
Firly mengantar Poppy sampai ke depan rumah. Elang juga sudah turun setelah membantu Ara mengerjakan tugasnya. Firly menutup pintu begitu Poppy dan Elang pulang kemudian kembali ke dalam kamar. Dimas memperhatikan mata Firly yang tampak memerah. Dia melambaikan tangannya, meminta Firly duduk di dekatnya.
“Kamu kenapa hmm?”
“Ngga apa-apa om.”
“Itu mata kamu merah kaya habis nangis.”
“Ini cuma kelilipan om.”
“Kelilipan apa? Kelilipan sofa?”
“Bukan, kelilipan mobil stum.”
“Hahaha,” Dimas mengacak-acak rambut Firly. Gadis ini selalu bisa membuatnya tertawa.
“Om udah baikan?” Dimas mengangguk.
“Tapi tetep ya om harus istirahat. Tadi papa Regan wanti-wanti om harus bedrest. Pokoknya om ngga boleh kerja selama tiga hari ke depan. Awas aja kalo ngga nurut, Ily borgol tangan sama kakinya.”
“Emang kamu punya borgol?”
“Tinggal pinjem sama om Farhan wleee,” Firly menjulurkan lidahnya pada Dimas. Dengan gemasnya Dimas mencubit hidung Firly hingga gadis itu megap-megap.
“Om ih, mau bunuh Ily ya,” Dimas terkekeh, dia senang sekali menjahili keponakannya ini. Rasa sakit yang dirasakannya tadi menghilang entah kemana melihat senyum sekaligus wajah cemberut Firly.
Terdengar suara motor berhenti di depan rumah. Firly tahu kalau itu Elang yang datang. Dia segera pamit pada Dimas untuk menemani Ara tidur. Tak lama Elang masuk ke dalam kamar.
“Om, El tidur sini ya.”
“Hmm.”
Tanpa banyak bicara, pemuda itu segera berbaring di samping Dimas. Dalam hitungan detik dia sudah jatuh dalam tidurnya. Mengambil kuliah di dua jurusan sekaligus memang cukup melelahkan, hampir setiap hari dia harus pulang malam. Dimas memandangi keponakannya yang sudah pulas itu. Segurat senyum menghiasi wajahnya. Senang rasanya keponakannya begitu memperhatikan dirinya juga Ara.
🍁🍁🍁
**Lihat Ily om Dimas. Kasihan Ily kalau harus mencintai dalam diam..
Readers juga jangan diam aja ya kalau abis baca, jangan lupa kasih
Like..
Comment..
Vote..
😉😉😉**
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 316 Episodes
Comments
Syahna Amira sy
masih blm faham Thor ini hubungan konteks yg Kya gmna ya masa Firly suka sama om sendiri gmna itu???? maaf blm baca kisah ortu'a jadi blm faham 🤦🏻♀️🤦🏻♀️🤦🏻♀️🤦🏻♀️
2025-04-07
1
🤎ℛᵉˣ𝐀⃝🥀OMADEVI💜⃞⃟𝓛
sabar sabar Ily
2024-01-02
1
🌽Mrs.Yudi 𝐙⃝🦜🍇
aku baca ily dimas lagi 🙈
2023-09-01
1