Rahim Bayaran #19
oleh Sept September
"Dira ... Mas Agam mana ya? Kok sudah pagi gak ada. Kamarnya juga kosong?"
Dira dan Denis sedang bicara di depan kamar Dira. Orang yang berada di dalam sana, sedang ketar-ketir takut terciduk. Nanti kalau ketahuan bisa-bisa malunya gak ketulungan.
"Mungkin olah raga pagi, Mas." Dira mencoba mencari alasan. Semoga Denis percaya dan tidak curiga. Pasalnya, ia tidak enak membangunkan suaminya itu. Apalagi Agam semalam kurang enak badan, diserang diare akibat salah makan.
Karena Agam tidur di kamarnya semalam, Dira sampai harus ngungsi tidur sama Bibi. Awalnya Bibi tak mengijinkan, tapi ketika mendengar penjelasan Dira. Akhirnya ia bisa tidur sejenak di sana.
Dari pada tidur satu kamar dengan Agam? Sudah tentu tidak hanya tidur. Pasti ada saja kejadian yang tak terduga nantinya.
"Tumben Mas Agam olah raga pagi? Bisanya gak pernah." Denis masih ngeyel, ia penasaran dimana rimbanya sang kakak.
"Gak tahu juga ya, Mas. Dira juga ngak ngerti. Kalau begitu Dira permisi, mau membantu Bibi di dapur!"
Seketika itu, Dira langsung pergi. Sebenarnya ia ingin menghindar, takut ketahuan. Karena dia tak pandai berbohong.
Selama di dapur, Dira terus mengintai kamarnya. Apakah Denis sudah pergi apa belum, karena terlihat sepi. Buru-buru ia masuk ke kamarnya.
Cekrek
Langsung ia kunci pintunya, tidak ingin ada yang tahu bahwa Agam tidur di sana. Matanya yang kecil bulat sempurna itu, sedikit terbelalak.
"Loh ... Mas Agam di mana?" ucapnya lirih. Dira merasa aneh, perasaan sejak tadi ia mengamati depan kamarnya. Tidak ada yang keluar. Lalu di mana Agam? Mungkin sudah pergi kali ya, batin Dira.
Karena belum sempat mandi, Dira pun memutuskan untuk mandi sekarang. Mumpung kamarnya sudah kosong, pikirnya.
Tubuhnya juga sudah lengket dan merasa gerah. Dengan santainya, Dira pun mandi. Selesai membersihkan diri. Ia berjalan menuju lemari hanya dengan memakai handuk. Memakainnya seperti orang Jawa memakai kemben.
Ingin mengambil pakaian ganti di dalam lemari, ia pun membuka lemari bajunya itu.
Kriet
Dan Dor! Jantung Dira seperti lepas dari tubuhnya, ia terkejut bukan main.
Spontan ia memeluk tubuhnya sendiri, malu karena hanya memakai selembar handuk yang membalut tubuhnya.
Dira pun beringsut mundur, namun tangan Agam justru mencoba meraih tubuhnya. Karena panik, Dira bergegas mundur jauh. Membuat Agam oleng dan jatuh dari dalam lemari.
"Mas Agam!" pekiknya ketika melihat Agam tersungkur.
Diraihnya tubuh Agam untuk membantu pria itu agar tidak bersatu lagi dengan ubin kamar yang dingin. Matanya nampak sayup, dan tunggu. Tubuhnya panas. Rupanya suami Dira itu kurang enak badan.
"Mas Agam, bangun!" Dira menepuk kedua pipi Agam dengan lembut.
Agam hanya membuka mata sebentar, kemudian kembali terpejam. Selain karena merasa tubuhnya lemas, ia sebenarnya malu akibat accident terjatuh dari lemari barusan.
Sementara itu, Dira malah cemas melihat Agam tak sadar kembali. Entah karena polos atau apa, Dira malah meletakkan kepalanya di atas dada yang bidang itu. Seolah memeriksa denyut jantung Agam. Dira mendekatkan telinganya.
"Sial! Apa yang Dira lakukan!" batin Agam yang pura-pura pingsan karena rasa malu.
Jedug jedug jedug
Dira mundur perlahan, ada yang salah. Sesuatu telah terjadi. Dira bisa merasakan sesuatu. Itu bukan denyut biasa, juga bukan denyut orang sakit jantung.
Dira hafal, karena neneknya memiliki riwayat sakit jantung selama ini.
Ketika Dira perlahan menarik diri, tangan Agam justru merengkuh pinggang yang masih ramping itu.
Membuat Dira langsung mendarat di atas dadanya yang bidang. Agam menarik tanpa aba-aba, hal itu membuat Dira hilang keseimbangan.
Kini, mereka sudah seperti sandwich. Bertumpuk dibalut rasa canggung yang mengunung.
Agam bahkan dapat merasakan hangatnya napas Dira yang menerpa wajahnya.
Begitu juga denyut jantung gadis nakal itu. Agam mampu merasakan hentakan keras yang terasa di dadanya saat ini.
Mereka sama-sama bisa merasakan deru jantung yang saling memburu. Bergemuru, mengusik hati masing-masing.
"Sial!" umpat Agam dalam hati, meski tubuhnya terasa lemas. Jiwanya seolah mendapat tenaga entah dari mana.
Nalurinya tergugah! Fokusnya kini beralih ke bibir ranum yang masih beraroma mint karena sehabis mandi.
Tidak nyaman dengan posisi itu, apalagi terasa ada yang menganjal tapi bukan tongkat Harry Potter (lol). Dira pun mencoba menarik diri.
Bukannya lepas, Dira malah semakin diikat oleh lengan yang kekar dan ditumbuhi otot lembut itu.
Sudah dapat dibayangkan, hati Dira menjadi kalang kabut.
Posisi ini sangat-sangat membuat pipinya merah merona meskipun tak memakai blush on.
Hawa panas juga sudah menyeruak di seluruh wajah Dira. Agam sudah berhasil membuat hatinya terus berdebar dan berdesir parah.
Mungkin karena terbuai suasana, tak lagi bisa menahan hasrat yang terlanjur membara. Agam langsung saja meraup bibir ranum itu.
Sepertinya sakit yang semula ia rasa langsung hilang seketika, terlihat dari bagaiamana semangatnya agam mematuk istri kecilnya itu.
Bagai tersengat lebah, Dira memekik sebentar. Kemudian suaranya berubah lirih dan menghilang. Pria tua nan dingin itu rupanya the best kisser.
Beberapa waktu kemudian.
Agam sudah duduk di tepi ranjang, sedangkan Dira sudah berganti baju. Keduanya terlihat seperti habis melakukan kesalahan. Sama-sama enggan menatap, hawa canggung sangat kentara setelah kejadian barusan.
"Periksa ke depan, kalau tidak ada Denis. Katakan!" titah Agam dengan nada sebiasa mungkin.
Padahal jantungnya masih kocar-kacir. Dira benar-benar membuatnya seperti naik rollercoaster. Selalu memacu adrenalinenya.
Dira lantas mengintip dari balik pintu, kepalanya clingak-clinguk. Memindai suasana di sekitar sana. Apa aman atau masih bahaya bagi Agam untuk keluar sekarang.
Merasa aman, Dira pun menghampiri Agam.
"Sepi, Mas. Ngak ada orang."
"Hemm...!"
Tanpa kata, Agam meninggalkan kamar.
Begitu Agam keluar dari kamar, Dira langsung mengambil oksigen banyak-banyak. Satu ruangan dengan pria itu, Dira sulit bernapas.
Sementara itu, karena kata Dira aman tak ada orang. Agam pun berjalan menuju kamarnya.
"Agam!" panggil Mama.
Jleb
Agam diam sejenak, mematung sebelum berbalik. Itu adalah suara mamanya.
"Dari mana saja? Mama telpon tidak dijawab!" Mama terus memberondong pertanyaan pada putranya yang masih setenga shock itu.
Benar-benar! Pagi ini ia sudah sport jantung berkali-kali.
"Kapan datang, Ma?" Agam membaik tubuh, memasang muka setenang mungkin. Ada Dira di kamar tamu, "Semoga anak itu tidak keluar," harap Agam cemas.
"Baru saja, kenapa Denis di sini?"
"Mama sudah ketemu dengan Denis?"
"Tadi di depan, waktu anak itu keluar. Jangan dekat-dekat dengannya. Jagalah jarak!"
Mama tidak suka Denis, kehadiran Denis adalah awal petaka di rumah tangga yang sudah lama Mama bina.
"Dia adik Agam, Ma!"
"Ini yang paling Mama tak suka darimu!"
"Ayolah, Ma. Masa Mama ke sini cuma mau ngajak ribut?"
"Agammm!" kesal Mama.
"Denis gak punya siapa-siapa selain Kita. Kejadian itu, sudah berpuluh-puluh tahun lamanya. Harusnya mama melupakan itu semua. Toh Ibu Denis sudah tidak ada di dunia ini. Kalau Mama memendam benci terlalu lama, mama sendiri yang akan terluka."
Makin kesal mendengar ceramah putranya itu, Mama jadi haus. Ia pun pergi ke dapur.
Gawat, Mama masuk ke dalam? Mama gak tahu wanita yang ia nikahi dibawa ke rumah ini.
Agam pun langsung menyusul mamanya ke dapur. Dia juga belum bilang, pada mamanya. Bahwa wanita yang ia siapkan untuk menampung benihnya adalah anak 18 tahun. Oh No!
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 148 Episodes
Comments
Elizabeth Yanolivia
membaik tubuh = membalik tubuh
2024-05-31
0
Elizabeth Yanolivia
setenga = setengah
2024-05-31
0
Elizabeth Yanolivia
mematuk emang si dira itu burung 😂
daripada mematuk lebih pas memagut 😁
2024-05-31
0