Kamar utama yang luas dengan dipenuhi barang mewah di dalamnya, kini hanya jadi saksi bisu. Menjadi tempat kejadian perkara di mana Dira Berdarah-darah.
"Tisu ... tisu!" tangis Dira ketika melihat bercak darah di atas selimut.
"Sial! Belum apa-apa sudah berdarah!" rutuk Agam, namun tetap turun dari ranjang guna mencari tisu yang diminta Dira.
"Hemm ... pakai ini. Usap sampai bersih. Saya tidak suka benda kotor!" ujarnya dengan ketus.
Dengan tangan yang terus memeluk selimut, tangan satunya meraih tisu yang diulurkan oleh Agam.
Perlahan Dira mengusap darah yang terus menetes dari hidungnya. Belum disentuh Agam, eh Dira sudah mimisan. Membuat pria tampan itu tambah kesal dan moodnya kembali memburuk.
Agam tak suka barang kotor, baginya darah yang keluar dari hidung Dira saat ini bagai sesuatu yang menjijikkan. Ingin rasanya Agam langsung mengusir gadis itu untuk segera turun dari ranjangnya.
"Kalau sudah, keluarlah!" titahnya dengan tak berperasaan.
Sambil masih mengusap hidungnya, Dira bersorak di dalam hati. Ya, setidaknya ia selamat malam ini. Terima kasih mimisan!
'Maaf Tuan, aku rasa sangat mudah. Tapi ternyata belum apa-apa, jantungku sudah mau copot. Aku sangat malu, malu sekali menanggalkan baju di depan pria sepertimu!' batin Dira seraya turun dari ranjang yang besar itu.
"Bolehkan selimut ini saya bawa?" Mohon Dira dengan wajah penuh harap.
"Ambil!" ucap Agam dengan gusar. Tanpa melihat Dira, pria itu meraih bajunya yang semula tercacar di atas lantai kamar.
Sebelum singa itu menerkamnya, Dira dengan langka seribu meninggalkan kamar Agam.
Ribuan kelegaan langsung ia rasakan, berkali-kali ia mengucap syukur. Karena tidak jadi menjalankan misi pertama.
Lain halnya dengan Agam, pria itu saat ini sedang sangat kesal.
Jengkel dengan apa yang terjadi barusan, Agam ingin ke luar rumah malam ini. Pria itu mencoba mencari hiburan untuk menyegarkan pikirannya yang semrawut.
"Rob ... datang ke rumah sekarang!" ucapnya di telpon. Tanpa perasaan ia meminta sekretarisnya itu untuk datang segera ke rumahnya.
"Sekarang?" sambil mengucak mata, Robby mencoba melihat, jam berapa ini?
Jam sepuluh lebih, untuk apa tuannya itu memanggil dirinya malam-malam begini?
Tidak ingin atasannya itu marah-marah seperti biasa, Robby lantas bangun dan langsung cuci muka.
Diraihnya jacket kulit warna coklat muda, kemudian langsung menuju garasi. Bersiap meluncur ke rumah Agam Salim Wijaya, pengusaha sukses namun tidak dengan rumah tangganya.
Lima belas menit kemudian, Robby sudah sampai. Jarak rumah mereka tidak jauh. Agam sengaja memberikan fasilitas rumah pada Robby, sebuah rumah yang lumayan besar hanya saja cuma satu lantai. Namun sudah memiliki kolam renang di samping rumah.
Robby bebas menggunakan semua fasilitas mewah itu, selama ia setia dengan bosnya tersebut. Agam termasuk orang yang royal terhadap orang-orangnya.
Hanya saja pria itu memiliki kejelakan yang kadang membuat orang memendam benci terlalu banyak terhadapnya.
Selain pintar berbisnis, Agam juga pandai melukai hati lawan jenis dengan kata-kata pedas yang menjadi ciri khasnya.
Hanya Nyonya Agata yang mampu meredam sikap emosional pria itu. Tapi, ke mana dia sekarang?
Saat masuk rumah, sejak tadi Robby celingukan. Di mana istri pertama Tuan mudanya itu?
"Kita mau ke mana, Tuan?" tanya Robby saat Agam sudah terlihat rapi namun dengan pakaian casual.
Pria itu, meskipun hanya memakai kaos pendek dibalut jas hitam. Masih nampak ganteng dan menawan.
Penampilan Agam selalu nampak nyaris sempurna, ketidak sempurna pria itu cuma satu. Agam belum bisa memiliki anak.
Ingin melepas stres karena kejadian tak mengenakkan yang menerpa bertubi-tubi. Agam memutuskan untuk menghibur diri.
Ia meminta Robby sang sekretaris untuk mengantar dirinya ke sebuah tempat hiburan malam. Mari berpesta, melupakan urusan dunia yang memuakkan.
"Ke klab biasanya!"
Agam sudah duduk di kursi belakang, sedangkan Robby sudah bersiap di balik kemudinya. Pria tiga puluh lima tahun itu merangkap jadi apa saja.
Robby sangat flexible, bisa jadi apa saja seperti apa yang diminta Agam. Itu yang membuat Agam terus mempertahankan Robby hingga sampai saat ini.
Sebelum bertemu Robby, Agam berkali-kali ganti sekretaris. Sikapnya yang dingin dan keras, membuat beberapa sekretaris sebelum Robby memilih angkat kaki.
Terlalu sulit berkerja sama dengan pria sejenis Agam. Hanya spesies langkah yang mampu bertahan dan beradaptasi bertahan di sisi pria itu.
Hanya Agata dan Robby, lainnya memilih mundur. Berurusan dengn Agam hanya membuat sakit perut, karena menimbulkan banyak pikiran.
Seperti Dira, kini gadis itu malah kelimpungan tak bisa tidur. Trgedi mimisan, membuat ia merasa tak enak hati. Meski sebelumnya mengucap syukur, namun kini ia tak enak sendiri.
"Apa ia akan mengambil uangnya lagi karena aku tak hamil-hamil?"
Dira bermonolog sendiri, memikirkan hal yang tidak-tidak. Bagaimana bisa segera hamil, bila tidur bersama saja tak kunjung terlaksana.
Gadis polos itu hanya bisa berkelu kesah pada angin. Ya, pada angin jendela kamar yang ia buka lebar-lebar.
Rupanya tubuh Dira tak bisa berdusta, ia lebih nyaman diterpa angin liar dari pada hawa dingin yang bersumber dari AC di kamarnya.
Mungkin udik atau kampungan. Tapi itulah Dira. Gadis polos yang belum terkontaminasi apa-apa.
Sedangkan di sebuah tempat klab malam yang terkenal di ibu kota, Agam dan Robby mulai menyibak kerumunan orang-orang yang berjoget dan mengoyang-goyangkan tubuh selaras dengan musik yang menghentak.
Bau minuman yang menyengat, asap rokok yang mengepul di udara. Serta riuh para penghuni gedung itu. Membuat siapa yang tak biasa ada di dalam sana pasti akan merasakan sakit kepala sebelah.
Seperti Robby, pria itu amat tidak suka dengan tempat ini. Tapi, keinginan Agam adalah perintah. Meski berat, ia pun mengikuti saja ke mana tuannya itu pergi.
Tanpa peduli pada sekretarisnya, Agam menikmati tiap tetes minuman yang ia pesan. Sengaja ia tak memesan untuk Robby. Pria itu hidupnya non alcoholic. Pria suci, tidak merokok, tidak main perempuan.
Agam sempat berpikir, jangan-jangan sekretarisnya itu memiliki kelainan.
Pria itu tidak tahu, sekretarisnya tersebut memiliki ketertarikan pada lawan jenis. Namun ia pendam rapat-rapat. Hanya Robby dan Tuhan yang tahu siap wanita yang sudah berhasil mengusik hati Robby selama ini.
Tiga jam kemudian.
Terlihat Agam sudah sempoyongan. Robby membopong tubuh Agam dengan sedikit kesusahan. Hingga ia meminta bantuan pada penjaga rumah.
Sampai di kamar mulut pria itu merancau tak karuan.
"Robby ... panggil Agata ke sini. Sekarang!" ucapnya sambil matanya sedikit tertutup.
Pria itu dalam pengaruh minuman, tidak sadar dengan apa yang ia ucapkan.
Sementara itu, Robby hanya geleng-geleng. Mau dicari kemana Nyonya Agata? Kalau tahu, sudah ia susul sendiri.
Saat Robby akan melepas sepatu Agam, pria itu malah berteriak.
"Jangan! Mana Agata! Biar Agata yang melakukannya!" Masih dengan kepala sempoyongan. Ia memarahi Robby dengan nada keras. Membuat Dira terbangun karena suara teriakan itu.
"Ada apa itu, mengapa ribut-ribut?" Karena rasa penasaran yang besar, Dira pun memutuskan untuk keluar dari kamar.
Tak jauh dari sana, terdengar lagi suara keributan berasal dari kamar Agam. Makin penasaran, apalagi pintu kamar itu terbuka. Dira pun memberanikan diri untuk melihat apa yang terjadi.
"Ada apa, Mas Robby?"
Entah karena rasa ingin tahunya yang semakin besar, atau karena merasa khawatir. Dira langsung melangka mendekati Robby.
Sekilas Robby melirik dengan pandangan tidak suka.
"Tanpa bertanya, bukankah kamu bisa melihatnya sendiri?" jawabnya ketus.
'Buset deh, mengapa pria-pria di rumah ini memiliki mulut setajam pisau?' gumam Dira.
Merasa kehadiran dirinya tak diharapkan, Dira memilih untuk pergi saja. Toh, ada Robby yang akan mengurus suami kontraknya itu.
Sedangkan Agam, yang semula mendengar suara wanita di dalam kamar. Mengira itu adalah Agata. Pria yang sedang mabuk berat tersebut lantas bangkit, dilihatnya Dira yang berdiri mematung tak jauh darinya.
Pengaruh minuman yang sudah ia tengak bergelas-gelas. Membuat matanya mulai berhalusinasi.
Yang ia lihat kini adalah Agata, bukan Dira. Saking senangnya, Agam langsung menghambur di depan Dira. Memeluk gadis yang ia kira Agata tersebut. Baru juga sehari, ia sudah rindu berat dengan istrinya tersebut.
Tidak bisa menahan diri, Agam langsung merampas bibir mungil itu.
"Sial!" rutuk Robby yang menyaksikan pemandangan yang menodai mata.
Bersambung
Jika ada masalah, jangan lari dari masalah dan menimbulkan masalah yang lain. Kamu punya Tuhan, adukan pada pembuat masalah tersebut.
Tuhan, aku lelah!
Yakinlah, Tuhan tak memberikan ujian melebih batas kemampuan kita.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 148 Episodes
Comments
Meri
Agata
2024-11-17
0
Erna Yunita
Suara hatimu..... aq suka Dira 🤗
2024-10-22
0
Elizabeth Yanolivia
Yakin Tuhan memampukan dan memberikan kita kekuatan untuk melewati segala badai dalam kehidupan setiap anak manusia. Amin 😇
2024-05-28
1