Rahim Bayaran#17
oleh Sept September
"Bang, pesan baksonya. Dua porsi ya!" Dira memesan bakso untuk mereka berdua. Kemudian memilih tempat duduk. Karena sudah biasa makan di tempat kaki lima, bagi Dira ini sudah biasa.
Lalu bagaimana dengan Agam? Pria yang terlahir dengan sendok emas itu. Nampak ragu-ragu ketika akan duduk.
Seakan tak yakin, apa tempat ini higenis? Mau cari tempat makan lain, tapi harus cari ATM. Dilihatnya Dira juga sepertinya sudah kelaparan.
Ish, untuk apa juga ia tadi mengeluarkan semua uangnya? Kini hanya penyesalan yang tergambar jelas di muka pria dingin itu.
Karena kondisi dan situasi, dengan berat hati. Agam duduk di sebelah Dira. Jarang sekali ia makan di kaki lima, terakhir mungkin waktu ia SMP dulu. Pulang sekolah, atau waktu bolos sekolah dengan teman-temannya.
Saat semangkuk bakso dengan kuah mengepul ada di depannya. Segala rasa penolakan itu langsung sirna.
Bakso bulat seperti bola ping-pong itu, tanpa aba-aba mendarat sempurna ke dalam mulutnya.
"Enak juga, rasanya!" ucapnya lirih.
"Abang ... baksonya nambah lagi!" ujar Dira sambil mengacungkan tangan.
"Itu belum habis!" protes Agam, dilihatnya mangkuk Dira yang masih penuh. Hanya baru di makan sedikit.
"Bukan buat Dira, tapi buat Mas Agam!"
Agam langsung menelan ludah dengan kasar. Ia lalu menatap ke dalam magkok baksonya. Isinya hampir ludes. Ia juga aneh, lapar apa doyan?
"Ini, Dek!" Abang bakso pun mengulurkan nampan yang berisi satu mangkuk bakso lagi.
"Bukan buat saya!" Dira melirik Agam yang duduk di dekatnya.
"Oh maag ... saya kita untuk adeknya, ternyata buat Bapaknya. Silahkan, Pak!"
Selepas abang itu pergi, Agam langsung mendorong mangkuk bakso yang masih mengepulkan asap itu ke arah Dira.
"Kamu yang habiskan! Saya kenyang!"
Dira pun mengantupkan bibirnya, "Waduh. Mengapa Mas Agam sensi sekali. Apa ia lagi dapet?" gerutunya dalam hati.
Padahal pria itu tadi terlihat berselera, seolah mau nambah. Hanya gara-gara dikira bapaknya Dira, mukanya langsung begitu. Sudah mirip kanebo kering.
"Makan yang cepet! Saya ada urusan!" ketusnya.
Dira hanya diam, kemudian kembali memakan baksonya. Acara makan bakso pun berakhir dengan Agam yang bermuka keki karena ucapan abang tukang bakso yang asal menduga.
Mungkin betul kata orang, bahwa lidah lebih tajam dari pada pedang. Hanya karena salah ucap, membuat hati yang lainnya terluka.
Sampai di hotel, mereka masih sama-sama diam. Belum bertegur sapa, lagian Dira binggung hendak ngomong apa. Keduanya seperti kawat, sikapnya sama-sama kaku satu sama lain.
"Nanti sore kita balik ke Jakarta, kamu beresin barang-barang kamu. Saya ada urusan sebentar, kalau lapar. Telpon layanan kamar."
Dira mengangguk. Agam pun pergi meninggalkan Dira di kamar itu seorang diri.
Sesuai perintah suaminya, Dira pun satu persatu membereskan semua barang-barang miliknya, dan ia mulai ragu saat akan membereskan koper Agam.
Belum apa-apa, baru melipat pakaian suaminya itu. Pipinya sudah merona jingga. Wajahnya terasa panas, apalagi saat melipat segitiga bermuda.
Untuk menepis pikirannya yang mengacau itu, Dira pun melakukan semua itu dengan cepat-cepat.
Di tempat yang berbeda, Agam sedang memeriksa kembali vilanya. Di sana tidak ada jejak-jejak Agata. Ia juga sudah menanyakan pada penjaga vila. Kata mereka, Agata sudah tidak ke sana cukup lama. Terakhir malah bersama Agam, ketika pergantian tahun lalu.
Kecewa tak mendapat petunjuk akan keberadaan Agata, Agam pun kembali meninggalkan vila pribadinya itu.
Tidak ingin langsung balik ke hotel, Agam memilih mengunjungi tempat-tempat yang pernah ia kunjingi bersama istri pertamanya itu.
"Di mana kamu, sayang?" Matanya menatap kosong, lurus ke arah laut dan ombak yang menerjang.
Puas merenung seorang diri, kini Agam berniat balik lagi ke hotel. Diliriknya jam di pergelangan tangan. Hampir sore, waktunya balik ke ibu Kota. Dengan langkah berat, Agam meninggalkan tempat yang penuh kenangan bersama Agata.
Waktu masuk kamar hotel, matanya menyapu semua koper yang sudah rapi.
"Kamu yang rapikan semua?"
Dira cuma mengangguk, ingat tragedi segitiga biru.
Agam yang tak tahu apa yang ada di dalam kepala Dira pun cuek, ia bersikap dingin seperti biasa.
"Ya sudah ayo berangkat saja," ajaknya sambil menyeret koper.
"Kenapa buru-buru sekali?" gumam Dira yang tak sampai ke telinga Agam.
Pria itu ngelonyor, meninggalkan Dira jauh di belakangnya. Ia baru sadar saat tak lagi mendengar derap langkah istrinya keduanya itu.
"Ya ampun! Lamban sekali!" gerutunya saat menatap Dira tertinggal jauh di belakang.
Dalam hati, Dira sudah ingin menangis. Tega benar Mas Agam berjalan dengan cepat. Apa pria itu tidak tahu, masih ada rasa perih yang tersisa karena pertempuran semalam.
Agam hanya diam di tempat, mengamati Dira yang perlahan mendekati dirinya.
"Siput saja masih lebih baik dari pada kamu!" cetusnya kasar.
Kali ini, karena kesal campur bagian tubuhnya ada yang terasa perih dan sakit. Dira berani menatap mata itu dengan tajam dan berani. Namun hanya sepersekian detik, selanjutnya ia menundukkan pandangan lagi.
"Lihat! Dia sudah berani menatap seperti itu. Hanya karena tidur bersama sekali. Dia sudah mulai berani!" rutuk Agam dalam hatinya.
"Kenapa jalanmu lamban kayak siput, nanti Kita ketinggalan pesawat!" ucapnya kesal.
"Biasanya Dira juga ngak lamban seperti ini, kalau tidak sakit. Dira bahkan bisa lari!" tak mau kalah, kali ini ia kembali melawan. Namun setelah mengatakan itu. Ia juga langsung tertunduk.
Keberanian Dira hanya muncul satu dua detik, detik berikutnya ia sudah melempem. Wajah tegas itu, dengan rahang kokoh, badan atletis serta wajahnya yang rupawan. Membuat Dira enggan menatap lama-lama. Bukannya marah, ia justru takut jatuh hati.
"Apanya yang sakit?" Agam menaikkan alis tebalnya. Dahinya pun mengkerut, memikirkan kata-kata yang meluncur dari wanita munggil itu.
Kira-kira apa maksud dari ucapan Dira? Agam masih belum menemukan jawaban. Otaknya mulai berpikir.
"Tidak usah dibahas! Dira masih bisa tahan!" gadis yang sudah tak gadis itu melengos, berjalan mendahului Agam. Apa-apaan pertanyaan Mas Agam itu, hanya membuat ia canggung sendiri.
"Kalau sakit, periksa ke dokter. Kita bisa tunda kepulangan Kita!" Agam mulai melunak, ia pikir mungkin Dira sakit apa atau apalah.
Manik mata coklat itu membulat sempurna, mana ada sakit karena malam pertama di bawa ke dokter? Dira sampai geleng-geleng.
"Ini bukan sakit yang bisa diperiksa ke doker, Mas Agam."
Jengkel, Agam menempelkan telapak tangan ke dahi Dira. "Sakit apa! Suhu tubuhmu biasa saja!"
Sama-sama jengkelnya, Dira pun berlalu. Perih yang masih ia rasakan dan Agam yang cerewet membuat dirinya tambah merasa migraine.
Setelah duduk di dalam pesawat, mereka sama-sama melengos. Baik Agam dan Dira enggan saling bicara. Padahal mereka duduk bersebelahan.
Sampai rumah pun sama, dua orang itu tak kunjung bertegur sapa.
Dira baru menampakkan senyum, saat Denis menyambut kedatangan dirinya.
"Diraaa ...!" ucap Denis dengan lebai ketika menyambut gadis itu pulang. Ia bercanda dengan merentangkan tangan lebar-lebar.
"Ih ... apaan Mas Denis!"
"Cih ... sejak tadi dia cemberut dan bermuka masam padaku, dengan Denis malah memasang muka sok manis!" batin Agam. Ia mendengus kesal, karena Dira begitu ceria di depan adiknya.
Tidak ingin dua anak muda itu ngobrol lama-lama, Agam langsung memberi perintah.
"Dira! Bawa koper ini ke kamar!"
Dira pun menghela napas panjang. Melihat itu, Denis buru-buru membawa koper itu ke kamar kakaknya.
"Tenang Dira, biar Mas Denis saja!"
"Ish!" Makin kesal lah Agam pada dua orang itu.
Saat Denis menuju kamarnya, Agam mendekati Dira.
"Katanya tadi sakit! Lihat, sekarang ketemu Denis langsung segar begitu!" cibir Agam.
"Dira emang sakit, Mas. Kalau gak percaya Mas Agam bisa lihat. Sampai sekarang masih bengkak!"
"Bengkak?" Agam langsung memalingkan wajah, "Sial!" desisnya, kesal bercampur rasa malu.
Jadi sejak di bandara, mengapa Dira jalannya lambat mirip keong itu semua karena hal tersebut. Kini Agam tahu alasannya. Itu semua karena dirinya.
"Bengkak? Apa yang bengkak, Mas?" tanya Denis yang muncul dari arah belakang. Wajahnya menyiratkan rasa ingin tahu yang begitu besar.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 148 Episodes
Comments
Elizabeth Yanolivia
bengkak akibat senjatamu itu 😁😁😁
2024-05-30
0
Elizabeth Yanolivia
sakit apa atau apalah = sakit atau apalah
2024-05-30
0
Elizabeth Yanolivia
munggil = mungil 😂
2024-05-30
0