Di sebuah ruangan tanpa hiasan apapun, meskipun akan dipakai sebagai tempat akad. Ruangan itu terlihat sangat biasa. Seolah acara pernikahan ini bukan acara yang istimewa. Hanya ada segelintir orang di dalam sana, sepasang calon pengantin. Pria berkopyah dengan mata teduhnya yang akan menikahkan calon pengantin, para saksi dan sekretaris Agam, Robby Purba.
Ini seperti pernikahan tersembunyi, pernikahan dadakan yang harus ditutupi dari khayalak ramai. Tidak boleh ada yang tahu pernikahan ini.
Sesuai apa mau Agam, pria itu memang hanya berniat menghalalkan Dira untuk ia sentuh. Tanpa ada keinginan untuk memiliki.
Hanya satu yang ia mau dari gadis belia itu. Yaitu seorang anak, buah hati yang tak pernah hadir di antara dirinya dan Agata yang telah belasan tahun menikah.
Kini nampak Dira dengan wajah tegang. Beberapa bulir keringat muncul di dahi yang sempit itu. Sejak tadi ia memainkan jari-jemari runcingya. Itu adalah kebiasaan Dira bila dilanda serangan panik atau merasa cemas. Gadis berparas ayu, meski berpenampilan sederhana itu kini hatinya tengah resah campur gelisah.
Bagaimana tidak, sebentar lagi pria yang duduk di sebelah Dira akan menjadi suaminya. Jantung gadis itu sedari tadi juga sulit untuk dikontrol. Meskipun hanya sebuah pernikahan kontrak, ini tetaplah sebuah pernikahan.
Apalagi saat ini, sebentar lagi. Agam akan mengucapkan ijab kobul. Hati Dira Makin gelisah. Meskipun didasari atas perjanjian, ini tetaplah sebuah pernikahan bagi Dira.
'Kamu hanya butuh 9 bulan untuk mengandung, ayo lakukan secepatnya. Maka kita akan segera bebas.' Dira membatin, gadis itu mencoba menguatkan hatinya yang sudah mulai cemas lagi.
Sekilas mata Robby memperhatikan kecemasan yang tergambar jelas di wajah ayu Dira. Meskipun hanya memakai bedak tipis-tipis, aura kecantikan Dira terpancar tanpa bisa dihalangi.
'Pantas Tuan Agam mensegerakan pernikahan ini. Padahal mereka baru bertemu beberapa waktu laku,' gumam Robby sambil masih memperhatikan kecantikan alami Dira.
Pria berusia 35 tahun itu rupanya sudah berperasangka buruk pada bos yang selama ini ia abdi.
Robby mengira, alasan ingin memiliki anak hanya omong kosong. Paling juga Agam ingin daun muda, apa karena bosan dengan Nyonya Agata? Kasihan Nyonya Agata. Sekretaris Agam terus saja mengasihani istri pertama bosnya itu.
Robby baru tersadar dari lamunan saat kata SAH diucapkan beberapa orang di sampingnya.
"Alhamdulillah," ucap salah seorang di antara mereka.
'Alhamdulillah? Apa aku harus bersyukur setelah menjual rahimku, Tuhan?' Tiba-tiba Dira merasa bersalah, merasa resah dan gelisah. Apakah yang ia lakukan patut mengucap rasa syukur? 'Ampuni Dira, Tuhan.' Dira terus saja berjibaku dengan perasaannya yang terus mengusik.
Ia sampai tak sadar, sedari tadi Agam menatapnya dengan amat tajam.
"Kami permisi, Tuan. Bila ada hal lain lagi, Tuan bisa langsung panggil saya," ucap Robby yang akan meninggalkan Agam dan Dira sendirian saja.
Sementara itu, Dira menatap Robby penuh harap. Meskipun juga baru mengenal Robby, setidaknya pria itu lebih berwajah ramah. Tak semasam pria dingin di depannya kini.
'Tunggu, pria dingin itu kini adalah suamiku, ya Tuhan. Bagaimana ini?' lirih Dira menatap kepergian orang satu persatu dari ruangan itu.
Bulunya tiba-tiba bergidik ngeri ketika Agam kembali menatapnya.
"Kamu pasti lelah, istirahtalah. Masalah ibumu, saya sudah menyuruh orang untuk membereskannya."
Mata yang semula sendu itu langsung berbinar-binar.
"Terimakasih, Tuan!" ucapnya dengan senyum kelegaan.
"APA?"
Dira langsung menelan ludah kembali, duh. Lidahnya kesleo hingga kembali salah ucap.
"Maaf, Mas."
Gadis yang polos itu langsung menegelamkan wajah dalam-dalam. Belum juga satu jam menjadi istri Agam, ia sudah mendapat semburan dari ular berbisa itu.
Ketika Dira masih tertunduk karena rasa bersalah. Agam kini justru meraih jaket yang semula ia gantung tak jauh dari sana. Setelah itu membuka isi dompet kulit warna coklat miliknya.
Pria yang memiliki rahang tegas, dengan alis tebal itu mengeluarkan beberapa lembar uang ratusan ribu.
"Ambil ini!"
Setelah memberikan lembaran uang, Agam berjalan menuju pintu.
"Mau ke mana?" Dira mengigit bibir bawahnya. Bisa-bisanya kata tanya itu lolos begitu saja dari bibirnya.
Itu pertanyaan spontan karena dilihatnya Agam akan membuka pintu dengan memakai jaket. Seperti akan pergi, entah kemana.
"Bukan urusanmu!"
Tanpa berbalik, tanpa menatap Dira. Agam langsung memegang handle pintu. Kemudian menutupnya dengan kencang. Seolah marah pada istri sirinya itu.
"Astaga! Mengapa pria itu terlihat gusar?" Dira bertanya-tanya, mengapa pria itu terlihat selalu ingin marah padanya.
Sedangkan di luar sana, Agam kini sedang berada di kursi belakang. Ia sudah duduk dengan disopiri oleh sekretarisnya.
"Mau ke mana, Tuan?"
"Pulang!"
'Pulang? Mengapa ia meninggalkan istri muda yang baru ia nikahi di malam pertamanya?' Robby kembali menduga-nduga.
Tidak banyak tanya lagi, mobil warna hitam mengkilat itu melaju memecah angin malam. Melewati barisan gedung-gedung yang menjulang tinggi di tengah ibu kota yang gemerlap.
Agam hanya diam, pria itu menerawang pemandangan lewat kaca di sebelahnya. Hanya kelap-kelip lampu yang mampu di tangkap oleh matanya.
Pikirannya juga kacau, seolah menyesali keputusan yang diambilnya barusan.
Apa menikahi Dira adalah awal dari sebuah kesalahan fatal?
Ah, Agam mencoba menepis semua rasa bersalah itu. Dilihatnya sudah hampir sampai depan rumah.
Setelah tiba di sebuah hunian lantai tiga, dengan pagar corak emas yang super tinggi menjulang. Akhirnya Agam bisa bernapas lega.
Rumah ini, rumah yang seharusnya menjadi surga. Beberapa minggu lalu nampak seperti neraka.
Agata meminta cerai, wanita itu merasa tertekan karena keluarga Agam terus mendesaknya.
Dari situlah tercetus hal gila yang keluar dari pikiran Agata dan mamanya. Untuk solusi win-win, Agata memperbolehkan Agam mencari wanita lain.
Seorang wanita yang mau melahirkan anak Agam. Tapi, anak itu kelak harus menjadi milik Agam dan Agata.
Agam hanya perlu menyewa rahimnya saja. Bayar semahal apapun yang ia minta. Agata bahkan rela memberikan semua hartanya itu.
Mama Agam sangat setuju, asal itu benih Agam. Mama sebenarnya sayang sekali dengan anak mantunya itu, tapi karena 12 menikah tak kunjung diberikan cucu. Mama terus saja menuntut.
Begitu Agata memberi ijin, Mama seperti mendapat angin segar. Seolah menimang cucu sudah tidak jadi impian belaka.
Tapi bagaimana dengan Agam?
Pria itu langsung menolak ide gila itu. Agata adalah cinta pertama dan terakhir, mana bisa ia mencari wanita lain?
Dua orang wanita yang paling Agam cintai itu rupanya sudah sama-sama gilanya. Demi seorang anak, mereka mengorbankan perasaan sebagai seorang wanita.
Karena kegigihan Agata, dan sempat mengancam akan pergi dari rumah itu, akhirnya Agam pun menyetujui permintaan istri serta mamanya.
Kini, di malam pertamanya. Malam pengantin dengan istri muda, ia malah memilih pulang ke rumah.
"Sayang."
Karena sangat mencintai istrinya itu, begitu melihat Agata yang sedang termenung di balkon kamarnya.
Agam langsung memeluk tubuh istrinya dari belakang.
"Mengapa malah pulang?" tanyanya dengan lesu. Namun ketika Agam memutar tubuh itu, hatinya mendadak pilu.
Ditatapnya Agata sang istri, dua bola mata yang selalu menatapnya dengan binar-binar cinta itu, kini sudah banjir air mata.
Terlihat sembab dan bengkak, entah sudah berapa lama ia menangis.
"Maafkan aku."
Agam memeluk tubuh istrinya dengan lembut dan penuh kehangatan, seolah ia juga tak rela dengan takdir yang mempermainkan hati mereka.
Sedangkan di dalam sebuah kamar hotel, sejak tadi Dira menatap langit yang gelap gulita. Dira juga berada di sebuah balkon, hanya saja ia berada di sebuah hotel bintang lima.
Dilihatnya terus menerus ke atas, langitnya nampak gelap, seolah menjadi pertanda. Mungkin hidupnya yang akan datang juga akan diisi dengan kegelapan yang sama.
Bersambung.
Yuk kenalan sama penulis Rahim Bayaran di Instagram : Sept_September2020
Jangan lupa tap tombol LOVE, dan selamat membaca RB. Lope lope sekebon cabe.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 148 Episodes
Comments
Elizabeth Yanolivia
12 menikah = 12 tahun menikah
2024-05-26
0
Elizabeth Yanolivia
nenegelamkan = menenggelamkan
2024-05-26
0
Elizabeth Yanolivia
dari = di
2024-05-26
0