Rahim Bayaran #15
oleh Sept September
Pria tak berhati itu mengira istrinya tidak perawan lagi, selama ini ia menilai Dira begitu rendah.
Bagaimana tidak berpikir seperti itu? Nyatanya demi uang, Dira menjual rahimnya.
Terlahir dari seorang ibu yang berprofesi sebagai penghibur. Bukan berarti Dira juga seorang gadis penghibur.
Kita tidak pernah bisa memilih, dari rahim siapa kita akan dikeluarkan di muka bumi ini.
Kita juga tidak biasa memilih, dari benih siapa kita tumbuh dan ditiupkan ruh.
Sama seperti Dira, hanya karena ibunya seorang kupu-kupu malam. Tak berarti ia juga ulat. Yang bakal meniru jejak sang ibu untuk jadi wanita malam.
Keliru, bila ada yang mengatakan pohon apel jatuh tak jauh dari pohonnya.
Mungkin itu pepatah yang salah, yang kini dianut oleh pria dingin bernama Agam Salim Wijaya tersebut.
Percikan darah perawan itu, seolah menampar pipinya. Fakta yang tak bisa ia elak lagi. Itu adalah bukti kongkrit bahwa selama ini Dira menjaga dirinya dengan baik.
Kini, mata yang menatap nanar pada diri gadis yang ia ambil kegadisannya itu sedkit berubah.
Bukan lagi tatapan kesal penuh kebencian, tapi wajah kasihan. Ia tak mengira akan menjebol gawang itu. Mana ia tahu bahwa Anindira itu masih gadis. Mana dia tahu?
"Apa sesakit itu?"
Agam penasaran, ketika melihat wajah Dira yang menahan perih. "Pasti sangat sakit. Lihat, wajahnya seperti itu!" batin Agam.
Sedangkan Dira, gadis itu selain merasa sakit. Juga merasa sangat malu berat. Dengan cepat ia meraih handuk kimono yang sebelumnya terlepas. Entah siapa yang melepasnya tadi, Dira tidak ingat.
Hanyut dalam pertemuan pertamanya, membuat ia tidak fokus. Lupa semua, otaknya membeku tak bisa berpikir dengan jernih.
Agam sempat keki, saat melihat Dira yang langsung menutupi seluruh bagian tubuhnya.
Percuma juga ditutupi, tubuh gadis itu terlanjur terukir jelas di pelupuk mata Agam.
"Sial!" rutuknya dalam hati.
Agam hanya bisa merutuk, karena rasa yang diberikan oleh Dira nyatanya membuatnya terngiang-ngiang.
Pria itu merasa sudah kurang waras, bagaimana bisa ia membandingkan dengan rasa Agata?
Jengkel dengan pikirannya yang liar tak kendali gara-gara Dira, si gadis biasa yang nyatanya rasa sungguh luar biasa. (ngakak!)
Agam pun berakhir dengan menghela napas panjang, dan mengusap wajahnya dengan kasar.
Ia kemudian memandang Dira lagi.
"Bisa bangun?" tanyanya kini dengan nada yang lebih rendah. Tidak meletup-letup seperti biasa. Mungkin karena sudah tahu rasanya.
Agam jadi teringat dengan malam pertamanya dahulu bersama sang pujaan hati.
Mereka melakukan beberapa kali, selalu gagal. Karena itu juga yang pertama buat keduanya. Sampai malam ke tiga, Agam akhirnya baru bisa menjebol gawang persija itu. Eh!
Meski belasan tahun silam, ia masih ingat itu. Betapa manjanya Agata waktu itu, Agam masih ingat juga setelah berhasil menembus gawang lawan. Ia membopong tubuh Agata ke kamar mandi.
Istrinya itu merajuk, katanya sakit untuk berjalan. Dengan penuh pengertian, Agam pun membawa tubuh Agata. Bahkan sesekali memandikan istrinya layaknya anak kecil setelah melakukan kegiatan suami istri.
Ah! Agam mengeluh. Ia jadi teringat dengan istrinya yang pertama.
"Di mana kamu, sayang?" batinnya mencari.
Karena sibuk melamun, ia sampai tak sadar. Kini Dira sudah lenyap dari pandangan.
"Dira! ... Dira!"
Agam memanggil nama istri keduanya di depan kamar mandi.
"Iya!"
"Tolong bukak pintu!"
Dira langsung bergidik ngeri, "Mau apa lagi Mas Adam? Tidakkah ia sudah puas? Badanku saja nyeri semua. Badan segede gabam menindihku berkali-kali."
Dira mengerutu sambil berusaha jalan pelan-pelan membuka pintu kamar mandi. Ah, Agam menganggu saja.
"Ada apa, Mas?"
Tidak peduli dengan Dira yang bertanya, Agam masuk saja. Dan melepas kembali celana yang ia kenakan.
Dira terkesiap bukan main. "Ya Tuhan, ujian apa lagi ini? Lukaku saja belum mengering!" gumam Dira.
"Tutup lagi pintunya!" seru Agam sambil membetulkan celanan kembali.
"Oh ... Mas Agam sedang buang air kecil!" suara hati Dira. Hampir saja jantungnya copot lagi.
Setelah selesai BAK, Agam kembali ke luar. Membiarkan Dira membersihkan diri.
Sepuluh menit kemudian Dira sudah segar kembali, gadis itu takut waktu melihat Agam yang juga menatapnya.
Dira sedikit trauma dengan rasa perih yang agam torehkan.
"Tidurlah!" Agam menepuk sisi ranjang di sampingnya.
Dengan wajah yang menunduk, Dira perlahan naik ke ranjang. Masih merasa canggung meski beberapa saat mereka sudah berhasil menyatu. Tetap saja, ini sangat terasa aneh bagi Dira.
Dira sepertinya melibatkan hati dalam jual beli rahim ini. Bila itu terjadi, maka Dira akan kalah sebelum berperang.
Setelah perjanjian ditanda tangani, Dira hanya akan dapat uang. Suami dan anak nantinya akan menjadi milik Agata sepenuhnya.
"Jangan serakah Dira, dia bukan ditakdirkan untukmu!" Dira menasehati dirinya sendiri. Agar sadar, tidak boleh ada hati antara ia dan Agam. Bila itu ia langgar, maka satu-satunya yang terluka adalah dirinya sendiri.
"Jangan melamun! Tidurlah!" seru Agam yang membuat Dira langsung menarik selimut dalam-dalam.
Ingin mengusir segala pikiran yang berkecamuk di kepalanya yang kecil itu, Dira memilih menutup mata. Mungkin karena kelelahan, tak butuh waktu lama, gadis yang sudah tak gadis terhitung sejak malam ini itupun akhirnya lelap.
"Cepat sekali ia tertidur?" cibir Agam yang mendengar dengkuran lembut Dira.
Ia sendiri tak bisa memejamkan mata, tidur di samping gadis dengan kecantikan alaminya itu nyatanya membuatnya goyah.
Sama seperti Dira, ingin mengusir pikiran-pikiran yang mengusik. Agam mencoba menutup mata. Berusaha untuk tidur, karena sudah larut. Esok ia akan kembali kelilingi Bali untuk mencari jejak Agata.
Waktu terus berputar, malam yang hangat dan panas semalam berubah menjadi pagi yang dingin.
Hujan deras menguyur pulau Dewata sejak subuh hingga pukul delapan pagi.
Agam dan Dira belum bangun, seperti pasangan pengantin baru pada umumnya. Keduanya kesiangan karena lelah atas pertempuran semalam.
Agam baru membuka mata, ketika ponselnya terus berdering.
Bukannya bangun dan membuka mata. Tanpa melihat siapa yang telpon, Agam langsung merijeknya. Kemudian menekan tombol off.
Masih lelah dan rasa kantuk yang menelayut, Agam ingin melanjutkan tidurnya. Tanpa sadar, tangannya meraih benda seperti guling.
Menariknya dalam pelukan, mendekat benda itu dengan erat.
Agam pikir itu hanya sebuah guling, nyatanya itu adalah guling tapi guling yang bisa kentut.
Dira sampai engap, merasa sulit mengambil napas karena Agam membekap tubuhnya dengan erat namun terasa sangat hangat.
"Eh!"
Dira membuka mata, sadar berada dalam pelukan tubuh bidang nan kekar itu. Membuat pipinya panas merona.
"Mengapa Mas Agam memelukku?" tanya Dira dalam hati.
Sementara itu, Agam juga ikut terbangun karena merasa gulingnya tak seempuk biasanya.
"DIRA?" suaranya terdengar serak karena bangun tidur. Kaget, Agam langsung melepas pelukannya.
Keduanya kini sama-sama canggung dan mulai saling diam. Tidak ada suara diantara mereka.
Selanjutnya, Agam memeriksa ponselnya. "Kenapa ponselnya mati?"
Setelah menyalakan smartphone miliknya, mata Agam langsung berbinar saat ada panggilan tak terjawab dari sweet heart-nya.
"Agata!" pekiknya.
Dira pun langsung menatap wajah suaminya, tidak tahu mengapa. Ketika Agam menyebut nama wanita lain, hati gadis itu mulai iri. Rasa cemburu sudah mulai tumbuh.
Ketika Dira dilanda cemburu yang mulai tumbuh, kini Agam tersentak kaget.
Begitu paket data ia aktifkan, Agata langsung melakukan VC.
"Sial!" rutuknya.
Agam pun bergegas turun dari ranjang dan buru-buru ke balkon untuk mengangkat panggilan vidio call tersebut.
Bagaimana dengan Dira?
Bersambung
Terimakasih untuk yang sudi membaca cerita Sept September ini. Komentar Kalian yang lucu lucu membuat Sept semangat ngetiknya. Terimakasih ya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 148 Episodes
Comments
Elizabeth Yanolivia
vidio = video
2024-05-30
0
Elizabeth Yanolivia
membekap = mendekap
2024-05-30
0
Elizabeth Yanolivia
mendekat -= mendekap
2024-05-30
0